Sudah kurang lebih setahun aku bekerja
pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam perundingan pembelian tanah yang
akan dijadikan tempat usaha. Di perusahaan itu aku juga memilki jabatan yang
tidak rendah karena aku selalu yang disuruh berangkat menyurvey, menawar, dan
memastikan kalau lahan yang akan dibuat usaha itu benar-benar strategis.
Aku juga sering bertemu dengan klien
yang meminta bantuan perusahaan kami atau yang bekerja sama dengan perusahaan
kami. Aku mendapatkan kepercayaan oleh perusahaan setelah aku berhasil
memenangkan tender yang sangat besar sekali, dari itu aku menjadi orang
kepercayaan bosku.
Dikala aku menyurvey sebuah lahan aku
selalu ditemani oleh seorang teman kantorku yang ditugaskan oleh kantor untuk
menemaniku. Namanya Bu Rena, orangnya tidak begitu cantik, tapi senyumannya
sangatlah manis sekali. Dia berusia sekitar 35 tahunan, dia juga sudah
mempunyai suami dan mempunyai dua orang anak. Tapi tubuh Bu Rena ini masih
sangat langsig sekali, payudaranya lumayan besar sekitar 34B dan pantatnya yang
ranum menghiasi pemandangan tubuh Bu Rena dibalik kerudung yang selalu menutupi
wajahnya. Sudah lama aku bekerja bersama Bu Rena, jadi aku mengetahui bagaimana
sifat Bu Rena. Sehungga kami dengan tidak segan lagi ketika saling bercanda.
Selain ditemani Bu
Rena aku, saat menyurvey aku juga selalu diantar oleh sopir pribadiku yang juga
sudah lama bekerja denganku. dibalik kerudung Bu Rena sempat aku menebak-nebak
tentang gairah Seks Bu Rena ini, bahkan aku juga sempat menanyakan pada Bu Rena
saat kami keluar menyurvey. Dia hanya tersenyum dengan pertanyaanku yang
menjurus soal hubungan Seks.
Aku menjadi tahu kalau Bu Rena ini juga
sebenarnya gak baik-baik banget, aku juga bisa mendapatkannya, tapi dia menutupinya
dengan berkerudung saat dikantor. Aku juga sering menggodanya saat berada
dikantor tapi tidak didepan teman-teman kantor, tapi ketika terlihat sepi, dan
Bu Rena selalu hanya membalas godaanku dengan senyuman yang sangat khas dari
raut wajahnya.
Waktu itu hari sabtu aku mengambil cuti
karena aku ingin istirahat dirumah, menenagkan pikiran dari segala urusan yang
ada dikantor. Tapi tak sesuai dengan harapanku, sekitar jam 10 siang aku
ditelpon oleh atasanku dan aku ditugaskan untuk menyurvey sebuah lahan dengan
sebuah klien dari perusahaan.
Dengan tak bisa mneolak aku pun menyanggupinya. Dan aku meminta kalau Bu Rena diantar kerumahku. Segera aku bergegas tata-tata, menyiapkansegala sesuatu yang aku perlukan. Dan setengah jam kemudian Bu Rena sampai kerumahku dengan diantar sopir perusahaan. Aku mempersilahkannya masuk dirumahku dulu sambil menunggu bersiap. Istriku dengan Bu Rena juga sudah kenal karena aku sudah cerita tentang Bu Rena jadi istriku gak masalah.
Dengan tak bisa mneolak aku pun menyanggupinya. Dan aku meminta kalau Bu Rena diantar kerumahku. Segera aku bergegas tata-tata, menyiapkansegala sesuatu yang aku perlukan. Dan setengah jam kemudian Bu Rena sampai kerumahku dengan diantar sopir perusahaan. Aku mempersilahkannya masuk dirumahku dulu sambil menunggu bersiap. Istriku dengan Bu Rena juga sudah kenal karena aku sudah cerita tentang Bu Rena jadi istriku gak masalah.
Setelah aku selesai, aku mencari
sopirku, dan setelah aku panggil istriku yang menjawab, kalau sopirku pagi tadi
ijin untuk mengantar istrinya kerumah sakit. Jadi terpaksalah aku menyetir
mobil sendiri. Dan aku langsung berpamitan dengan istriku. Aku dan Bu Rena lalu
masuk mobil dan kami pun langsung meninggalkan rumah.
Obrolan kami di perjalanan menuju
lokasi, hanya menyangkut masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu
Rena. Tidak ada sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25
km dari pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga
ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh
keponakannya yang segera meluncur di atas motornya.
Kami duduk saja di dalam mobil yang
diparkir menghadap ke kebun tak terawat, yang rencananya akan dijadikan
perumahan oleh kenalanku yang seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena
kami berada di depan kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak
dirawat sedikit pun. Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja
membuatku iseng…memegang tangan Bu Rena sambil berkata,
“Bisa 2 jam kita harus menunggu di sini,
Bu.” “Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku, “Sabar aja ya Pak….di
dalam bisnis memang suka ada ujiannya.” Aku terdiam.
Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai
meremas tangan wanita 30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia
bahkan membalasnya dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai
melayang-layang tak menentu. Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti
aku. Dikasih sejengkal mau sedepa.
Remas-remasan tangan tidak berlangsung
lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan? Sesaat
kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai
berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya
yangb sangat tertutup dan bertangan panjang. Bu Rena diam saja. Dan akhirnya
aku berhasil menyentuh payudaranya. Tapi dia menepiskan tanganku sambil
berkata,
“Duduknya di belakang saja Pak…di sini
takut dilihat orang…” O, senangnya hatiku. Karena ucapannya itu mengisyaratkan
bahwa dia juga mau !
“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya
wanita berjilbab itu ketika kami sudah duduk di jok belakang, pada saat
tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan panjangnya dan ke balik BH nya. “Gak
tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang,
mungkin karena rajin merawatnya. “Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny
gimana nih?” wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih
berpakaian lengkap. “Kita lakukan saja…asal Bu Rena gak keberatan….” tanganku
makin berani, berhail menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke
balik celana dalamnya.

Tanganku sudah menyentuh bulu
kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir
kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah
membasah dan hangat.
“Masa di mobil?” protesnya, “kata orang
mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…” “Emang siapa yang mau ngajak
begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….” kataku pada waktu jemariku
mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Rena yang terasa hangat dan
berlendir…
Wanita itu memelukku erat-erat sambil
berbisik,
“Duh Pak…saya jadi kepengen nih….kita
cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama orang-orang di sini kalau kita
mau datang lagi besok.”
“Iya sayang,” bisikku, “ Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…” “Ya sudah dulu dong,” Bu Rena menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya, “Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…” Aku ketawa kecil.
“Iya sayang,” bisikku, “ Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…” “Ya sudah dulu dong,” Bu Rena menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya, “Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…” Aku ketawa kecil.
Lalu pindah duduk ke belakang setir
lagi. Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan raya. Persetan dengan
pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah tubuh Bu Rena, yang
jelas sudah siap diapakan saja. Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar
kota, sesuai dengan keinginan Bu Rena, karena kalau di dalam kota takut
kepergok oleh orang-orang yang kami kenal.
Soalnya aku punya istri, Bu Rena pun
punya suami. Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai
shower air panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya tak
perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab itu…yang kini
sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu…sementara aku
sudah tak sabaran menunggunya.
Ketika ia muncul di ambang pintu kamar
mandi, aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak
tergerai lepas….panjang lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi,
apalagi kalau mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda adaripada istriku. Rok
bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak
jelas di mataku. Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan
hangat, “Bu Rena kalau gak pake jilbab
malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat
di pipinya.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil
tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur
yang lumayan besar. Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Rena
tidak pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar
menyingkapkan baju lengan panjangnya.
Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di
balik baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Rena yang begitu mulus.
Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di mataku. Tak
ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika pandanganku melayang
ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita yang berambut tebal, sangat
lebat…. Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat, sementara
tanganku mulai mengelus bulu kemaluan yang lebat keriting itu.
Bu Rena pun tidak tinggal diam, mulai
melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk
mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Sehingga
batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Bu Rena melotot waktu melihat batang
kemaluanku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.

“Iiiih…punya Bapak kok panjang gede gitu….mmm….si
ibu pasti selalu puas ya …” desisnya. “Emang punya suami Bu Rena seperti apa?”
tanyaku.
“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu
Rena sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas. Kembali kuciumi lehernya yang mulai
keringatan, lalu turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti
anak kecil sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting
payudara yang terasa makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam.
Jemariku mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari
tengahku ke dalam liang kemaluannya.
Bu Rena sendiri tak cuma berdiam diri.
Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya dengan lembut.
Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja
ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan yang indah
di kemudian hari. Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu,
bibirku turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat.
Lalu turun ke bawah perutnya.

“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Rena
berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas. Tapi aku bahkan mulai menciumi
kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu kemaluan
wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari
bawah ke atas…. “Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak
sekali Pak…..” Bu Rena mulai menceracau tak menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan
jilatanku di clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil
menggerak-gerakkan ujung lidahku.
“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah
mau keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang
kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah.
Dan kudesakkan sekaligus….blessss…..agak
mudah membenam ke dalam liang surgawi yang sudah banyak lendirnya itu.
“Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Rena menyambutku dengan
pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan
pantatnya,

“Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih terlalu
dienakin…oooh…” Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti
sekarat.
Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia
sudah orgasme….terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun batang
kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Rena. Beberapa saat kemudian wanita itu merem
melek lagi, bahkan makin gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang
kemaluanku serasa dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Rena. Aku tahu goyangan
pantatnya itu bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga
mencari kepuasan untuknya sendiri.
Karena pergesekan penisku dengan liang
kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan
penisku.

“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih
Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas
tersengal-sengal.
“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya,
“memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….” Aku memang tidak berlebihan.
“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya,
“memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….” Aku memang tidak berlebihan.
Entah kenapa, rasanya persetubuhanku
kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut SII (Selingkuh Itu
Indah). Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan pantat Bu Rena juga
konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo singkat saja keringatku
mulai bercucuran. Bu Rena pun tampak sangat menikmati enjotan batang
kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku,
sementara rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya.
“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh
Paaak….enak Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….”
“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Rena.
“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Rena.

“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.
Sampai pada suatu saat…kuremas-remas
buah dada wanita itu, mataku terpejam, napasku tertahan…batang kemaluanku
membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama
berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya ….. Air maniku terasa
menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Rena. Liang yang terasa
berkedut-kedut.
Lalu kami sama-sama terkapar, dengan
keringat bercucuran.
“Ini yang pertama kalinya saya digauli
oleh lelaki yang bukan suami saya…” kata Bu Rena sambil membiarkan batang
kemaluanku tetap menancap di dalam memeknya.
Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya
yang sensual,
“Sama…saya juga baru sekali ini
merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya. Terimakasih
sayang…mulai saat ini Bu Rena jadi istri rahasiaku…”
“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja, “Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”
“Asyik dong, jadi aman….” “Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..” Kata-kata Bu Rena itu membuat napsuku bangkit lagi.
“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja, “Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”
“Asyik dong, jadi aman….” “Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..” Kata-kata Bu Rena itu membuat napsuku bangkit lagi.
Dan batang kemaluanku yang masih
terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba
menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi. Batang
kemaluanku sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu Rena yang masih banyak
lendirnya tapi tidak terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa
mengentot dengan gerakan yang sangat leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit
pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Rena
action dari atas tubuhku.

Setengah duduk ia menaik turunkan
pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang
kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya. Posisi di bawah ini
membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Rena yang bergelantungan di atas
wajahku. Terkadang kuremas-remas juga pantatnya yang lumayan besar dan padat.
Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu Rena, karena moncong penisku
menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu membuatnya cepat orgasme.
Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini. Tak lama kemudian ia
memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak meremukkannya. Lalu terdengar erangan
nikmatnya, “Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..” Kemudian ia ambruk di dalam
dekapanku.

Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Rena
sudah orgasme lagi. Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali.
Tak perlu vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot
memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk
erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah
orgasme kesekian kalinya. Bu Rena memejamkan matanya waktu aku mulai
mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas.
Tapi beberapa saat kemudian ia mulai
aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan
gerakan meliuk-liuk ….. Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah
ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan.
Membuatku berdengus-dengus dalam
kenikmatan yang luar biasa.
“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau
keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya
setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.
Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku
dengan kecepatan tinggi, maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami
sama-sama berkelojotan lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling
meremukkan….dan akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak
kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih Bu Rena yang sedang mencapai
orgasme pula.

“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?”
cetus bu Rena waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi. “Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi
mendadak ada keinginan…untunglah Bu Ivvy gak menolak…terimakasih ya sayang,”
sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra
bibirnya yang tipis mungil itu.
Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku
sambil berkata perlahan,
“Kita
harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di
tempat, kita jadi ada acara mendadak begini.” Aku mengangguk dengan senyum. Sementara
hatiku berkata, “Gara-gara sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah seperti
ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan sebebas ini.”

Sore itu kami pulang ke rumah
masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku sudah
tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu Rena. Salah satu smsnya
berbunyi:
“Puas banget…punya saya sampe terasa
seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?” Kujawab
singkat, “Kapan pun aku siap..” Satu kisah indah telah tercatat di dalam
kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar