Saat itu aku
baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung. Di sana aku tinggal di rumah
pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka,
karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai
saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya tambah ramai dengan
kehadiranku.
Pamanku ini
adalah adik ibuku paling kecil, saat itu dia baru berumur 35 tahun. Rumah
pamanku sangat luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan
tenisnya, maklum pamanku adalah seorang pengusaha sukses yang kaya. Selain
bibiku dan pamanku, di rumah itu juga ada 3 orang pembantu, 2 cewek dan seorang
bapak tua berusia setengah umur, yang bertugas sebagai tukang kebun.
Bibiku baru
berumur 31 tahun, orangnya sangat cantik dengan badannya yang termasuk kecil
mungil akan tetapi padat berisi, sangat serasi berbentuknya seperti gitar
spanyol, badannya tidak terlalu tinggi kurang lebih 155 cm. Dadanya yang kecil
terlihat padat kencang dan agak menantang. Pinggangnya sangat langsing dengan
perutnya yang rata, akan tetapi kedua bongkahan pantatnya sangat padat
menantang. Wajahnya yang sangat ayu itu, manis benar untuk dipandang. Kulitnya
kuning langsat, sangat mulus.
Kedua
pembantu cewek tersebut, yang satu adalah janda berumur 27 tahun bernama Trisni
dan yang satu lagi lebih muda, baru berumur 18 tahun bernama Erni. Si Erni ini,
biarpun masih berumur begitu muda, tapi sudah bersuami dan suaminya tinggal di
kampung, bertani katanya.
Suatu hari
ketika kuliahku sedang libur dan paman dan bibiku sedang keluar kota, aku
bangun agak kesiangan dan sambil masih tidur-tiduran di tempat tidur aku
mendengar lagu dari radio. Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarku, lalu
terdengar suara, “Den Eric.., apa sudah bangun..?” terdengar suara Trisni. “Yaa..
ada apa..?” jawabku.
“Ini Den.
Saya bawakan kopi buat Aden..!” katanya lagi.
“Oh.. yaa.
Bawa masuk saja..!” jawabku lagi.
Kemudian
pintu dibuka, dan terlihat Trisni masuk sambil tangannya membawa nampan yang di
atasnya terdapat secangkir kopi panas dan pisang goreng. Ketika dia sedang
meletakkan kopi dan pisang goreng di meja di samping tempat tidurku, badannya
agak merapat di pinggir tempat tidur dan dalam posisi setengah membungkuk,
terlihat dengan jelas bongkahan pantatnya yang montok dengan pinggang yang
cukup langsing ditutupi kain yang dipakainya. Melihat pemandangan yang menarik
itu dengan cepat rasa isengku bangkit, apalagi ditunjang juga dengan keadaan
rumah yang sepi, maka dengan cepat tanganku bergerak ke obyek yang menarik itu
dan segera mengelusnya.
Trisni
terkejut dan dengan segera menghindar sambil berkata, “Iihh.., ternyata Den
Eric jail juga yaa..!” Melihat wajah Trisni yang masem-masem itu tanpa
memperlihatkan ekspresi marah, maka dengan cepat aku bangkit dari tempat tidur
dan segera menangkap kedua tangannya.
“Aahh.. jangaann Deenn, nanti terlihat sama si Erni, kan malu atuu..!”
Tapi tanpa memperdulikan protesnya, dengan cepat kutarik badannya ke arahku dan sambil mendekapnya dengan cepat bibirku menyergap bibirnya yang karena terkejut menjadi agak terbuka, sehingga memudahkan lidahku menerobos masuk ke dalam mulutnya.
“Aahh.. jangaann Deenn, nanti terlihat sama si Erni, kan malu atuu..!”
Tapi tanpa memperdulikan protesnya, dengan cepat kutarik badannya ke arahku dan sambil mendekapnya dengan cepat bibirku menyergap bibirnya yang karena terkejut menjadi agak terbuka, sehingga memudahkan lidahku menerobos masuk ke dalam mulutnya.
Dengan segera
kusedot bibirnya, dan lidahku kumain-mainkan dalam mulutnya, memelintir
lidahnya dan mengelus-elus bagian langit-langit mulutnya. Dengan cepat
terdengar suara dengusan keluar dari mulutnya dan kedua matanya membelalak
memandangku. Dadanya yang montok itu bergerak naik turun dengan cepat, membuat
nafsu birahiku semakin meningkat. Tangan kiriku dengan cepat mulai bergerilya
pada bagian dadanya yang menonjol serta merangsang itu, mengelus-elus kedua
bukit kembar itu disertai ramasan-ramasan gemas, yang dengan segera
membangkitkan nafsu Trisni juga. Hal itu terlihat dari wajahnya yang semakin
memerah dan nafasnya yang semakin ngos-ngosan.

Tiba-tiba
terdengar suara dari arah dapur dan dengan cepat aku segera melepaskannya,
Trisni juga segera membereskan rambut dan bajunya yang agak acak-acakan akibat
seranganku tadi. Sambil menjauh dariku, dia berkata dengan pelan, “Tuhkan..,
apa yang Trisni katakan tadi, hampir saja kepergok, Adeen genit siih..!” Sebelum
dia keluar dari kamarku, kubisikan padanya, “Triis, ntar malam kalau semua
sudah pada tidur kita teruskan yah..?” “Entar nanti ajalah..!” katanya dengan
melempar seulas senyum manis sambil keluar kamarku.
Malamnya
sekitar jam 21.00, setelah semua tidur, Trisni datang ke ruang tengah, dia
hanya memakai pakaian tidur yang tipis, sehingga kelihatan CD dan BH-nya. “Eeh,
apa semua sudah tidur..?” tanyaku.
“Sudah Den..!” jawabnya. Untuk lebih membuat suasana makin panas, aku telah menyiapkan film BF yang kebetulan dapat pinjam dari teman. Lalu aku mulai menyetel film itu dan ternyata pemainnya antara seorang pria Negro dan wanita Asia.
“Sudah Den..!” jawabnya. Untuk lebih membuat suasana makin panas, aku telah menyiapkan film BF yang kebetulan dapat pinjam dari teman. Lalu aku mulai menyetel film itu dan ternyata pemainnya antara seorang pria Negro dan wanita Asia.

Terlihat
adegan demi adegan melintas pada layar TV, makin lama makin ‘hot’ saja,
akhirnya sampai pada adegan dimana keduanya telah telanjang bulat. Si pria
Negro dengan tubuhnya tinggi besar, hitam mengkilat apalagi penisnya yang telah
tegang itu, benar-benar dasyat, panjang, besar, hitam mengkilat
kecoklat-coklatan, sedangkan ceweknya yang kelihatan orang Jepang atau orang
Cina, dengan badannya kecil mungil tapi padat, kulitnya putih bersih
benar-benar sangat kontras dengan pria Negro tersebut.

Dengan sigap
si Negro terlihat mengangkat cewek tersebut dan menekan ke tembok. Terlihat
dari samping penisnya yang panjang hitam itu ditempatkan pada belahan bibir
kemaluan cewe yang putih kemerah-merahan. Secara perlahan-lahan mulai ditekan
masuk, dari mulut cewe tersebut terdengar keluhan panjang dan kedua kakinya
menggelepar-gelepar, serta kedua bolah matanya terputar-putar sehingga lebih
banyak kelihatan putihnya. Sementara penis hitam si Negro terlihat makin
terbenam ke dalam kemaluan cewenya, benar-benar suatu adegan yang sangat
merangsang. Selang sejenak terlihat pantat si Negro mulai memompa, makin lama
makin cepat, sementara cewe itu menggeliat-geliat sambil setengah
menjerit-jerit.

“Aduuh..,
Den. Kasian tu cewe, Negronya kok sadis benar yaah..? Iihh.., ngilu rasanya
melihat barang segede itu..!” guman Trisni setengah berbisik sambil kedua
bahunya agak menggigil, sedangkan wajahnya tampak mulai memerah dan nafasnya
agak tersengal-sengal.
“Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?” sahutku. “Iih.., Aden jorok aahh..!” sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang berlangsung di layar TV.
“Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?” sahutku. “Iih.., Aden jorok aahh..!” sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang berlangsung di layar TV.
Melihat
keadaan Trisni itu, dengan diam-diam aku meluncurkan celana pendek yang
kukenakan sekalian dengan CD, sehingga senjataku yang memang sudah sangat
tegang itu meloncat sambil mengangguk-anguk dengan bebas. Melihat penisku yang
tidak kalah besarnya dengan si Negro itu terpampang di hadapannya, kedua
tangannya secara refleks menutup mulutnya, dan terdengar jeritan tertahan dari
mulutnya.
Kemudian
penisku itu kudekatkan ke wajahnya, karena memang posisi kami pada waktu itu
adalah aku duduk di atas sofa, sedangkan Trisni duduk melonjor di lantai sambil
bersandar pada sofa tempat kududuk, sehingga posisi barangku itu sejajar dengan
kepalanya. Segera kupegang kepala Trisni dan kutarik mendekat ke arahku,
sehingga badan Trisni agak merangkak di antara kedua kakiku. Kepalanya kutarik
mendekat pada kemaluanku, dan aku berusaha memasukkan penisku ke mulutnya. Akan
tetapi dia hanya mau menciuminya saja, lidahnya bermain-main di kepala dan di
sekitar batang penisku. Lalu dia mulai menjilati kedua buah pelirku, waahh..,
geli banget rasanya.
Akhirnya
kelihatan dia mulai meningkatkan permainannya dan dia mulai menghisap penisku
pelan-pelan. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan hisapan Trisni itu,
tiba-tiba si Erni pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah, dan dia terkejut
ketika melihat adegan kami. Kami berdua juga sangat kaget, sehingga aktivitas
kami jadi terhenti dengan mendadak.
“Ehh.., Erni
kamu jangan lapor ke Paman atau Bibi ya..! Awas kalau lapor..!” ancamku. “Ii..
ii.. iyaa.. Deen..!” jawabnya terbata-bata sambil matanya setengah terbelalak
melihat kemaluanku yang besar itu tidak tertutup dan masih tegak berdiri. “Kamu
duduk di sini aja sambil nonton film itu..!” sahutkku. Dengan diam-diam dia
segera duduk di lantai sambil matanya tertuju ke layar TV.

Aku kemudian
melanjutkan aktivitasku terhadap Trisni, dengan melucuti semua baju Trisni.
Trisni terlihat agak kikuk juga terhadap Erni, akan tetapi melihat Erni yang
sedang asyik menonton adegan yang berlasung di layar TV itu, akhirnya diam saja
membiarkanku melanjutkan aktivitasku itu.
Setelah
bajunya kulepaskan sampai dia telanjang bulat, kutarik badannya ke arahku, lalu
dia kurebahkan di sofa panjang. Kedua kakinya tetap terjulur ke lantai, hanya
bagian pantatnya ke atas yang tergeletak di sofa. Sambil membuka bajuku, kedua
kakinya segera kukangkangi dan aku berlutut di antara kedua pahanya. Kedua
tanganku kuletakkan di atas pinggulnya dan jari-jari jempolku menekan pada
bibir kemaluannya, sehingga kedua bibir kemaluannya agak terbuka dan aku mulai
menjilati permukaan kemaluannya, ternyata kemaluannya sudah sangat basah. “Deen..,
oh Deen..! Uuenaak..!” rintihnya tanpa sadar.

Sambil terus
menjilati kemaluannya Trisni, aku melirik si Erni, tapi dia pura-pura tidak
melihat apa yang kami lakukan, akan tetapi dadanya terlihat naik turun dan
wajahnya terlihat memerah. Tidak berselang lama kemudian badannya Trisni
bergetar dengan hebat dan pantatnya terangkat ke atas dan dari mulutnya
terdengar desahan panjang.

Rupanya dia telah mengalami orgasme. Setelah itu
badannya terkulai lemas di atas sofa, dengan kedua kakinya tetap terjulur ke
lantai, matanya terpejam dan dari wajahnya terpancar suatu kepuasan, pada
dahinya terlihat bitik-bintik keringat. Aku lalu
berjongkok di antara kedua pahanya yang masih terkangkang itu dan kedua jari
jempol dan telunjuk tangan kiriku kuletakkan pada bibir kemaluannya dan kutekan
supaya agak membuka, sedang tangan kananku kupegang batang penisku yang telah
sangat tegang itu yang berukuran 19 cm, sambil kugesek-gesek kepala penisku ke
bibir vagina Trisni. Akhirnya kutempatkan kepala penisku pada bibir kemaluan
Trisni, yang telah terbuka oleh kedua jari tangan kiriku dan kutekan penisku
pelan-pelan. Bles..! mulai kepalanya menghilang pelan-pelan ke dalam vagina
Trisni diikuti patang penisku, centi demi centi menerobos ke dalam liang
vaginanya.

Sampai
akhirnya amblas semua batang penisku, sementara Trisni mengerang-erang keenakan.
“Aduhh.. eennaak.., ennkk Deen. Eenak..!”
Aku menggerakan pinggulku maju mundur pelan-pelan, sehingga penisku keluar masuk ke dalam vagina Trisni. Terasa masih sempit liang vagina Trisni, kepala dan batang penisku serasa dijepit dan diurut-urut di dalamnya. Amat nikmat rasanya penisku menerobos sesuatu yang kenyal, licin dan sempit. Rangsangan itu sampai terasa pada seluruh badanku sampai ke ujung rambutku.
Aku menggerakan pinggulku maju mundur pelan-pelan, sehingga penisku keluar masuk ke dalam vagina Trisni. Terasa masih sempit liang vagina Trisni, kepala dan batang penisku serasa dijepit dan diurut-urut di dalamnya. Amat nikmat rasanya penisku menerobos sesuatu yang kenyal, licin dan sempit. Rangsangan itu sampai terasa pada seluruh badanku sampai ke ujung rambutku.

Aku melirik
ke arah Erni, yang sekarang secara terang-terangan telah memandang langsung ke
arah kami dan melihat apa yang sedang kami lakukan itu. “Sini..! Daripada
bengong aja mendingan kamu ikut.., ayo sini..!” kataku pada Erni. Lalu dengan
masih malu-malu Erni menghampiri kami berdua. Aku ganti posisi, Trisni kusuruh
menungging, telungkup di sofa. Sekarang dia berlutut di lantai, dimana perutnya
terletak di sofa.

Aku berlutut di belakangnya dan kedua pahanya kutarik melebar
dan kumasukkan penisku dari belakang menerobos ke dalam vaginanya. Kugarap dia
dari belakang sambil kedua tanganku bergerilya di tubuh Erni.
Kuelus-elus
dadanya yang masih terbungkus dengan baju, kuusap-usap perutnya. Ketika
tanganku sampai di celana dalamnya, ternyata bagian bawah CD-nya sudah basah,
aku mencium mulutnya lalu kusuruh dia meloloskan blouse dan BH-nya. Setelah itu
aku menghisap putingnya berganti-ganti, dia kelihatan sudah sangat terangsang.
Kusuruh dia melepaskan semua sisa pakaiannya, sementara pada saat bersamaan aku
merasakan penisku yang berada di dalam vagina Trisni tersiram oleh cairan
hangat dan badan Trisni terlonjak-lonjak, sedangkan pantatnya bergetar.

Oohhh.., rupanya Trisni mengalami orgasme lagi pikirku. Setelah badannya
bergetar dengan hebat, Trisni pun terkulai lemas sambil telungkup di sofa.
Lalu kucabut
penisku dan kumasukkan pelan-pelan ke vagina si Erni yang telah kusuruh tidur
telentang di lantai. Ternyata kemaluan Erni lebih enak dan terasa lubangnya
lebih sempit dibandingkan dengan kemaluan Trisni. Mungkin karena Erni masih
lebih muda dan jarang ketemu dengan suaminya pikirku.

Setelah masuk
semua aku baru merasakan bahwa vagina si Erni itu dapat mengempot-empot,
penisku seperti diremas-remas dan dihisap-hisap rasanya. “Uh enak banget
memekmu Errr. Kamu apain itu memekmu heh..?” kataku dan si Erni hanya
senyum-senyum saja, lalu kupompa dengan lebih semangat. “Den.., ayoo lebih
cepat..! Deen.. lebih cepat. Iiih..!” dan kelihatan bahwa si Erni pun akan
mencapai klimaks.

“Iihh.. iihh.. iihh.. hmm.. oohh.. Denn.. enaakk Deen..!” rintihnya terputus-putus sambil badannya mengejang-ngejang.
Aku mendiamkan
gerakan penisku di dalam lubang vagina Erni sambil merasakan ramasan dan
empotan vagina Erni yang lain dari pada lain itu. Kemudian kucabut penisku dari
kemaluan Erni, Trisni langsung mendekat dan dikocoknya penisku dengan tangannya
sambil dihisap ujungnya.

Kemudian gantian Erni yang melakukannya. Kedua cewek
tersebut jongkok di depanku dan bergantian menghisap-hisap dan mengocok-ngocok
penisku.
Tidak lama
kemudian aku merasakan penisku mulai berdenyut-denyut dengan keras dan badanku
mulai bergetar dengan hebat. Sesuatu dari dalam penisku serasa akan menerobos
keluar, air maniku sudah mendesak keluar. “Akuu ngak tahan niihh.., mauu..
keluaar..!” mulutku mengguman, sementara tangan Erni terus mengocok dengan
cepat batang penisku.

Dan beberapa detik kemudian, “Crot.. croot.. croot..
crot..!” air maniku memancar dengan kencang yang segera ditampung oleh mulut
Erni dan Trisni. Empat kali semprotan yang kurasakan, dan kelihatannya dibagi
rata oleh Erni dan Trisni. Aku pun terkulai lemas sambil telentang di atas
sofa.
Selama
sebulan lebih aku bergantian mengerjai keduanya, kadang-kadang barengan juga. Pada
suatu hari paman memanggilku, “Ric Paman mau ke Singapore ada keperluan kurang
lebih dua minggu, kamu jaga rumah yaaa..! Nemenin Bibi kamu ya..!” kata pamanku.
“Iya deeh. Aku nggak akan dolan-dolan..!” jawabku. Dalam hatiku, “Kesempatan
datang niihh..!” Bibi tersenyum manis padaku, kelihatan senyumnya itu sangat
polos. “Hhmm.., tak tau dia bahaya sedang mengincarnya..” gumanku dalam hati. Niatku
ingin merasakan tubuh bibi sebentar lagi pasti akan kesampaian. “Sekarang nih
pasti akan dapat kunikmati tubuh Bibi yang bahenol..!” pikirku dalam hati. Setelah
keberangkatan paman, malam harinya selesai makan malam dengan bibi, aku nonton
Seputar Indonesia di ruang tengah.
Bibi menghampiriku sambil berkata, “Ric, badan Bibi agak cape hari ini, Bibi
mau tidur duluan yaa..!” sambil berjalan masuk ke kamarnya.
Tadinya aku mau melampiaskan niat malam ini, tapi karena badan bibi kelihatan agak tidak fit, maka kubatalkan niatku itu. Kasihan juga ngerjain bibi dalam keadaan kurang fit dan lagian rasanya kurang seru kalau nanti belum apa-apa bibi sudah lemas. Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk dapat menaklukkan bibi pada malam berikutnya.
Tadinya aku mau melampiaskan niat malam ini, tapi karena badan bibi kelihatan agak tidak fit, maka kubatalkan niatku itu. Kasihan juga ngerjain bibi dalam keadaan kurang fit dan lagian rasanya kurang seru kalau nanti belum apa-apa bibi sudah lemas. Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk dapat menaklukkan bibi pada malam berikutnya.
Malam itu
memang tidak terjadi apa-apa, tapi aku menyusun rencana untuk dapat menaklukkan
bibi. Pada malam berikutnya, setelah selesai makan malam bibi langsung masuk ke
dalam kamarnya. Selang sejenak dengan diam-diam aku menyusulnya. Pelan-pelan
kubuka pintu kamarnya yang kebetulan tidak dikunci. Sambil mengintip ke dalam,
di dalam kamar tidak terlihat adanya bibi, tapi dari dalam kamar mandi
terdengar suara air disiram. Rupanya bibi berada di dalam kamar mandi, aku pun
dengan berjingkat-jingkat langsung masuk ke kamar bibi. Aku kemudian bersembunyi
di bawah kolong tempat tidurnya.
Selang
sesaat, bibi keluar dari kamar mandi. Setelah mengunci pintu kamarnya, bibi
mematikan lampu besar, sehingga ruang kamarnya sekarang hanya diterangi oleh
lampu tidur yang terdapat di meja, di sisi tempat tidurnya. Kemudian bibi naik
ke tempat tidur. Tidak lama kemudian terdengar suara napasnya yang berbunyi
halus teratur menandakan bibi telah tertidur. Aku segera keluar dari bawah
tempat tidurnya dengan hati-hati, takut menimbulkan suara yang akan menyebabkan
bibi terbangun.
Kulihat bibi
tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan
AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi
hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah terangkat
sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna
putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut
hitam halus kecoklat-coklatan. Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi
padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan
teratur.
Walaupun
dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan
putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang menggairahkan itu
aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi
menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan
kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan
dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi
dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga
bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.
Terlihat bibi
agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang
becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi
terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya
mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya
terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat
perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.
Cepat-cepat
kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku
yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku
membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa
puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut
dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya.
Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang
terdapat di sisi tempat tidur bibi.
Sekarang
kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan
kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan
hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi. Kedua
lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak
menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat
di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah
merangkak di atas bibi.
Tangan kiriku
memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan
bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu
kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara
erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya
tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah
bibir kemaluan bibi.

Sekarang kepala
kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap
terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai
gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus
menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang
vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada
kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku,
kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku
mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

Kelihatan
sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku
ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua
matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu
di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat
tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap
mulut bibi agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi
berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku
langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos
masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.
Badan bibi
tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua
tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar
suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku. “Aauuhhmm.. aauuhhmm..
hhmm..!” desahnya tidak jelas. Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat,
kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang
besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.

Meskipun bibi
merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena
tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua
kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina
bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot
dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.
Karena sudah
kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur
kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi,
kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.
“Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku.
Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.
“Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku.
Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.
Perlahan-lahan
badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.
Kubisikan lagi ke kuping bibi, “Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”
Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.
Kemudian Bibi berkata, “Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!” Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.
Kubisikan lagi ke kuping bibi, “Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”
Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.
Kemudian Bibi berkata, “Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!” Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.

Rupanya
meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi
badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang
itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi. Akhirnya
dari mulut bibi terdengar suara, “Oohh.., oohh.., sshhh.., sshh.., eemm..,
eemm.., Riicc.., Riicc..!”
Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.
Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.

Dalam posisi
ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan
langsung ke dalam lubang kemaluan bibi. Kepalaku tepat berada di atas kepala
bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata
bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara
mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat
kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam
kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku
mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.
“Eehh..,
Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!” katanya.
Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Wooww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.
Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Wooww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.
Selang
sejenak kuhentikan ciumanku itu. Sambil memandang langsung ke dalam kedua
matanya dengan mesra, aku berkata, “Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali
sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”
Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.” Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.
Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.” Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.
Ciumanku kali
ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya
masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang
setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya,
sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.
Beberapa lama
kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping
bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu. “Iih..,
gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh
dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.
Sementara
aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari
mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke
bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum
pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah,
menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih
mulus itu.
Pada bagian
kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya
dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya. Mencari-cari dan akhirnya
menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang
kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya
mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang
dengan kuat. Keluhan panjang keluar dari mulutnya, “Oohh.., Riic.., oohh..
eunaakk.. Riic..!”
Sambil masih
terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga
bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah
berjongkok. Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi.
Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku
dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis
menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi
mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba
menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa
keluar erangan kenikmatan dari mulutku.

Dengan posisi
69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan
berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain. Beberapa saat
kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi.
Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi
tidur tertelungkup di atasku.

Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah
dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke
atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu
langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.
Dengan suatu
tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka
penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua
batangku. “Aahh..!” terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut
bibi.

Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.

Ketika
kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang
berayun-ayun di atasku. Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar
hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin
terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar,
hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku. Kemudian air
maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi,
yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya
disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan
terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.
Pada saat bersamaan
kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas
badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas. “Riic..,
terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!”
Setelah
beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan
diri satu sama lain. Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai
kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain,
sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong
badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku,
kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan
menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang
lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

“Aaughh..
oohh.. oohh..!” terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan
pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.
Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks. “Aaduhh.. Riic.. Biiibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.
Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks. “Aaduhh.. Riic.. Biiibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.

Dengan
penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku
membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot
bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan
kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan airmaniku
menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi
segenap relung-relung di dalamnya.

Semalaman itu
kami masih melakukan persetubuhan beberapa kali, dan baru berhenti kecapaian
menjelang fajar. Sejak saat itu, selanjutnya seminggu minimum 4 kali kami
secara sembunyi-sembunyi bersetubuh, diselang seling mengerjai si Trisni dan
Erni apabila ada waktu luang. Hal ini berlangsung terus tanpa paman mengetahuinya
sampai saya lulus serjana dan harus pindah ke Jakarta, karena diterima kerja di
suatu perusahaan asing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar