Ayu Istri
Sepupuku
Pesta pernikahan kakak sepupuku, Mas Suryo, dapat
dikatakan sangat meriah dan sangat mewah. Dia memang sangat beruntung,
perawakannya yang over size dengan perut yang mirip gentong itu tidak
menghalanginya untuk menikahi Mbak Ayu, seorang wanita yang sangat cantik
dengan body yang sangat aduhai.
Aku pun heran, kenapa wanita secantik Mbak Ayu yang
memiliki tubuh langsing dengan tinggi 170 cm itu mau menikahi Mas Suryo. Apa
mungkin karena kekayaan Mas Suryo? Tapi masa bodohlah, yang pasti mataku selalu
tidak bisa lepas dari Mbak Ayu, dan otakku pun sibuk memikirkan sesuatu yang
sangat nakal.
Seperti biasa, setiap 2 bulan sekali diadakan petemuan
keluarga. Karena keluarga kami merupakan keluarga yang sangat besar. Setiap
pertemuan keluarga, aku selalu berusaha untuk mencuri pandang, kecantikan dan
kemolekan tubuh Mbak Ayu yang sempurna itu memang membuatku jatuh cinta dan
sangat bernafsu. Ingin rasanya memeluk, mencium dan bercinta dengannya.
Tapi sayang pertemuan keluarga yang hanya sehari semalam itu sangatlah sebentar
bagiku. Aku selalu tidak pernah puas untuk mengkhayalkan Mbak Ayu. Setelah 14 kali pertemuan keluarga, sekitar 2 tahun
setelah pernikahan Mas Suryo dan Mbak Ayu, akupun kuliah di Jakarta. Karena
rumahku di Bandung, aku terpaksa harus mencari tempat kost. Tapi Mas Suryo
melarangku dan menyuruhku tinggal di rumah besarnya. Aku disuruh menjaga rumah selama kepergian Mas Suryo
ke negeri Belanda selama kira-kira 2 Bulan. “Sekalian menemani Mbak Ayu”,
demikian kata Mas Suryo. Aku jelas bersedia, selain ngirit uang kost juga bisa
selalu melihat keindahan Mbak Ayu.
Satu minggu telah belalu semenjak kepegian Mas Suryo.
Aku pun sibuk di kampus dengan berbagai jenis kegiatannya. Aku berusaha
menyibukkan diriku agar pikiran kotor mengenai Mbak Ayu dapat aku tepis. Aku
tidak mau menghianati Mas Suryo, kakak sepupuku. Jam 7 malam tepat aku sampai dirumah Mas Suryo, yang
kini hanya didiami oleh satu orang pembantu rumah tangga, satu orang satpam,
aku dan Mbak Ayu. Aku lihat Mbak Ayu belum pulang. Aku pun bebersih diri dan
kemudian bersantai di kursi sofa sambil mendengarkan music klasik dari
Beethoven. Dolby Digital Suround Sound System Super DTC yang ada di ruangan
tengah itu membuai diriku dan akupun terlelap. Entah berapa lama aku tertidur
di kursi sofa sampai kemudian aku terbangun dengan dering telephone dari mesin
faximile yang ada di kantor pribadi Mas Suryo.
Aku terkejut, terbangun dan bermaksud menuju ke arah
suara telephone tersebut. Belum sempat aku beranjak dari kursi sofa, aku
melihat suatu pemandangan yang sangat mengejutkan. Pintu kamar Mbak Ayu
terbuka, dan keluarlah Mbak Ayu dengan rambut yang basah dan hanya di bungkus
handuk berlari menuju kearah ruang kerja Mas Suryo. Dari ruang santai tersebut
aku bisa melihat jelas kearah ruang kerja Mas Suryo. Aku lihat Mbak Ayu sedang
berbicara dengan seseorang di telephone tersebut.
Handuk itu membungkus tubuh Mbak Ayu mulai dada sampai
sampai perbatasan antara pantat dan pahanya. Hatiku berdebar sangat keras
melihat itu semua. Terlihat betapa sintalnya tubuh Mbak Ayu. Walaupun
terbungkus handuk, bentuk pinggul dan pantatnya dapat terlihat jelas. Jantungku
tambah tidak karuan ketika Mbak Ayu mengambil sebuah buku dari lemari atas yang
membuat handuk tersebut semakin terangkat.
“Oh, My God!” Ternyata Mbak Ayu tidak memakai CD,
terlihat belahan pantatnya yang sangat bulat, padat, putih dan mulus tak
bercacat. Mbak Ayu membalikan tubuhnya, aku terkejut dan tetap pura-pura
tertidur. Mbak Ayu kemudian duduk diatas meja kerja Mas Suryo dan membaca buku
yang baru saja diambilnya. Hal ini membuatku semakin gila. Kali ini Mbak Ayu
menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga handuknya makin naik
ke atas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, pahanya yang
putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa mau copot.
“Pletak..!” Tak
sengaja kakiku menyenggol vas bunga di atas meja didepan kursi sofa tempat aku
berbaring. Aku kaget setengah mati takut ketahuan Mbak Ayu. Untung aku tidak
kehabisan akal, aku bangun dan membenarkan posisi vas bunga tadi dengn terus
berpura-pura tidak menyadari keberadaan Mbak Ayu.
“Apaan tuh?” Tanyanya yang kemudian aku jawab dengan
singkat.
“Eh.., ini Mbak vas bunganya jatuh.” Jawabku.
“Agus, kesini deh sebentar..!” Aku kaget setengah
mati, Mbak Ayu memanggilku.
Aku berjalan dengan pura-pura sempoyongan karena masih
mengantuk. Aku berjalan menuju ruang kerja Mas Suryo. Kulihat dari dekat Mbak
Ayu dengan posisi yang masih sama memandangiku. Perpaduan antara betis indah
dengan paha yang putih, mulus padat berisi itu semakin jelas.
“Duduk sini!” Perintahnya sambil menunjukan kursi yang
berada tepat didepan meja yang diduduki Mbak Ayu.
Aku menurut tanpa sepatah katapun. Setelah aku duduk
di depannya, Mbak Ayu mengangkat kaki kanannya dan meletakkan telapak kakinya
tepat diantara pahaku. Aku hanya terdiam dengan jantung yang semakin kencang.
Entah apa maksud Mbak Ayu.
“Nih, lihat.., tadi pagi aku kesandung, dan jari
kelingkingku sedikit memar.” katanya sambil tak hentinya kutatap kakinya yang
indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih sangatlah indah bila di
pandang dan di pegang.
“Mau nggak
pijitin kaki Mbak?” Aku pun langsung meraih betis yang indah itu.
Mbak Ayu mengangkat kaki kanannya dari pangkuan kaki
kirinya. Aku tak menyadari gerakan itu karena pikiran dan mataku saat itu
terfokus kepada sesuatu diantara kedua belah paha Mbak Ayu. Aku terkejut,
telapak kaki kiri Mbak Ayu tiba-tiba membelai dan memutari daerah kemaluanku
yang masih tegang dan terbungkus celana jeansku. Aku memandangi Mbak Ayu dan..,
“Jangan kegat, Mbak tau koq, dari dulu kamu selalu
merhatiin Mbak terus khan?” Katanya. Aku heran dari mana Mbak Ayu tahu kalau aku emmang
selalu mengagumi keindahannya. “Mbak Ayu juga selalu merhatiin kamu, cuma kamu aja
yang nggak pernah sadar.” Katanya lagi. “Kamu sayang Mbak Ayu nggak?” Tanyanya. “Ssayang mm.. mb.. mbak!” Jawabku terbata-bata.
“Mbak Ayu juga sayang kamu”. “Bener deh!”
“Kalo kamu sayang Mbak Ayu, kamu tolongin Mbak Ayu mau
khan?” Tanyanya.
“Mau Mbak, tolong apaan?” Tanyaku lagi. “Cium betis Mbak Ayu donk sayang!”
Baru kali ini Mbak Ayu memanggilku sayang, bisanya
Mbak Ayu hanya memanggil namaku. Tanpa satu pertanyaan pun aku ciumi betisnya yang
putih dan indah itu. Aku tidak hanya menciumi betis itu, sesekali aku menjilati
betis itu. Makin lama makin ke atas sampai ke pahanya. Mbak Ayu menggelinjang
hebat, desahannya membuatku semakin buas.
“Ah.., sayang.. terus sayang.. enak..!” Aku menjadi semakin
nekat, makin lama aku makin keatas terus dan kemudian bibirku tak hentinya
menciumi paha Mbak Ayu. Semakin lama semakin keatas.
“Cium aku sayang!” Tiba-tiba Mbak Ayu menghentikan
gerakanku.
Dengan kedua tanggannya Mbak Ayu menarik kepalaku dan
membimbingku untuk mencium kedua bibirnya yang sangat tipis dan berwarna merah
muda. Kita berdua akhirnya saling berciuman. Sesekali lidahku masuk kemulutnya
dan begitu pula sebaliknya. Lidah kita saling bermain di dalam mulut. Aku dapat
merasakan, kedua tangan Mbak Ayu berusaha membuka ikat pinggang kulitku. Aku
terdiam saja, sampai akhirnta Mbak Ayu menyelipkan tanggannya ke balik
celanaku. Mbak Ayu meraih batang kemaluanku, aku terus menciuminya sambil
mencari ikatan yang mengikat handuk Mbak Ayu.
“Mbak aku lepas ya handuknya?” Kataku.
Mbak Ayu hanya menganggukan kepalanya sambil terus
memandangiku. Tak lama kemudian aku lihat Mbak Ayu sudah telanjang bulat
didepanku, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang langsing, putih,
mulus dan padat tersebut. Terlihat jelas olehku kedua bukit kembarnya. Besarnya
tidak seberapa, tetapi memiliki bentuk yang sangat indah. Kencang, Padat, keras
dengan puting yang sedikit mencuat keatas. Aku tak sabar, mulutku langsung
mendarat tepat di puting susunya. Saat itu aku lakukan segala sesuatu yang bisa
mulutku lakukan. Menjilati, menciumi dan menghisap. Kulakukan itu secara
bergantian antara yang kiri dan kanan. Aku benar-benar asyik dengan kesibukanku
saat itu.
“Ah, sayang.. terus sayang.. oh.” Aku menjelajahi
seluruh tubuh bagian atasnya.
Dari kedua bukit kembarnya, aku ber alih ke ketiaknya.
Aku angkat ke dua tangannya. Ketiaknya yang tanpa bulu dan beraroma wangi itu
aku jilati dengan ujung lidahku. Mbak Ayu menjepit kepalaku.
“Ah, jangan
disitu dong, aku nggak kuat, geli!” akupun beralih ke perutnya.
“Busyet..!” Pikirku, tak sedikitpun lemak yang aku
temukan di perutnya.
Sambil menciumi dan menjilati perutnya aku penasaran
apakah ada sedikit saja lemak yang bertengger di perutnya. Aku memutar ke
pinggangnya.
“Ah..sayang, ternyata kamu nakal..!” Mbak Ayu mulai
meracau.
Aku terus memutari bagian perutnya yang ternyata tak
ada lemak sama sekali.
“Hebat.., a perfect woman.” pikirku.
“Tak ada, ya.. betul.. sama sekali.., tak ada cacatnya
sama sekali tubuh wanita ini.” pikirku. “Putih, mulus, padat, bersih, tak berlemak dan
kencang.” aku terus menikmati menjilati tubuhnya.
“Buka celana kamu sayang..!” Mbak Ayu menyuruhku, aku
pun melorotkan celanaku sekaligus dengan CD ku, sehingga akupun telanjang
bulat.
Batang kemaluanku sudah benar-benar mencuat keatas.
“Wow, Punya kamu udah bangun rupanya.”
“Tunggu sebentar ya.”
Mbak Ayu naik keatas meja, seluruh tubuhnya
benar-benar di atas meja. Mbak Ayu mengatur posisinya, dan akhirnya Mbak Ayu
nungging diatas meja dengan wajah tepat di depan kemaluanku. Tangannya kirinya
meraih dan menarik batang kemaluanku. Aku menurut saja bagaikan kerbau yang di
cocok hidungnya. Mbak Ayu mulai menciumi kepala kemaluanku.

“OH..,!” Sekarang giliranku yang merasakan nikmatnya
permainan yang Mbak Ayu lakukan.
Mula-mula hanya kepala kemaluanku yang merasakan
hisapan, jilatan, dan sedikit sentuhan giginya yang putih bersih. Lama kelamaan
Mbak Ayu membenamkan batang kemaluanku sedikit demi sedikit kedalam mulutnya.
“Ah.., Uh..!” Aku mendesah pelan dengan sedikit
menyeringai untuk menahan gejolak yang sedang berkecamuk di dalam tubuhku.
Aku nggak mau hal ini cepat selesai. Mbak Ayu terus
mempermainkan batang kemaluanku. Kadang sesekali Mbak Ayu mengulum kedua
bijiku. Hal ini membuat kusedikit mules, tapi kenikmatan yang aku raih jauh
dari itu semua.
Aku tak mau diam, aku julurkan tangan kananku untuk
meraih perbatasan punggung dan belahan pantatnya. Untuk mengimbangi
permainannya, pantat Mbak Ayu yang terlihat nungging, ku remas dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri masih meraba-raba punggung Mbak Ayu, aku raba dan
aku belai punggung yang putih mulus itu. Tanganku bergerak turun menelusuri
celah pantatnya, dan sekarang menuju liang kemaluannya.
Kemaluan itu kemudian aku sentuh dari belakang, dan
terasa sudah sangat basah dan merekah. Aku belai-belai bibir luar kewanitaannya
dan akhirnya ku belai-belai clitoris-nya. Merasa clitoris-nya tersentuh oleh
jari saya, pantat Mbak Ayu semakin dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke
batang kejantanan ku semakin kencang dan buas. Melihat perpaduan antara belaian
klitoris, punggung yang putih mulus dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin
maracau.

Kocokan mulutnya terhadap Batangku semakin lama
semakin dalam dan cepat. Kadang kepalanya naik dan turun, tetapi kadang
kepalanya juga sedikit berputar. Sedikit perubahan gerak dari kepalanya, terasa
sangat nikmat aku rasakan. Aku mulai kehilangan kendali, ada sesuatu yang
bergejolak di atas pangkal batang kemaluanku. Entah mengapa, tangan kanannya
menyentuh perutku dan mendorongku. Dorongannya sedikit kuat sehingga aku
terduduk di kursi lagi.
“Plop..!” Terdengar suara yang lucu akibat terlepasnya
batang kemaluanku dari mulut mungilnya.
“Sekarang giliran kamu sayang.” Seakan Mbak Ayu tahu,
bahwa aku sudah mulai kehilangan kendali. Mbak Ayu menghentikan permainannya
dan mengatur posisinya lagi.
Aku dapat melihat dengan jelas. Lubang kenikmatan Mbak
Ayu yang bewarna merah muda dan merekah itu. Aku memandanginya sejenak. Betapa
indah lubang surga Mbak Ayu yang membuatku seakan tak bernafas menahan gelora
dan aliran listrik yang mulai over load. Jari tengah tangan kanan Mbak Ayu
mempermainkan lubang surganya kekiri, kekanan, keatas, dan kebawah sehingga
tampak kemaluan Mbak Ayu kembang seakan kembang kempis.
Sesekali Mbak Ayu Mempermainkan clitoris-nya sendiri.
Tak berapa lama, wajahnya yang cantik dengan rambutnya yang hitam legam dan
panjang itu menengok kebelakang, matanya yang semula bulat kini redup, dan dari
bibirnya yang indah Mbak Ayu berkata,” Kamu mau ini khan?” ujar Mbak Ayu yang
posisinya semakin menungging untuk menunjukan keindahan ludang surganya kepada
ku agar lebih jelas dan agar aku semakin gila.
“Cukup sudah..!” Pikirku.
“Aku nggak tahan lagi.” Maka aku dekatkan batang
kejantananku yang sudah tegak keras keatas dengan lubang kewanitaannya yang
semakin harum dan basah itu. “Ah.. sayang.. Ufhh!” Aku tempelkan kepala batang ku
ke clitoris-nya dan aku gesek-gesekan ke sekitar lubang kenikmatannya.
“Sekarang sayang, sekarang.” Mbak Ayu sudah tidak bisa
menahan hawa nasfunya. Tangan kirinya menjulur ke belakang dan meraih batang
kemaluanku. Mbak Ayu membimbingnya mendekati gua surga itu, dan..
“Ss.. slek!” secara perlahan dan mantap, batang
kemaluanku telah terbenam di lubang kenikmatan Mbak Ayu.
Aku dorong pantatku secara amat sangat perlahan
sehingga batang kemaluanku pun masuk secara amat sangat perlahan pula. Mulai
dari bagian kepala kemaluanku, kemudian bagian leher, kemudian bagian batang,
hingga semuanya amblas sampai ke pangkal kelamulanku.

“Ahh..” Mbak Ayu dan akupun mendesah menahan
kenikmatan yang tiada tara tersebut seiring dengan pergerakan batang
kejantananku.
Aku sengaja tidak langsung mengocokkan kontolku, aku
diamkan semua bagian kejantannanku tetap habis amblas di lubang surganya
sejenak. Aku rasakan sejenak betapa rasa lembab, basah, dan hangat yang luar
biasa indah menyelimuti kemaluanku. Walaupun kemaluanku masih belum bergerak,
aku dapat merasakan kemaluan Mbak Ayu yang tidak hanya sempit, tapi juga dapat
menghisap dan menekan-nekan kemaluanku.
Tanpa menarik kontolku, aku gerakan pantatku kedepan
tiga kali sehingga.., “Bleb, bleb, bleb..!” Posisi Mbak Ayu pun sedikit maju
karena tekanan dari ku.
“Oh.., Ah.., Oh..!” Desahan Mbak Ayu seiring dengan
tekanan tadi.

“Sayang, cepat donk, pompa aku semau kamu!” Pinta Mbak
Ayu.
Aku mulai menarik dengan perlahan kemaluanku sampai
sebatas leher kemaluanku, kemudian aku tekan perlahan, tapi hanya sampai
setengah batang kejantananku, kemudan aku tarik, aku tekan setengah, tarik,
tekan, tarik tekan.. terus begitu secara berulang. Aku melakukan dengan cara
yang aku baca dari buku kama sutra, yaitu, aku tarik keluar kejantananku sampai
sebatas leher dan kemudian aku masukan hanya setengah dari batang kejantananku
sebanyak 10 kali, dan kemudian diselingi 1 kali keluar sebatas leher dan masuk
sampai amblas semua batangku dan menahannya sejenak untuk memberikan kesempatan
kepada Mbak Ayu untuk melakukan gerakan berputar.
“Crek, crek.. crek.. crek.” Suara indah itu terulang
sepuluh kali, diselingi dengan.. “Sleb..” sebanyak sekali “Plok, plok, plok,
plok..!” Suara yang muncul akibat benturan antara pangkal pahaku dengan pantat
putih mulus Mbak Ayu membuat suasana semakin indah. Memek Mbak Ayu memang gila.
Betapa aku tak perlu mengangkat pantatku sedikit keatas agar mendapat gesekan
dan tekanan pada bagian atas batang kemaluanku, atau ke bawah agar gesekannya
lebih terasa di bawah, atau kekiri, atau kekanan.., semua itu tidak perlu sama
sekali. Kemaluan Mbak Ayu yang benar-benar lubang surga itu sudah sangat
sempit, sehingga menekan dan menggesek semua permukaan kontolku, dari ujung
kepala sampai ke pangkal kemaluanku.

Aku tak bisa lagi mengatur gerakanku, semakin lama
gerakanku semakin cepat, dan tekanannya pun semakin keras. Dari posisiku yang
di belakang, aku dapat jelas melihat penisku keluar masuk cepat ke lubang
vaginanya, dan saking pasnya, terlihat bibir vagina Mbak Ayu itu tertarik
keluar setiap batangku kutarik keluar.
“Oughh, ough.., ah.., oh.., kamu hebat sayang.” Mbak
Ayu terus mendesah dan meracau.
Sesekali dengan posisinya yang menungging, tangan
kanan Mbak Ayu kebelakang dan menyentuh perutku untuk menahan tekanan yang aku
lakukan. Aneh memang, Mbak Ayu menahan laju tekanan penisku dengan tangannya,
tetapi Mbak Ayu terus meracau..
“Terus sayang, ah.., terus, terus sayang..!”
Buah dada Mbak Ayu terpental-pental dan desahannya
benar-benar menghanyutkan, seperti suara musik terindah yang pernah aku dengar.
“Ahh.. shh sshh sayang, Ohh.. enakk.. Uhh uhh.. hmm..
Enak sayang.. terus!” Seru Mbak Ayu.

“Aowww..!” Tiba-tiba Mbak Ayu sedikit berteriak.
“Kenapa Mbak, sakit ya?” Tanyaku yang hanya di jawab
dengan senyum dan gelengan kepalanya saja.
“Teruskan sayang aku suka koq.” Katanya.
Aku berpikir mungkin gerakanku terlalu kuat, ditambah
liang vagina Mbak Ayu yang begitu sempitnya. Maka aku ambil inisiatif untuk
mengangkat kaki kanannya. Aku angkat kaki kanannya agar lubang surga Mbak Ayu
sedikit lebih longgar, sehingga Mbak Ayu dapat lebih menikmatinya.
“Oghh, ff, sayang kamu memang hebat!” Katanya.
Karena gesekan yang terjadi sedikit berkurang, aku
semakin cepat melakukan gerakan maju mundur dengan sedikit gerakan keatas
akibat terangkatnya kaki kanan Mbak Ayu dengan tangan kananku. Semua hal itu
tidak mengurangi kenikmatan yang aku rasakan, bahkan percintaan kami menjadi
lebih variatif, sampai suatu saat aku turunkan lagi kaki kanannya dan kedua
tanganku memegang pinggulnya kuat-kuat sambil sesekali meremas pantatnya yang
bulat indah itu. Dan..“Oughh.. sayang.. aku keluar..!” Vagina Mbak Ayu
kurasakan semakin licin dan hangat, tapi denyutannya semakin terasa.

Aku dibuat terbang rasanya. Aku hentikan gerakan maju
mundurku, sekarang aku benamkan seluruh batang penisku ke liang vagina Mbak Ayu
sambil terus mendenyutkan batang kemaluanku. Aku tekan dengan kuat penisku
sambil menahan pinggulnya yang indah. Aku yakin benar, denyutan yang aku buat
di batang kemaluanku dan tekanan hebat terhadap kewanitaannya membuat orgasme
Mbak Ayu makin hebat dirasakannya. Terbukti dari kenikmatan orgasmenya itu,
sekonyong-konyong membuatnya terbangun dari posisi nunggingnya disertai kedua
tanggannya menjambak rambut kepalaku dengan kuat dan wajahnya yang menyeringai
menahan gejolak kenikmatan surgawi.
“Huff, huff, huff..!” Nafas Mbak Ayu menunjukan dia
baru saja mengalami sensasi elektrikal yang hebat menjalar di tubuhnya.
Tubuhnya sedikit lemas. Aku tahan beban tubuhnya
dengan tangan kiriku yang kemudian melingkari pinggulnya yang padat dan mulus
itu sementara tangan kananku mengambil kursi tadi dan kemudian aku duduk di
kursi itu sambil memangku dan menciumi bibirnya yang merah merekah.
“Oh sayang, aku keluar, oh enaknya.” Mbak Ayu berbisik
padaku sambil sesekali mencium telingaku.
Batang kejantananku pun masih terbenam di dalam
kewanitaannya. Apa lagi dengan Mbak Ayu di pangkuanku, membuat batang kemaluanku
amblas habis sampai di pangkalnya. Hanya saat ini tidak terjadi gerakan-gerakan
yang berarti.
“Kamu belum keluar ya?” Tanya Mbak Ayu, aku diam saja
dengan sedikit menggelengkan kepala.
Aku biarkan Mbak Ayu berbicara, karena memang aku
menikmatinya. Aku biarkan Mbak Ayu beristirahat sebentar sambil menciumi wajah
ku disertai tangannya yang terus-terusan meraba biji pelerku. Rasa hangat di
batang kemaluanku masih begitu terasa, ingin rasanya aku gerakan lagi. Tapi aku
bersabar, aku biarkan bidadariku mengumpulkan tenaganya untuk pertarungan tahap
berikutnya. Tak berapa lama, aku coba mendenyutkan batangku.
“Ah, aow.. geli dong sayang..!” Mbak Ayu berceloteh
sambil disertai tawanya yang manja. “Kamu masih kuat nggak, sayang?” Aku tidak lagi
terdiam, pertanyaan ini harus kujawab. “Masih donk, Mbak.” Kataku, aku masih tetap untuk
berusaha menahan diri. “Pindah ke kamarku yuk?” Ajak Mbak Ayu.
“Tapi jangan di lepas ya sayang, punyaku masih betah
sama punyamu.” Celoteh Mbak Ayu. Secara perlahan dan berhati-hati aku bangun dari kursi
itu. Dengan posisi membelakangiku, aku bawa Mbak Ayu keatas meja. Dan secara
perlahan aku putar tubuh Mbak Ayu dengan amat sangat hati-hati karena Mbak Ayu
tidak ingin kontolku terlepas dari memeknya, begitu pula aku. Dengan sedikit
kerjasama, akhirnya kami berdua sudah saling berhadapan. Mbak Ayu langsung ku
gendong dengan penisku yang masih tatap tertanam. Kedua belah kaki panjang Mbak
Ayu mengempit pinggangku erat-erat. Aku pun melangkah ke kamar Mbak Ayu.
Sesampai di kamar, aku rebahkan tubuh Mbak Ayu di
tempat tidur yang masih rapi. Tampak olehku kedua susu Mbak Ayu yang indah.
Puting susu yang kemerahan itu membuatku langsung melumatnya. Mbak Ayu hanya
bisa mendesah dan menggigit bibir bawahnya. Ketika aku baru menggerakan
pantatku keatas Mbak Ayu, menghentikan gerakanku..
“Sayang, tadi kamu yang kerja, sekarang giliran aku
donk!”
“Aku pengen di atas ya!” Belum sempat aku jawab, Mbak
Ayu sudah mendorong tubuhku, sehingga aku mau nggak mau merebahkan tubuhku
diatas kasur empuk tadi. Mbak Ayu sekarang sudah ada di atasku tepat membentuk
sudut 90 derajat dengan tubuhku. “Luruskan kakinya sayang!” Perintah Mbak Ayu sambil
memegang kedua pahaku dan meluruskan kakiku.
Kedua tangan Mbak Ayu kemudian memegang kedua puting
susunya dan meremas kedua payudaranya sendiri, dan mulai menangkat pantatnya
dan menurunkannya kembali. Saat ini dialah yang memompaku. Aku baru sadar,
bahwa Mbak Ayu saat ini tiada lain adalah kuda liar yang tak terkendali. Dia
bergerak keatas dan kebawah yang kemudian di selingi dengan memutarkan
pinggulnya yangjuga disambung dengan gerakan maju mundurnya.
Maju, mudur, atas, bawah, kiri, kanan, putar. Serasa
penisku dipermainkan seenaknya. Mbak Ayu menjadikan batang kemaluanku sebagai
budak nafsunya. Kedua tanganku sibuk meremas-remas payudaranya, memelintir dan
mencubit punting susunya, dan memegang pinggulnya.
Sesekali dia membungkukkan badannya untuk menciumiku.
Aku tidak diijinkannya untuk bangun dan mencium bibir atau pun buah dadanya.
Saat ini dia terus memegang kendali. Kontolku semakin panas, rasa nikmat
menjalar keseluruh tubuhku. “Oh.. Mbak Ayu, terus Mbak..!” Aku mulai meracau.
Betapa liarnya wanita ini. Rasa hangat dan nikmat yang
tak terhingga mulai merambah batang kejantananku yang semakin lama mulai aku
rasakan desiran yang hebat. Aku memejamkan mata dan meremas pinggul dan susu
Mbak Ayu. Aku tahan gejolak kenikmatan surgawi ini. Aku tak ingin benteng
pertahananku Bobol, sebelum bidadari diatasku memuaskan diri memperbudak batang
kemaluanku. Kempotan memek Mbak Ayu semakin lama semakin kuat.
Kemaluanku terasa terjepit dan semakin terjepit. Basah, lembab, licin, dan
hangat menjadi satu menciptakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Aku
berusaha menahan serangan sang bidadari. Kejadian tersebut terus berulang.
Nafas kita berdua menderu-deru. Tubuh kami penuh dengan keringat.

“Oh.. Ah.. Oh.., Oughh, Off, Aowww..!” Mbak Ayu pun
sudah tidak lagi mendesah.
Desahannya di ganti dengan teriakan dan jeritan kecil.
Gerakannya makin liar. Aku merasa kasihan melihat batangku diperbudak
sedemikian rupa, tapi apa daya, kenikmatan yang aku rasakan lebih dari
segalanya di dunia ini. Mendadak kulihat tubuh Mbak Ayu mengejang. Mbak Ayu
menengadahkan kepalanya. Urat lehernya nampak, dia berteriak kecil. “Aaoowww..!”
Kurasakan semburan lava panas menyelimuti batangku
yang masih terbenam.
“Oh..!” kataku.
Nikmat sekali rasanya. Mbak Ayu menjatuhkan tubuhnya
didalam pelukanku. Dia mengalami orgasme lagi, hanya kali ini dia tidak mampu
berkata apa-apa lagi. Tampak betapa lelahnya dia. Tapi untuk kali ini aku tak
bisa memberi waktu lagi untuk Mbak Ayu beristirahat. Aku sidah hampir dipuncak,
mulai terasa olehku puncak kenikmatan yang sebentar lagi aku rasakan. Aku
balikan tubuhku sehingga tubuh mulus Mbak Ayu ada di bawahku.
“Oh sayang, aku tadi keluar lagi..!”
“Aku sudak cap..’” Belum sempat dia selesaikan
ucapannya, aku sumpal kedua belah bibirnya dengan mulutku. Aku bimbing kedua
betis Mbak Ayu agar bertumpu di kedua bahuku. Aku mulai memompa dengan cepat
dan dahsyat.
“Oh..sayang, kamu cepat keluar ya sayang..!”
“Aku sudah mulai lelah!”
Aku terdiam dan hanya terus memompa kemaluanku sampai
amblas dan menariknya keluar sampai sebatas leher. Aku sudah tidak dapat
mengendalikan tubuhku sendiri. Seakan tubuhku bisa bergerak sendiri semaunya.
“Oh.. ampun sayang..!” Desah Mbak Ayu
Aku sedikit takut, jikalau Mbak Ayu tidak bisa
memuaskan aku saat itu. Tapi aku tak perduli. Aku kemudian berinisiatif, aku
keleuarkan sejenak kontol ku dari lubang hangat Mbak Ayu sejenak, kemudian aku
angkat pinggul Mbak Ayu dan aku ambil tiga buah bantal untuk mengganjal pantat
Mbak Ayu. Sehingga Vagina Mbak Ayu terbuka dan terlihat Itil Mbak Ayu yang
mencuat. Keindahan vagina Mbak Ayu yang berwarna merah muda dan dihiasi dengan
clitoris-nya yang kecil mungil itu membuatku semakin buas.
Aku arahkan dan aku masukkan kembali batangku kedalam
lubang surga milik Mbak Ayu tersebut. Hanya kali ini aku memasukkannya dengan
cepat dan tepat tanpa basa-basi lagi. Lalu aku memompanya dan terus memompanya
dengan cepat sekali sambil jari-jemari tangan kananku mempermainkan
clitoris–nya.
Entah mengapa, teriakan dan desahan Mbak Ayu berubah
lagi, yang asalnya, “Aku capek sayang, ampun.., aku capek..!”, telah Berubah
menjadi.., “Terus sayang, aku sanggup keluar sekali lagi.. terus sayang..
teruuss!”
Desahan dan jeritan kecil itu membuatku semakin
semangat. Aku genjot terus, terus dan terus..!

“Oh sayangku, aku mau keluar lagi..!” Kata Mbak Ayu.
“Sebentar sayang, sebentar lagi aku juga keluar..
taah.., ttahan dulu ya sayang..!” Aku mulai nggak keruan.
Genjotan kontolku, goyangan pinggul Mbak Ayu, dan
kempotan memek Mbak Ayu. Membuat segalanya tak terkendali. Ketika kulihat Mbak
Ayu mulai menengadahkan kepalanya dan urat lehernya mulai mengejang. Aku segera
mempercepat genjotanku, dan akhirnya..
“Aakkhh..!” Kami berdua berteriak kecil, kedua tangan
Mbak Ayu memegang pantatku dan menekannya dengan keras kearah memeknya sampai
kejantananku amblas habis tak bersisa satu mili pun. Aku membungkukan badanku
dan menyelipkan pergelangan tanganku ke ketiaknya dan telapak tanganku
mengangkat kepalanya sehingga aku bisa mencium bibirnya.
“Crot.. serr.. crot.. serr.. crot.. ser..”
Entah berapa kali cairan puncak kenikmatan surgawi ku
menyembur dan bertemu dengan cairan kenikmatan tiada tara nya Mbak Ayu. Cairan
kenikmatan kami saling bertemu di dalam vagina Mbak Ayu. Mungkin sekitar 40
atau 50 detik, kita berdua saling merengkuh puncak kenikmatan itu. Kehangatan
yang amat sangat indah itu menyelimuti kejantananku.
Kontolku terus berdenyut seiring dengan memek Mbak Ayu
yang juga berdenyut. Kita berdua tidak sanggup lagi berkata apapun juga. Tubuh
Mbak Ayu tergeletak di samping tubuhku. Aku berusaha untuk mengangkat tubuhnku dengan
tenagaku yang terakhir.
Aku cium bibirnya dan Mbak Ayu pun berkata, “Yy.. yang
terakhir itu.. ad.. adalah or.. orgg.. orgasme ku yang paling lama..”, lalu
kami berdua pun tidur saling berpelukan sampai keesokan paginya.
Semenjak itu kami bagaikan sepasang burung yang sedang
kasmaran. Diluar kesibukan kami sehari-hari selalu kami gunakan untuk bercinta
dan bercinta. Tiada hari yang kami lewatkan tanpa sex. Kami pun sering membaca
buku tentang sex agar kami berdua selalu bisa terpuaskan, dan yang paling
penting, memuaskan. Kami pun tak tahu waktu dan tempat.
Kadang kami melakukannya di Garasi, di meja dapur, di
sofa, di dalam mobil, di kamar mandi, di kolam renang, di halaman rumah, di
atas rumput, bahkan kami pernah melakukannya di dalam lift sebuah Mall yang
saat itu mendadak macet dan kami terjebak di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar