Nama saya
adalah Anis. Usiaku sekarang 38 tahun dan berat badan 57 kg serta kulitku
berwarna sedikit hitam. Kini aku tinggal bersama seorang istri dengan 3 orang
anak di salah sati ibu kota Kabupaten Sulsel, yang masih bestatus kontrakan.
Aku menikah dengan seorang gadis dari suku lain di sulsel th. 1990 atas dasar
kemauan orangtua kami. Meskipun
pernikahanku tidak didasari rasa cinta yang mendalam, namun sebagai pria normal
yang bernafsu tinggi, penyaluran sexku adalah utama, yang terbukti dengan lahirnya
3 orang anak dari rahim istriku itu. Ceritanya
berawal ketika aku mengirim cerita porno yang tidak sepenuhnya benar ke salah
satu situs cerita porno sekitar Bulan Juni tahun lalu. Dalam cerita itu, aku
sengaja memaparkan kondisi kehidupan rumah tanggaku yang kurang stabil,
terutama dari segi keuangan.
Aku paparkan
bahwa kami tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya istri dan 3 orang anak serta
modal ketahanan dalam melakukan hubungan sex. Malah aku tawarkan diri kepada
wanita siapa saja yang berminat untuk menyewa modalku itu dengan rupiah untuk
mencukupi kebutuhan hidupku bersama keluargaku, apalagi waktu itu aku memang
sedikit terlilit hutang pada orang lain. Dalam iklan
porno yang kukirim tersebut, aku muat juga syarat-syaratnya antara lain bebas
usia dan status (boleh yang bersuami asal dijamin aman), siap menyewa
tempat/penginapan khusus, siap disetubuhi dengan gaya dan posisi apa saja, siap
membayar sejumlah uang jika ia betul-betul mengalami kepuasan batin, siap
mencukur rambut khasnya jika memang agak lebat. Sebaliknya aku berjanji untuk
menjilati seluruh tubuhnya dan menggauli sesuai kebutuhannya. Boleh saja
menawar sebelum hari H-nya. Pada mulanya aku tidak yakin iklanku itu akan
mendapat tanggapan, apalagi biasanya si wanitalah yang seharusnya disewa untuk
itu. Namun rejekipun datang. Hanya berselang 4 hari setelah iklan porno itu
saya umumkan melalui salah satu situs cerita porno, eh ternyata ada responnya,
malah 2 wanita lagi.
Aku
betul-betul gembira dan bahagia sekaligus jadi tantangan buatku karena aku
tidak terlalu yakin sebelumnya dan belum punya persiapan untuk itu. Tapi aku
berfikir bahwa sudah terlanjur basah, apa boleh buat harus saya sambut dengan
senang hati, apalagi modal sex yang kumiliki tidak kurang sedikitpun. Respon
email yang pertama kali kuterima berinisial Tia_.. @yahoo.com dan saat itu pula
saya baca dan membalasnya. Isi emailnya singkat sekali. Ia hanya menulis kalau
dirinya tertarik dengan tawaranku dan ingin menyewa dan membelinya sekaligus
serta ia minta aku menjawab dan menerangkan ciri-ciri kepribadianku jika aku
betul-betul serius.
Sedang ia
sendiri tidak menyebutkan apa-apa soal dirinya kecuali alamat email. Besok
malamnya saya buka kembali emailku, ternyata berisi dengan nama Tia lagi. Kali
ini, sudah agak panjang. Setelah saya baca, aku tahu kalau dia tinggal dalam
kotaku, meskipun ia menolak untuk memberitahu alamat rumah dan nomor telponnya. Tapi ia
menulis kalau dia adalah Kepala bidang tata usaha di salah satu instansi
swasta. Usianya sudah kepala 5 tapi gairah sexnya masih agak tinggi. Suaminya
agak lebih tua sedikit dari dirinya tapi super sibuk dengan pekerjaannya di
luar rumah selaku wiraswastawan, sehingga hubungannya di atas ranjang tidak
rutin dan tidak teratur sesuai yang ia inginkan. Setelah yakin
kalau ia betul-betul serius, akupun lalu membalas saat itu pula dan
mengutarakan kembali keadaan ekonomi rumah tanggaku yang sebenarnya dan juga
sedikit hubunganku dengan istri di atas ranjang. Malah aku minta agar mengirim
photo dan no. HP-nya serta menyebutkan tempat pertemuannya nanti. Sayapun minta
agar ia bersumpah dan berjanji untuk menerima akibatnya jika ia hanya
mempermainkanku, sebagaimana pula saya siap lakukan (menulis sumpah). Besok
malamnya saya kembali buka emailku dan ternyata nama Tia kembali muncul. Setelah
saya buka isinya, ternyata Tia sudah melakukan persiapan akhir. Ia menyebutkan
penginapan tempat kami ketemu nanti, warna pakaian yang dikenakannya serta hari
H-nya. Tinggal menunggu persetujuanku lewat email saja.
Entah
pengaruh dari mana sehingga aku mulai sedikit gemetar bercampur bahagia, ragu,
takut, bimbang dan bersemangat silih berganti sejak saya menerima putusan
terakhirnya itu. Bahkan mataku yang tadinya mudah sekali tertidur, tiba-tiba
rasa ngantukku sulit sekali dan gairahku untuk cepat-cepat bobo bersama istri
semakin menurun. Mungkin
karena peristiwa yang kami hadapi betul-betul istimewa dan luar biasa
bersejarah atau karena takut dan malu kalau-kalau kami kepergok nanti oleh
teman atau kenalan lainnya, apalagi suami Tia atau keluarganya ataupun karena
takut dipermainkan. Yang jelas kenyataan itulah yang saya rasakan saat itu. Sedang
mengenai gairah sexku terhadap istri memang sengaja kukurangi sebagai persiapan
untuk bertarung dengan wanita yang belum kukenal nama, wajah dan gambarannya
sama sekali. Bahkan kemampuannya di atas ranjang bisa-bisa saya KO jika kurang
persiapan, sehingga dapat mengecewakan kami berdua seumur hidup. Hari itu hari
Sabtu sesuai jadwal yang ia tetapkan, saya bangun cepat sekali yakni sekitar
jam 5.00 subuh padahal mataku larut malam baru tertidur. Paling lambat Jam 7.30
pagi, saya sudah harus menunggu di penginapan yang dimaksud karena jadwalnya
jam 8.00 pagi, tapi saya tidak mau ia perhatikan lebih dahulu. Karena itu,
istriku masih dalam keadaan tidur nyenyak, aku sudah selesai mandi lalu
berpakaian yang sedikit rapi dan menyemprotkan farfum. Waktu itu saya
mengenakan baju kaos warna ungu dengan celana panjang warna hitam lalu
memasukkan ke dalam tas pakaianku 1 pasang pakaian lagi sebagai persiapan
bermalam. Belum saya selesai menutup tasku, istriku tiba-tiba menegur. “Kok cepat
sekali persiapan berangkatnya pa’, tidak seperti biasanya?” katanya terheran,
sebab malamnya aku memang sudah buat alasan kalau aku mau ketemu orang tua yang
tinggal di suatu desa yang agak jauh dari kotaku. Biasanya jam 8.00 pagi baru
ada mobil berangkat ke sana.
“Kebetulan
ma’ saya mau singgah dulu di rumah teman karena katanya ia juga mau ikut
jalan-jalan ke kampung, siapa tahu terlambat ke sana, khan bisa ketinggalan
mobil” alasanku berbohong tapi masuk akal.
Jam 7.00 pagi
itu, saya naik becak berangkat ke penginapan tersebut dengan jantung berdebar
bercampur takut dan gembira. Jam 7.25 saya sudah masuk ke penginapan itu.
Sebelum masuk, saya lihat-lihat dulu kiri kanan kalau-kalau ada wanita agak
gemuk mengenakan baju warna abu-abu dengan celana warna biru sesuai
informasinya lewat email.
Saya sendiri
sengaja tidak menyampaikan ciri-ciri pakaian yang kukenakan biar sama-sama
sibuk dan bingung mencarinya. Beberapa wanita yang lalu lalang keluar masuk
penginapan itu, bahkan banyak yang berdiri di depan costumer servicenya, tapi
belum satupun wanita yang kulihat sesuai ciri-ciri yang telah disampaikannya.
Aku mau tanya
petugas penginapan, tapi aku tidak tahu nama yang akan kutanyakan dan saya juga
semakin ragu jangan-jangan ia permainkan aku. Akhirnya saya beranikan diri saja
bertanya ke salah satu petugasnya kalau-kalau ada tadi wanita yang agak gemuk
dengan warna pakaian tersebut telah terdaftar sebagai tamu, namun jawabnya
belum ada.
Saya mencoba
mengamati semua wanita yang ada dalam ruang tamu, ternyata ada satu orang yang
seolah memperhatikanku dari tadi sambil sedikit tersenyum. Tapi aku tidak yakin
kalau wanita itu yang kucari, karena bentuk tubuh, rambut, warna baju dan
celananya serta kulitnya tidak ada yang sesuai informasinya.
Aku semakin
meragukan keseriusannya, apalagi jam dinding yang ada di ruang penginapan itu
sudah menunjukkan pukul 8.05 pm. Dalam hatiku kalau sampai lewat 30 menit lagi
ia belum juga muncul, aku akan pergi saja meninggalkan penginapan itu dan
langsung pulang kampung sesuai janjiku pada istri di rumah.
“De’ cari
siapa? sejak tadi saya perhatikan, nampaknya ada yang dicari dan ditunggu
yach?” kata seorang wanita yang sejak tadi memperhatikanku
“Oh, iya bu’,
ada keluarga yang saya cari, katanya ia mau nginap di sini dan jam 8.00 ia
sudah tiba di tempat ini, tapi kok sudah lewat jadwal, ia belum juga muncul,”
alasanku mengaku sebagai keluarga.
“Mungkin ada
halangannya de’ diperjalanan” ucapannya singkat. “Yah mungkin juga atau ia
sengaja membohongiku untuk menguji sejauh mana perhatianku padanya” kataku
membenarkan. “Tapi, kok ade’ ini nampaknya serius dan penting sekali seolah
lama sekali tidak jumpa, emangnya ia dari mana de’?” tanya wanita itu seolah
ingin tahu lebih banyak dan nampak penuh perhatian padaku.
“Iya betul,
ia baru pulang dari luar Sulawesi dan belum kukenal betul wajahnya, tapi
informasinya melalui telpon katanya ia datang sekitar jam 8.00 pagi di
penginapan ini dengan perawakan agak gemuk, pakaian berwarna abu-abu-hitam
serta rambut panjang,” jelasku menyinggung tanda-tanda yang diberikan oleh
wanita yang kutunggu itu.
“Oh yah, ibu
ini petugas atau tamu penginapan ini?” tanya aku serius.
“Sama dengan
ade’, aku juga menunggu seseorang yang sama sekali belum kukenal nama, alamat,
bodi dan wajahnya,” jawabnya sedikit tertawa.
“Jangan-jangan
ibu..” tanyaku namun mendadak putus, sebab ia juga tiba-tiba melontarkan
kata-kata persis yang kuucapkan (serentak).
“Ha.. Ha..
Ha.., hi.. Hi.. Hi” kami ketawa bersama-sama sambil saling menunjuk karena kami
saling yakin kalau apa yang kami cari ternyata sudah dari tadi ketemu, namun
berbeda dengan tanda-tandanya.
Setelah kami
puas tertawa, bahkan saling menunjuk, akhirnya kami sama-sama terdiam sejenak
lalu tersenyum sambil saling menatap dengan tatapan yang tajam sekali dan agak
lama. Dalam hatiku ternyata wanita ini kelihatannya masih muda, cantik dan jauh
beda apa yang kubayangkan. Setelah puas saling tatap, saya tawarkan untuk
memesan kamar secepatnya biar nanti dalam kamar baru cerita dan saling tatap
sepuasnya.
“Ayo, iku aku
ke sini” katanya tiba-tiba sambil menarik tanganku dan membawaku naik ke atas
terus masuk ke salah satu kamar yang terletak di sudut penginapan itu. Aku ikut
saja tanpa kata-kata dan tanpa pikir panjang.
Setelah kami
berada dalam kamar, ia terus menutup pintunya lalu duduk di tepi sebuah rosban
yang agak kecil dan sederhana, bahkan kasurnya biasa-biasa saja, lagi pula cuma
satu tempat tidur. Dalam hati kecilku mungkin dari tadi ia sudah pesan khusus
ruangan ini dan ia nampaknya sudah tahu keadaan penginapan ini.
“Ayo, dekat
sini donk, jangan malu-malu, kita khan sudah sepakat dan sama-sama tahu apa
tujuan kita ke sini, lagi pula tidak ada orang lain yang memperhatikan dan
melarang kita berbuat apa saja dalam kamar ini, karena kita sudah carter, sudah
halal.. Ha.. Ha.. Ha” katanya sambil ketawa, karena aku masih berdiri mengamati
gambar-gambar yang tertempel dalam kamar itu.
Tanpa sepata
katapun, aku ikut bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Terus duduk persis di
sampingnya lalu saling menatap lagi sambil tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya
merangkul di leherku dan memelukku erat sekali dan mencium pipiku sejenak, lalu
ia mundur ke tembok bersandar dengan kaki melonjong persis menyentuh pantatku. “Bu’,
.. Betul.. ” belum saya selesai bicara, ia langsung memotong, “Aduuh, mulai
saat ini saya mohon jangan lagi dipanggil ibu, panggil saja nama emailku ‘Tia’
oke?” katanya tegas.
“Okelah, bila
itu permintaannya, tapi saya tadi mau bilang bahwa impian kita ini betul-betul
bisa jadi kenyataan, padahal sebelumnya saya tak pernah yakin ada wanita yang
mau mengubris iklanku.. Hi.. Hi,” kataku sambil ketawa dan gelengkan kepala.
“Kita liat
aja nantilah, apa betul bisa kita buktikan sesuai komitmen kita semula atau
hanya sekedar impian belaka, tapi yang penting kita ketemu dan saya cukup
senang dan bahagia, sekalipun kau tidak mampu mewujudkan janjimu semula, aku
tetap siap membayar sewanya sesuai tawaranmu di internet. Oh yah, saya panggil
apa anda sekarang?” katanya serius dan seolah ingin membesarkan semangatku. “Terima
kasih atas pengertiannya Bu’ eh.. Tia. Panggil saja aku Anis”. “Oh yah, perlu
nggak kita masuk kamar mandi lebih dahulu atau langsung aja ke inti
permasalahannya,” tanya tia sambil turun dari rosban.
“Saya rasa
tidak perlu, kita khan baru saja mandi di rumah, lagi pula parfum yang telah
kita semprotkan ke tubuh kita dan diniatkan, nanti menghilang ha.. Ha,” jawabku
sambil ketawa.
“Okelah kalau
begitu, tapi bagaimana cara masuk ke inti permainan? Apa saya yang aktif atau
anda atau sama-sama aja?” tanya Tia serius.
“Gantian atau
bersamaan tidak ada masalah, yang penting kita coba saja, dan nanti dengan
sendirinya akan dapat disesuaikan” kata saya sambil turun dari tempat tidur dan
berdiri berhadap-hadapan. Mula-mula Tia melangkah 1 langkah ke depan sehingga
bersentuhan antara ujung kakinya dengan ujung kakiku, lalu merangkulkan kedua
tangannya ke leherku, lalu merapatkan badannya ke badanku, lalu mencium pipi,
bibir dan leherku, sementara aku terdiam sejenak lalu memeluk pinggulnya dan
menyambut bibirnya dengan bibirku, sehingga kami saling berpagutan dan saling
merangkul erat hingga puas.
Setelah kami
saling merangkul dan menjilati apa yang nikmat dijilat pada tubuh kami
masing-masing, Tia lalu mengangkat baju kaos yang kupakai dan melepaskannya
lewat kepalaku, lalu menjilati seluruh bagian tubuhku yang terbuka, mulai dari
dahi sampai ke pusar. Bahkan ia terus melepaskan ikat pinggangku dan menurunkan
retsletingku, lalu melorotkan celana panjangku hingga hanya celana color yang
melekat di tubuhku.
Saya masih
terus diam menikmati apa yang diperbuat Tia padaku, meskipun tanganku tetap
bergerak mengelus rambut dan telinga Tia. Tia nampaknya sangat pengalaman dalam
hal merangsang laki-laki, sehingga nampak tidak kebingungan menghadapiku.
“Nis, maaf
yah, untuk yang satu ini saya tidak berani tanpa malu. Boleh nggak saya lepasin
juga biar aku lebih leluasa menjamah seluruhnya,” katanya sambil menengadah ke
atas melihat wajahku karena ia dalam keadaan jongkok.
Saya hanya
mengangguk tanpa bersuara. Lalu ia tarik ke bawah pelan-pelan dengan giginya
sehingga nafas bahkan bibirnya terasa menyapu penisku yang sejak tadi menegang
hingga ke ujung kakiku bahkan seolah ia sengaja menjilatinya.

Saat celana
dalamku terlepas, ia terus menarikku duduk ke pinggir tempat tidur, lalu
menarik kedua kakiku sambil membungkuk lalu menjilati jari-jarinya hingga
terasa sedikit basah, geli bercampur nikmat. Aku betul-betul seolah seperti
patung dan dipermainkan seenaknya, tapi dalam hatiku biarlah ia aktif duluan
nanti sebentar giliranku setelah ia kecapean.
“Ahh.. Uhh..
Hhmm.. Ssstt.. ” lenguhku kegelian dan keenakan ketika lidahnya menyapu pokok
pahaku. Pipinya terasa lengket ke tongkatku yang mulai berdenyut. Hangat sekali
rasanya, apalagi nampaknya Tia sengaja menggerak-gerakkan pipinya agar aku bisa
menikmatinya.
“Anis, enak
nggak dijilatin buah pelernya? Tunggu saya jilatin batangnya, tenang saja, aku
pasti memuaskanmu sebelum kamu berperan aktif” katanya sambil melihat wajahku.

“Iyah.. Yah
Tia, eenak sekali sayang, tapi jangan lama-lama di situ yach, aku sedikit geli,
pindah-pindah donk, biar kunikmati semua permainan lidahmu” kataku merayu agar
ia tidak berhenti.
Aku tak
berdaya menolak perlakuan Tia, ia tiba-tiba berdiri dan mendorongku ke belakang
sehingga aku terbaring di atas tempat tidur dengan kaki tergantung ke bawah.
Tia lalu memegang tongkatku dan menggocok-gocoknya sehingga terasa tambah besar
dan keras serta berdenyut-denyut.
Tia tak
menggerakkan tangannya sejenak mungkin karena ia ingin menikmati denyutan
batangku. Setelah itu, Tia membungkuk lalu perlahan ia arahkan tongkatku ke
dalam mulutnya lalu dimaju mundurkan mulutnya sehingga pinggulku bergerak ke
kiri dan ke kanan sebagai tanda nikmatnya gerakan mulut dan lidah Tia yang
berputar-purat di antara selangkanganku.
Aku
hampir-hampir tidak mampu lagi menahan gejolak cairan yang terasa mulai memaksa
mengalir melalui batang kemaluanku. Demikian hebatnya cara memainkan lidah dan
mulut Tia terhadap penisku, sehingga saya sering tidak bisa membedakan lubang
vagina yang pernah dimasuki penisku yang ukurannya normal itu.

“Ti.. Tia,
gantian yach, rasanya jika aku diam terus bisa-bisa aku kalah KO ini. Aku yang
harus bereaksi lagi dan Tia harus menerima serangan fajarku, masa saya terus
yang diserang” pintaku pada Tia setelah aku mulai merasa mau KO ia perlakukan
seperti itu.
Dalam hatiku,
jika aku melayani terus permainan Tia, aku bisa malu dan ia merasa dikecewakan
dari perkataanku dalam email kalau aku bermodalkan ketahanan sex. Karena itu
aku harus pakai akal dan tidak boleh terlalu serius menuruti aliran nafsuku.
Setelah aku
berdiri dalam keadaan telanjang bulat, sementara Tia berdiri di depanku masih
berpakaian lengkap, aku lalu membuka kancing baju Tia satu persatu hingga
nampak BHnya yang berwarna hitam dan tidak kutahu ukurannya tapi tampaknya
sedang-sedang saja. Aku tidak bermain-main lagi dengan BHnya, melainkan aku
langsung saja membuka kaitnya dari belakang sehingga aku sempat memeluk dan
mencium bibirnya sejenak.
Setelah
lepas, aku langsung memainkan mulut dan lidahku pada puting susunya yang
sedikit padat dan empuk serta terasa agak hangat. Mungkin karena sejak tadi Tia
juga teramgsang, sehingga belum lama aku pegang dan isap putingnya, ada terasa
manis keluar dari dalamnya. Putingnya indah sekali, warna agak merah kecoklatan
tertancap di kedua buah kembar yang putih bersih. Ingin rasanya kutelan
semuanya seperti kue Fawa dan seperti bola karet yang digigit sedikit
melenting.
“Nis,
silahkan aja beraksi sesuai keinginanmu, aku siap terima semuanya,” katanya
terus terang.
Setelah puas
memainkan mulutku di bukit kembarnya itu, lalu kujilati seluruh tubuhnya hingga
ke pusar, lalu kubuka kait dan restelin celananya hingga terlepas dari
tubuhnya. Tinggallah saat ini celana dalam tipisnya yang berwarna kuning dengan
pinggiran yang berbunga-bunga. Aku berlutut mencium dan menjilat sejenak kedua
bibir vaginanya dalam keadaan terbungkus. Tapi rasanya sudah basah dan terasa
bau khasnya. Mungkin air mazi alias pelicinnya yang keluar sejak tadi.
Aku langsung
buka saja hingga ia betul-betul telanjang bulat. Setelah kelihatan semua,
nampak bulu-bulunya yang baru dicukur sesuai saranku lewat email. Tapi justru
duri-durinya yang agak kasar itu membuatku semakin terangsang. Tanpa persetujuannya,
aku langsung dorong tubuhnya ke belakang hingga ia duduk di tepi rosban. Ia
mengerti keinginanku.
Tanpa
aba-aba, kedua pahanya sedikit terbuka sehingga kelentitnya yang sedikit hitam
tapi masih indah dan keras serta sedikit mengkilap karena basah itu jelas
kelihatan. Bersamaan itu pula ia rebahkan tubuhnya ke kasur dengan kaki
terjulang ke bawah. Aku semakin leluasa menjamahnya. Aku menindih tubuhnya yang
telanjang, mencium bibir, mulut dan kedua bibir vagina serta kelentitnya,
sehingga ia berdesis-desis.
“Nis, aku
sudah nggak tahan nih, percepat dikit mainnya, biar cepat selesai ronde
pertama, khan masih ada ronde berikutnya, jika perlu kita bermalam di sini
aja,” Bisiknya ketika dengan lincah memainkan lidahku ke dalam lubang
vaginanya. Ketika kugigit sedikit kelentitnya, ia bergoyang seperti goyangan
dangdutnya Inul Daratista sewaktu di panggung.
“Tenang aja
sayang, aku pasti memuaskanmu sesuai janjiku. Jika tidak, kamu pasti tidak mau
lagi berhubungan sex denganku yah khan?” kataku sambil diam sejenak dan tetap
menindih tubuhnya.
“Ayo Nis,
masukin cepat penismu itu, aku dari tadi merindukan gerakannya dalam vaginaku..
Hhmm.. Auhh.. Sstt,” pintanya sambil melenguh dan mengangkat pinggulnya sampai
menyentuh ujung penisku.

Tanpa
kuarahkan dan kubuka kedua bibir vaginanya, ujung penisku sudah menancap ke
lubang vaginanya yang basah, sehingga desahan nafasnya sulit ia sembunyikan.
Penisku masuk ke lubangnya secara perlahan tanpa aku menekannya. Sedikit demi
sedikit bergerak masuk hingga hampir amblas semuanya. Itu terjadi karena Tia
mengangkat tinggi-tinggi sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan ke kanan,
apalagi ia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku.

Karena aku
sendiri sudah tidak tahan berlama-lama, maka secara otomatis pula aku menekan
agak keras sehingga batangku amblas seluruhnya dan terdengar suara aneh
‘decik.. Decakk.. Decukk..’ silih berganti dengan suara nafas kami yang
terputus putus.

“Uhh.. Aahh..
Hhmm.. Auhh.. Aihh.. Ssstt.. Eee.. Naakk sekali sayang, gocok teruss..” suara
Tia terdengar ketika kupercepat gerakan maju mundurku.
Rasanya mulai
ada kembali desakan cairan hangat dari dalam, namun saya tidak tahu apa hal
seperti itu juga dirasakan oleh Tia. Tapi yang jelas tangan Tia selalu bergerak
menarik rambut dan pinggangku seolah ia tidak mampu lagi menunggu puncak
permainan kami. Untung saja cairanku tertahan karena Tia tiba-tiba menarik
tubuhku naik ke ranjang lalu memutar badannya sehingga aku terpaksa tinggal di
bawahnya.

Dengan
gesitnya berputar tanpa melepas ujung penisku dari vaginanya, ia lalu jongkok
dan menghentak pantatnya naik turun. Penisku sedikit perih dijepitnya namun
nikmatnya lebih besar. Ketika ia memutar pinggulnya seperti joget ngebornya
Inul, aku semakin sulit pertahankan lagi modal sex yang kujanjikan. Kami sama-sama
basah kuyub akibat keringat.

Bukit kembar
Tia bergerak indah sekali ketika ia terengah-engah bagai orang naik kuda
lumping. Gerakannya cepat sekali, lalu tiba-tiba ia balikkan tubuhnya sampai
aku kembali di atas mengangkanginya tanpa melepaskan sedikitpun penisku dari
vaginanya.

Aku berusaha
menyelesaikan permainan dalam posisi ini. Kupercepat gerakanku dan kuangkat
kedua kakinya bersandar ke bahuku lalu kukocok terus vaginanya hingga ia
berteriak sedikit histeris. Bersamaan dengan itu pula aku merasakan cairan
hangat yang sejak tadi mau keluar sudah berada dekat ujung penisku.

Tiapun terasa
agak gemetaran dan merangkulku dengan keras dan sempat menggigit leherku. Aku
tahu kalau ia sudah dipuncak orgasme. Aku berusaha menumpahkan spermaku secara
bersamaan dalam rahimnya, sebab kutahu persis wanita yang mau mencapai orgasme.
Ternyata betul, aku berhasil dan aku tidak takut akan akibatnya karena Tia
punya suami dan tidak bakal timbul kecurigaan jika ia hamil lagi setelah
beberapa kali melahirkan.
Tanpa sepata
katapun, kami saling menatap dan tersenyum, lalu tergeletak di kasur dengan
telanjang bulat. Kami tidur pulas sekali. Mungkin karena capek dan puas,
apalagi beberapa malam sebelumnya aku kurang tidur.
Kami
terbangun ketika jam 5.00 tanpa ada rasa lapar padahal kami main sejak jam 9.00
sampai jam 12.00 tadi. Kami hanya pesan makanan melalui petugas penginapan
sebab kami takut keluar kamar nantia ada yang kenal kami.
Kami sepakat
bermalam saja, lagi pula suami Tia lagi keluar kota mengurus bisnisnya dan
anak-anaknya tinggal bersama pembantu di rumah dengan alasan ia mau tugas
keluar kota bersama dengan pimpinan kantor. Usai mandi, kami lalu menyantap
makanan yang telah kami pesan sebelum mandi.

Usai makan,
kami kembali bertarung dengan posisi dan model sex macam-macam sesuai
pengalaman kami masing-masing hingga larut malam lalu kami tertidur dan bangun
lagi melanjutkan dengan sisa-sisa modal kekuatan yang masih kami miliki
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar