Perkenalkan
Namaku Very, aku sekarang tinggal di Yogyakarta dengan fasilitas yang sangat
baik. Kupikir aku cukup beruntung bisa bekerja sambil kuliah sehingga aku
mempunyai penghasilan tinggi. Suatu hari terjadilah hubungun sex antara aku
dengan dosen wanitaku, kisah ini terjadi saat aku menjalani masa kuliah. Saya
akan menceritakan tentang pengalaman pribdi ku dengan dosen
wanita di kampusku. Dia dosen yang mengajar mata kuliah bahasa jepang. Sejalan
dengan waktu, kini aku bisa kuliah di universitas keinginanku.
Berawal dari
reuni SMA di Jakarta. Ketika itu aku bertemu dengan dosen bahasa Jepangku ,
kami mengobrol dengan akrabnya.
Dia bernama Ibu Anis. Dia terlihat masih segar
bugar dan sangat menggoda. Penampilannya sungguh menakjubkan, memakai rok mini
yang ketat, blus putih, sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas untuk
dinikmati. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru
termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua
kelas, kebanyakan siswanya adalah cewek. Lumayan lama aku ngobrol dengan Ibu
Anis, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para
undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil
menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.
Tidak disangka
tas Ibu Anis ternyta tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke
kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam 11 malam, tinggalah disitu kami berdua
dan lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu
Anis pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana
rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Anis
memanggilku.
“ Ver…. kamu
kenapa kog ngelamun ???”
“ Wah… nggak
kog buk, saya nggak ngelamun”, jawabku.
Sebenarnya
suasana hening didalam kelas membuat hasratku bergejolak ditambah lagi ada bu
Anis disampingku, itu membuat jantungku berdebar-debar nggk karuan.hhe
“ Pulang yuk
ver, nanti Ibu kehabisan angkutan lagi ”, Ujar bu Anis.
“ Udah nggk
usah bingung, ibu mendingan saya antar saja dengan mobil saya”, ujar ku dengan
ragu-ragu.
“ boleh deh
Ver, Terima kasih ya ver”. Jawabnya kepadaku. Dengan tidak sengaja aku
keceplosan mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Anis bahwa aku suka kepadanya. Ibu
Anis-pun sejenk terdiam dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik takut
dia marah, kemudian aku mengejarnya dan berusaha minta maaf.
Omong punya
omong Ibu Anis ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya
suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Anis. Kami
berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Anis mengeluarkan kunci dan masuk
ke kantornya, Akupun tmbah tidak mengerti dan penasaran untuk apa dia masuk ke
dalam kantornya malam-malam begini. Akupun semakin penasaran lalu masuk dan
bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Anis menolak. Mau tidak mau aku menunggunya
karena saya merasa tidak enak, lalu akupun merangkul Ibu Anis, aku mengira dia
kan marah ternyata tidak kusangka di membalas rangkulanku dengan sautu ciuman,
lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam.
Ternyata Ibu Anis tak mau kalah, diapun menciumku dengan hasrat yang sangat
besar, nampaknya dia sudah lama tidak terjamah oleh kehangatan seorang pria.
Kemudian akupun
mulai menyusuri kearah dadanya yang kenyal itu. Ibu Anis-pun
terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang
sangat seru. Ibu Anis mulai memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku
sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Anis membuka bajunya, satu
persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat.
Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata setelah dibuka
BH-nya payudara Ibu Anis amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam dengn motif
renda yang cocok sekali dikenakan dan terlihat seksi. Dengan keadaan Ibu Anis
yang setengah telanjang akupun tidak sabar lagi dan langsung kuciumi lehernya,
aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati
keindahan tubuhnya. Lalu aku pun membuka bajuku, sehingga terlihatlah badanku
yang tegap dan atletis oleh Ibu Anis.

“Ver, Ibu pingin banget bercinta
denganmu sekarang, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan nafas yang mulai
tidak teratur. Tanpa pikir panjang akupun secepat kilat segera menutup pintu
depan. Tentu saja agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali
menghmpiri Ibu Anis. Posisiku kini jongkok di depannya, dengan menyibak rok
mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wowwww…. betapa mulus kedua pahanya.
Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim
dan sexy.

Sambil mencium pahanya tanganku mulai menyususri pangkal pahanya,
mulailah kuremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya menggemskan itu.
Lidahku makin naik ke atas. Ibu Anis menggelinjang kegelian sambil mendesah
halus. Sampailah jilatanku ke pangkal pahanya yng mulus itu.“Ssshh… sshh kmu
mau ngapain ver… Eghhhhhh…”, tanyanya lirih sambil mendesah dan memegangi
kapalaku erat-erat. “Ouhoo… ouh.. ouh… aghhhh… ”, desis Ibu Anis keenakan
ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia
keenakan meski masih dibatasi celana dalam. Serangan pun kutingkatkan.
Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan
mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di
sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian
bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan
gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Anis makin keenakan, sampai harus
mengangkat-angkat pinggulnya. “Uhhhhh…. Aahh…..
Enak sekali ver, terus ver… Belajar dari mana kamu ahhhh…”

Tanpa
sungkan-sungkan Ibu Anis mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku
yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya
beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera
menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia
seperti hendak tersendak. Semula Ibu Anis seperti akan memberontak dan
melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya.
“Ahhhhhh…kamu
pengalaman sekali Ver… Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman
yang membara dan mulai liar. Akupun tak
menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak
menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang
dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat.
Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus. “ Kamu juga harus
telanjang juga dong ver, nggak adil kalu Cuma ibu yng telanjang…” Ibu Anis pun
melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang
kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah
di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke
selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut
dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Kamu juga harus telanjang
mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit
kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan
batang kemaluanku ke mulutnya.
“Sepongin
titit aku buk, gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan
batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak
kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang
kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Selama ini
sama suami main seksnya gimana emangnya buk?”, tanyaku sambil menciumi
payudaranya. Ibu Anis-pun
tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun
secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya
yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku
sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri. Tetapi lama-lama aku tidak
tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang
kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke
arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh
Ibu Anis agak gemetar.

“Aghhhhh….Oghhhhhh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku
masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh
barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin
terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang
ikut bergoyang-goyang. Tidak lama
setelah 5 menit kugenjot memeknya, Ibu Anis menjepitkan kedua kakinya ke
pinggangku. Pinggulnya dinaikkan, nampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang
kemaluankupun kutingkatkan dengan high speed. “ Ouhhh… ahhhh…
ehmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak
yang diperolehnya. Kubiarkan dia
menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya
yang berkeringat.
“ Sekarang Ibu
Anis berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja
ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Anis-pun menurutiku. “ Gaya apa lagi
ini V???”, tanyanya padaku.

Setelah siap
aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Anis
kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang
mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme
sampai dua kali, kami istirahat.
“ Masih kuat
nggk buk ?”, tanyaku padanya . “Aneh-aneh saja
kamu ini Ver, Rasanya tulang ibu sampai mau remuk.. hhe”. “Tapi
nikmatkan Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Iya sih ver
nikmat banget” jawbnya padaku. “Sekali lagi
yuk buk, aku pingin keluarin spermaku ke memek ibu dong, udah nggak tahan lagi
batang kemaluanku nih buk. Sekarang Ibu Anis yang di atas ya”, kataku sambil
mengatur posisinya. kemudian aku
terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang
batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya
kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Anis tersentak-sentak
mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut
bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan
jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum
apa-apa. akupun segera merubah ke gaya konvensional. Ibu Anis kurebahkan dan
aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan
kecepatan genjotan batang kemaluanku.
“
Uhhhhhhhhhh……, aku mau keluar nih aghhhhh….” Tak lama kemudian spermaku muncrat
di dalam liang kenikmatannya.

Tidak lam
kemudian Ibu Anis menyusul dan mencapai klimaksnya. Kami berpelukan erat.
Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima
menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.
Kami
berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan
kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di
pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Anis
harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput. Sore haripun
telah tiba, ku jemput Ibu Anis dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun
beranjak pulang menuju tempat parkir.

Di tempat parkir itulah kami beraksi
kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Anis mendongakkan kepala sambil
memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu
Anis makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya
sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.

“
Ahhhhhhh…Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Anis menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai
ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya. Aaahh..! Ibu
Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan
CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus
dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta
mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin
tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit
kemaluannya.
Akupun segera
membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya.

“Eghhhhh…,
mmmhh..”. Tangan Ibu Anis meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir
kemaluannya kucumbui.
Sesekali
lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.
“Oghhhhhh..,
aduuuhh..”. Ibu Anis mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara
belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Mulailah
lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka.
Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak
dan nafas Ibu Anis seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua
bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat
dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa
aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke
langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta.
“ Aghhhh…. Mmmhh…,
mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Anis membuka bibirnya, kujejalkan kepala
kemaluanku, kini iapun mulai menyedot.

Tanganku
bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya.
“Oughhhhh…
bukkkk.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku. Ibu Anis terus
mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang
juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu
besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan
tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “ Ibu Anis..,
ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti
kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang
kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu..,“ Crotttttttttttt..,
suuurr.., ssuuur.. Oughh.., ver.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya
tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena
hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil
kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya,“Crooot..,
croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya. “ Aghhhhhh…
ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun
naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya.
Aroma
kemaluanku ada di mulutnya dan aroma kemaluan Ibu Anis di mulutku, bertukar
saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala
kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan
tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang.

“ Oughhhhh,
masuk.., aughhhhhhh.., masukin”
Perlahan
kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Anis semakin
mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang
kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil.
Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau,

“ Auwwww.,
ssshhhh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Ver”
Aku
merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Anis, lalu membalikkan kedua tubuh
kami sehingga Ibu Anis sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku
menancap hingga pangkal di kemaluannya.

Tanpa perlu diajari, Ibu Anis segera
menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok
payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa
waktu, gerakan pinggul Ibu Anis makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya
dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya
pinggulnya berhenti menyentak.

Terasa cairan hangat membalur seluruh batang
kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Anis melemas, aku mendorongnya hingga telentang,
dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri.

Ketika aku
mencapai klimaks, Ibu Anis tentu merasakan siraman air maniku di liang
kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan
keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan
orgasme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar