Senin, 16 Januari 2017

cerita bergambar: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN

cerita bergambar: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN : Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan ...

BELANJA KE PASAR

 Aku punya tetangga bernama ibu Mayang. Umurnya sekitar 45 tahunan. Ia seorang Ibu Rumah Tangga dengan 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa semua. wajahnya biasa saja, hanya sedap dipandang mata. Tubuhnya gemuk tidak kurus pun enggak. Montok dan sekel. Sedangkan kulitnya kuning langsat, Rambutnya agak ikal sebahu lewat dan bibirnya agak lebar tapi tidak terlalu tebal.

Yang paling kusenangi adalah payudaranya sangat menggoda. Anak pertamanya laki-laki, seorang tentara dan berdinas diluar pulau jawa. Yang kedua perempuan bekerja sebagai seorang Pengawas Mutu (QC) di sebuah pabrik di kota Bekasi. Yang bungsu sedang menempuh semester 4 di salah satu perguruan tinggi di Negeri di Jakarta. Alhasil, setiap hari bu Mayang tinggal sendirian di rumahnya.
Awal pertemuanku dengan bu Mayang terjadi pada saat sedang hajatan tetanggaku. Ibu Mayang sebagai koordinator Uusan Dapur dan aku koordinator pemuda pemudi yang bertugas sebagai pager ayu dan pager bagus serta petugas kebersihan yang tugasnya ngangkutin piring kotor dan sampah.
Saat itu sudah jam 10 malam menjelang hajatan, aku sedang mempersiapkan janur yang sudah dirangkai dan siap dipasang. Setelah urusan pemasangan janur aku serahkan kepada salah seorang kawanku, aku pun bersiap untuk pulang agar besok badanku segar dan tidak terlalu letih akibat begadang. Tiba-tiba sang empunya hajat memanggilku dan meminta tolong untuk mengantar Ibu Mayang ke pasar karena ada yang terlupa untuk dibeli. Kusanggupi permintaannya dan ku nyalakan skuter tua buatan italiku. Tak lama bu mayang pun nyemplak dibelakang dan kami segera menuju pasar menembus gelapnya malam yang lumayan dingin. “Pelan-pelan aja mas, saya takut!” celetuknya ketika vespaku kugeber agak kencang. “Ga papa kok bu, udah biasa… abs kalo pelan jalannya ga enak!” kataku sekenanya.
Ia tidak menjawab dan malah mengalungkan tangannya ke perutku. “Tar kalo kenapa-kenapa dijalan kamu tanggung jawab ya…?!?!?” katanya ketus. Singkat cerita sampailah kami di pasar dan setelah mendapatkan apa yang dicari kami segera otw pulang.
Sialnya, ditengah jalan vespaku mogok entah kenapa. Kuminta bu Mayang turun dan kuperiksa mesinnya. Sekilas nampak raut kesal di wajah ibu Mayang. “Tau begini tadi pake motor si Hendrik saja?!!”. “Sebentar bu, biasanya kao ngadat begini cuma sebengtar kok!” Kataku berupaya meredam kekesalan bu Mayang. lalu setelah ku utak utik platinanya sang tunggangan pun kembali menyala.
Setelah menyala, kuuminta bu mayang naik dan kami meneruskan perjalanan. “Makanya jangan kenceng-kenceng! marah motor mu tuh!” kata bu Mayang. “Hahahahaha… si ibu bisa aja!, namanya barang tua ya begini bu., suka ngadat!” “Eh belum tentu lho, ada juga barang tua yang ga pernah ngadat…!” sanggahnya. “Emang ada bu? kalo ada saya mau tuh!!” jawabku… “Udah aha, konsentrasi sm jalan sana! Tar nabrak lagi!” omelnya “Oke mami siap laksanakan”. “Mami mami, emangnya aku germo!??” jawabnya sambil mencubit perutku pelan. “AOWWW, sakit bu!” dan sepeda motorku sedikit oleng…. uppsss, dengan sedikit skill motor kembali dapat kukendalikan. “Udah ah jangan becanda mulu, tar jatoh lagi”.
“Her, langsung anter aku ke rumah aja, besok aja lah belanjaannya dianterinnya. dipakenya juga buat sorenya kok!” bu mayang memintaku. “ya udah, gapapa” motor ku belokkan ke arah gang bu mayang. “Makasih ya, eh kamu ada nomor hp saya ga? supaya besok gampang buat koordinasi!” kata bu mayang setibanya di pagar depan rumahnya, kami pun bertukar no hp masing masing.
Sampe dirumah tiba2 hpku berbunyi. SMS dari bu Mayang. ‘Her, kamu bisa dateng ke rumah ga? seklian bawa baju yg tadi disewa. saya mau fitting tadi lupa’. Aku berkerut, oh iya tadi sore aku ditugaskan mengambil baju sewaan buat orang2 yang bertugas di pramanan. ‘Ok bu saya kesana’ jawabku dan langsung kusambar tas plastik yang berisi baju dan kain sewaan. sampai dirumah bu Mayang, baru mau aku ketuk pintu pager bu mayang sudah muncul dari dalam rumah.
Aduuhhh…. dia pakai baju tidur diatas lutut, menampilkan kakinya yang padat berisi serta pahanya yang mulus, walaupun terlihat masih memakai bra, dadanya yang montok sempat membuatku menelan ludah. “Hey malah bengong ayo masuk, mana bajunya?” aku kaget setengah mateng saat tangannya mengusap wajahku. Halus sekali… dan wangi … entah lotion entah parfum… aku pun masuk mengikuti bu mayang… Alamak bokongnya sangat menggoda…
Setelah didalam, aku dipersilahkan duduk dan basa basi sebentar, “herna kemana bu?” kataku menyakan anaknya yang bungsu. “Oh, dia lagi ke tempat kawannya. Katanya ada tugas kuliah, besok paling dia pulang”. setelah ngobrol sedikit, ia pun membawa tas plastik itu kedalam dan agak lama aku menunggu di ruang depan rumahnya. Selama penantian itu aku membayangkan sedang bergumul dengannya dikasur dan melepaskan hasratku yang terpendam dengannya. Saling mencium, saling menjilat dan saling meraba.
15 menit berlalu dan ia kembali ke ruang depan sambil menenteng tasnya. “Aduh maaf ya her, kelamaan.. eh kamu mau minum ga??? sampe lupaaa… tar ya saya ambilin minum dulu… mau kopi apa kopi susu? Kopi susu aja yah, kopi hitamnya saya lupa udah abis…” katanya nyerocos… ” Ga usah bu… gapapa !” percuma aku menjawab karena bu mayang sudah ngeloyor ke belakang.
Tak lama ia kembali sambil membawa secangkir kopi “maaf, kopi susunya yang abis, ga taunya adanya kopi item”. “Gapapa kok bu ga usah repot-repot”. Sambil menikmati kopi, kami mengobrol ngalor ngidul sampe akhirnya ku tahu suaminya pergi meninggalkan dia saat anaknya yang bungsu masih kelas 2 SD, demi meraih cinta seorang pramugari. Diam-diam kuambil gambarnya pake hpku. Pembicaraan semakin hangat bahkan mulai menjurus ke hal2 yang berbau XXX. “Kopinya mau nambah ga? tapi kalo mau kopi susu ga ada…” tanya bu mayang saat melihat isi cangkir yang tinggal setengah. “Gapapa, bu. Udah cukup. Lagian kopinya juga udah berasa kopi susu kok!” jawabku sambil nyegir. “Lho kok bisa gitu?” bu mayang kelihatanya bingung dengan jawabanku. “Iya dari tadi udah pake susu… walau hanya pandangan… hehehehe…” “eeeehhh… kamu… genit ya! berarti kamu dari tadi ngintipin nenen saya ya? dasar genitt ih!” katanya sambil kembali mengusap wajahku.
Kali ini kutangkap tangannya dan ku cium jarinya. Nampak bu mayang agak terkejut menerima perlakuanku, tapi hanya sepersekian detik saja. Ia hanya diam saja ketika aku mulai menciumi dan menjilati jari tangannya. Namun ia kemudian menarik tangannya. “Mmmmaaaffhh… bu… maaaf… saya terbawa suasana… ” kataku mencari pembenaran. Bu mayang tak menjawab dan hanya menarik nafas panjang, tak lama ia ke belakang sambil membawa cangkir kopiku yang sudah habis. Aduh, ngambek dia…. pikirku. Salah sendiri ga pake basa basi pikirku wah kacau ni bisa nanti.
Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan dan aku pun bersiap untuk pamitan. “Her, maksud kamu apa tadi?”. Gemet ter aku … “MMaaafff bu… maaf… kalo ibu tersinggung… maaf sekali lagi. Saya terbawa suasana. Abis ibu pakeannya bikin  saya jelalatan…”. “Gapapa Her, saya cuma kaget aja kamu kok berani begitu sama saya. Eh, kamu jangan pasang wajah melas gitu doong…. serius her, saya ga marah… “. “Beneran bu, ibu ga marah?” tanyaku lagi. “Enggak, ga marah beneraan… suerr!” Bu mayang malah mendekati tempat aku duduk dan memegang bahuku. “Kamu udah buat darah saya berdesir, waktu kamu isapin jari saya. Her, saya… saya… ” bu Mayang tidak meneruskan kata-katanya dan malah memeluk saya.
Saat dadanya menempel, serasa darah ini berkumpul di kepala dan kaget bukan kepalang dengan perlakuan bu mayang ini. Belum selesai kaget ku, bu mayang lalu memegang kedua pipiku, “Saya mau lebih dari itu, kamu mau ga??” “Bu, Ibu serius??” “Serius, bahkan sejuta rius!!” katanya sambil masih memegangi kedua belah pipku. Baru aku mau ngommong tiba tiba bu Mayang menarik kepalaku dan mengecup bibirku berulang-ulang. Lama-lama kecupannya berubah menjadi lumatan di bibirku. Mendapat serangan seperti itu, kukalungkan taanganku dilehernya dan balas melumat bibirnya dengan lembut. Kami sangat menikmati permainan bibir itu, sampai-sampai bu mayang kutidurkan di sofa sambil terus melumat bibirnya dengan lembut.
Perlahan aku turunkan bibirku ke arah dagunya dan semakin turun ke lehernya. Bu mayang hanya bergelinjang dan mendesah-desah nikmat, membuat aku semakin terangsang. Ku belas payudaranya yang selama ini hanya kudambakan dalam lamunan pada setiap acara onaniku. Bu mayang makin menggelinjang dan semakin belingsatan saat ku remas halus payudaranya dari luar.
Tiba-tiba ia mendorong tubuhku dan mengangkat bagian bawah bajunya, “liat nih… kamu harus bertanggung jawab…” katanya sambil memnunjukkan celana dalamnya yang kelihatan basah. “Mau dituntaskan bu?” tanyaku sedikit menantang. “Dikamar aja yuk!?” jawabnya. akupun hanya mengangguk dan mengikuti bu mayang yang berjalan ke kamarnya. Di kamar, kami melanjutkan acara saling memagut dan melumat bibir. “Her, puasin aku malam ini!” katanya padaku. Ia pun berdiri dan melepas bajunya. Nampaklah payudaranya yang memang lumayan besar tapi agak kendor. Bu mayang sekarang tinggal memakai bra dan cdnya saja. Nampak memeknya yang tembem tertutup celana dalam putih dan depannya basah akibat permainan tadi. Lalu bu mayang naik ke kasur dan menciumi bibirku kembali dengan posisi berlutut.
Kusambut ciumannya sambil meremas lembut payudaranya. Sambil berciuman, kucoba melepas kaitan bra-nya dan setelah berhasil kujilati pentilnya dan kuremas pelan. Sambil kuhisap payudaranya yang sebelah kiri, kuremas payudara yang sebelah kanan. Bergantian kujilati dan kuhisapi kedua payudara bu mayang sambil a masih berlutut menghadapku.
Tak lama ia merapatkan perutnya dan mengoyang-goyangkan memeknya didadaku sambil terus mendesah, dan gak lama ia memeluk tubuhku erat sambil melenguh panjang, “ooooowwwwwwhhh… aaah….sssssssshhhh.. emmhhh… aaahh… aaahhh …. aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh!!!!!” Orgasme rupanya dia. “Her buka pakaianmu….. her, pliiisss… puasin aku malem ini her…” wajahnya nampak memelas sekali.
Segera kulepas semua pakaian dari yang terluar sampai yang terdalam. Kontolku yang sudah ngaceng seddari tadi pun tegak terangguk-angguk menanti sasaran tembak. Tanpa banyak komentar, bu mayang langsung menciumi bijiku dengan lembut. sesekali ia mengulum biji pelerku dan menjilatinya. Setengah mampus aku menahan geli enak dan rasa aneh saat ia mengulum biji pelerku.


Rasa-rasa ingin kencing, linu dan rada-rada enek….Kubelai rambutnya sambil sebelah tanganku mengusap punggungnya yangg halus. Lalu ia mulai menciumi bataang kontolku dan memasukannya kemulut. Ahh… aahhh… enak bu.. enakh… ah…aaaahhh… ssshhh… aaaahhhh… itu yang kukatakan saat kepalanya maju mundur mengulum kontolku.
Tak tahan melihat pantatnya yang bulat, segera kutarik pahanya keatas, dan dalam sekejap kami sudah berada dalam posisi 69. kujilati memeknya dengan penuh sukacita, kadang kadang-kadang kutekan lidahku di clit-nya sambil terus meremas pantatnya. Bu mayang nampak terbawa dengan permainan ini dan ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya dan terkadang menekannya ke mukaku sampai-sampai aku susah bernapas.
5 menit berselang ia melepaskan kulumannya pada kontolku dan meremas betisku dengan keras sambil mengejang dan mengerang.


Bahkan mukaku ditekannya menggunakan memeknya. Oooooohhh….. aaaarrrrggghhhh….aaaaahhh…. ssshhhhhhh…. aaaaaahhhhh….. dan terasa ada yang mengalir dan membasahi bibir dan mulutku. Orgasme lagi dan tercium aroma khas cairan lendir wanita di hidungku dan mengalir menuju mulut dan lidahku. Segera kusapu dan kuhisap sambil sesekali menghisap clitnya.
Bu mayang menggulinggkan tubuhnya dan tergolek lemas setelah mendapatkan orgaasme keduanya. Kuambil insiatif dengan melebarkan pahanya dan mulai kutusuk dia dengan kontolku. Kuulek-ulek sedikit permukaan memeknya denga kepala kontolku dan bu mayang mulai terangsang lagi. Perlahan mulai kumasukkan kontolku, sambil terus mengulek permukaan memeknya.


Blesshhh…. cleepppp… perlahan namun pasti kontolku mulai memasuki area persengamaan bu mayang sambil diikuti erangan dan lenguhan kenikmatan bu Mayang. ooooohhhh….. sssshhhhh…… sssshhhhh…. terusssshhhh…. herrr…. mmmmmasssukiiinnn yg dalemmmmhhh ohhhh…. Kugenjot memek bu mayang dengan kecepatan biasa dengan posisi dua kaki bu mayang berada di bahuku.


seddangkan aku mengambil posisi berlutut sambil maju mundur menggenjot memek bu mayang.. aaahhh…. ahhhh…aaahhhh… aaahhh… bu mayang terus mendesah seperti itu setipa kontolku ku masukkan. Tak lama leherku dijepi oleh kedua kaki bu mayang dan ia mengangkat pantatnya keatas sambil melolong panjang ….. hhhhhnnnnggggkkkkkkkhhhh ahhh… aaahhh…. aaahhh…. kembali bu mayang merasakan orgasmenya.


Kuturunkan kaki Bu mayang dan kuarahkan aga bu mayang tidur dengan posisi menyamping. Ku angkat kaki sebelah kanannya dan kumasukan lagi kontolku ke memeknya dengan posisi menyamping dan menduduki kakinya yang sebelah kiri. Perlahan namun pasti, sambbil menggenjot kupegangi kaki kanannya maju mundur, lama kelamaan ku percepat genjotanku sambil memilin2 pentil susu bu mayang.


Menerima perlakuanku bu mayang makin belingsatan dan terus ber ah oh membuat libidoku semakin memuncak. Ku percepat kocokanku dan akhirnya sambil menjilati betis bu mayang kulepaskan pejuhku kedalam memek bu mayang….. Huuuuaaaahhhhh….. aaaahhhhh…. mmmmhhhhh….. crrrroooottttt….. crroooootttthh… crooooooooottthh….. sekitar lima kali kutembak memek bu mayang dengan pejuhku. Terasa lemas badanku. Serasa copot semua persendian badan… akupun melorot dan rebah disambping bu mayang…. kupeluk badannya dan kucium pipi dan bibirnya dengan mesra… makasih sayang…. saya senang dan puas melakukan ini sama bu mayang.


Ia hanya tersenyum dan mengusap-usap dadaku. Kami berpelukan dan berciuman sekitar 2 menitan. Lalu bu mayang berdiri dan mengambil cdnya. Ia lalu mengelapi memeknya yang basah. Setelah itu, ia pun kemudian mengelapi kontolku yang mulai mengendor usai bertempur. Ia lalu mencium bibirku dan berdiri kembali, “aku ke kamar mandi dulu sayang…” katanya sambil berlalu tanpa busana ke kamar mandi. Aku hanya terbaring tersengal2 mengatur napasku. Tak lama aku tertidur….. bertelanjang bulat di kamar bu mayang…


aku terbangun saat terasa ada yang geli di daerah kontolku. Saat kubuka mataku, bu mayang sedang asyik mengulum kontolku. Kubelai lembut rambutnya sambil melenguh menahan nikmat. Tak lama setelah kontolku tegak lurus kembali, bu mayang mengambil posisi duduk membelakangiku.\


Dimasukkannya kontolku kedalam memeknya disertai desahan panjang.. aaaahhhhh…. ssshhhhh….. lau ia turun naik mengocok kontolku dengan memeknya. Sekitar 3 menit kemudian ia kembali mencapai puncak kenikmatannya sambil bersujud dan kontolku kembali dibasahi oleh lendir kenikmatan bu mayang. Kupegang pantat bu mayang agar dia tetap dalam posisi bersujud.


Kosodk lagi dia dan kami lakukan doggy style. Crek…ccreeekk…plok … plookkk.. crek…. creeek… hnya suara itu yang terdengar saat kontolku menyodok memek bu mayang dari belakang. Tak lama terasa aku ingin keluar dan kurapatkan paha bu mayang dan kutembak lagi dengan pejuhku memeknya…. oooooouuuughhhh….. 


aaaaaaaaahhhhh….. hanya kata itu yang terucap saat kulepaskan pejuhku…. bu mayang lalu berbalik dan menciumi bibirku. “Makasih sayang, kamu udah puasin aku malem ini… Aku mau malem-malem selanjutnya juga kamu bisa puasin aku…”. “sama-sama, ternyata benar…. ga semua perabotan tua itu usang. Buktinya Bu mayang perabottannya masih oke banget… aku suka banget…” kataku… bu mayang hanya mencibir dan menjulurkan lidahnya…. weeek katanya


Bu mayang bangkit menuju kursi di depan meja riasnya. sambil nungging ia membersihkan memeknya yang basah kuyup. Melihat pemandangan itu, kontolku perlahan mulai naik lagi dan kudekap bu mayang dari belakng sambbil menciumi bagian belakang lehernya. Tak tahan berlama-lama, kuangkat kaki sebelah kanannya dan kusodok lagi memeknya dengan kecepatan sedang.


Ku sodoki terus memeknya dari belakang sambil memegangi kaki kanannya dan menjilati leher belakangnya. sekitar 5 menit ku entot bu mayang dari belakang dan akhirnya aku pun melepaskan pejuhku untuk yang kesekian kalinya di dalam memeknya yang hangat dan nikmat…..


 “Udah dong sayang….. dengkulku rasa mau copot nih… ” kata bu mayang memelas… Karena lemas mungkin bu mayang nggelosor di bawah meja rias. kuangkat tubuhnya dengan susah payah dan kurebahkan di kasur… lalu kamipun tertidur berpelukan dengan kondisi lelah dan telanjang bulat.
Ditambah pula selangkangan yang lengket karena lendir yang belum sempat dibersihkan.
Pagi harinya kami tersentak kaget karena nampak hari sudah terang. Terburu-buru kami menuju kamar mandi dan mandi bareng sambil cekikikan mengingat kejadian tadi malam. Selepas mandi, dengan bertelanjang bulat kami menuju kamar bu Mayang dan aku segera mengganti pakaian dengan baju adat. Saat kami berpakaian, aku sempat terangsang lagi saat melihat bu Mayang berdandan sambil telanjang bulat.
Namun dengan lembut bu mayang menolak segal uapayaku untuk mengajaknya bercinta. “jangan dulu ah, tar repot… harus mandi dan keramas lagi!!” katanya. “nanti aja selesai hajatan, dan anakku gak pulang lagi. Kamu boleh apain aja aku…”. Aku tak menjawab hanya mengusap memeknya dengan lembut dan mencium pipinya saja.
Di tempat hajatan, Bu Mayang tak mau jauh denganku. Bahkan dibawah meja tangannya selalu mengusap-usap kontolku dengan pelan dan lembut. Saat kontolku tegang ia hanya tertawa cekikikan sambil pergi meninggalkan aku yang bersungut-sungut susah payah menenangkan adekku yang berdiri.
Sampe sekarang, aku sudah beristri dan beranak pun, kadang-kadang kami masih melakukannya. Sekarang bu Mayang sudah berusia 55 tahun dan memeknya masih gurih dan sedap setiap kali kuentotin.



cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN

cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN: Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan...

PERTOLONGAN PEMBUAHAN

Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan. Mengingat “jasanya” dia ke aku, tentu aja aku sangat menghormati dia. “Halo bu, selamat siang” sapa saya menjawab telfon. “Halo rian..” jawab dia riang sekali. “Ada yang saya bisa saya bantu ?” tanya saya, basa-basi sih. “Ah enggak cuma ngecek kamu aja. Dah makan siang ?” tanyanya ramah. “Oh sudah bu, baru aja” jawabku.
 “Gimana kerja disini, ada masalah ?” tanya bu ita lagi. “Wah enggak bu, tapi memang saya baru mulai sih, baru membiasakan diri dengan keadaan kerja disini” jawab saya singkat. “Gimana gajinya, sudah cukup ?” tanyanya dengan suara menggoda. “He..he..he.. maunya sih tambah lagi bu” jawab saya sambil tertawa. “Hah.. segitu aja udah tinggi kan ?” balas bu ita sedikit kaget. “Iya bu, becanda tadi..” jawabku singkat. “Oh.. kirain.” jawabnya. “Eh rian nanti sore sehabis kantor kamu ada kerjaan gak ?” tanya bu ita. “Enggak kayaknya bu, ada apa emangnya” tanyaku sedikit heran. “Hmm.. ada yang ingin saya bicarakan, agak pribadi sih, makanya saya ingin bicaraiinnya sehabis kantor aja nanti” jawab bu ita. “OK bu, saya gak ada janji untuk sore sampe malem nanti” jawab saya.
“OK nanti aku tunggu di kafe agus nanti sore” kata bu ita. “OK bu” jawab saya. “Ok kalau gitu, oh iya, golongan darah kamu apa ?” tanya bu ita sebelum mengakhiri pembicaraan. “B” jawabku penuh kebingungan. “Perfect ! OK deh aku tunggu nanti sore” kata bu ita lalu menutup telfonnnya. Sejenak aku terdiam penuh kebingungan, tapi aku kembali bekerja sebab pekerjaanku lumayan menumpuk. Setelah pulang kerja aku arahkan mobilku ke kafe xxx yang dijanjikan tadi.
Dalam perjalanan aku diselimuti kebingungan yang amat sangat. Bu Ita… Ada apa manager keuangan kantorku itu mau menemuiku, soal urusan pribadi lagi. Dan yang paling membuatku bingung adalah dia sempat menanyakan golongan darahku, untuk apa ? Sebagai informasi, Bu ita berumur sekitar 34-35 tahun. Masih cukup muda untuk menjadi manager keuangan, tapi memang dia berasal dari keluarga yang berteman dekat dengan pemilik perusahaanku.

Ditambah lagi suaminya, pengusaha yang dulu jadi sahabat pak Faisal presdir perusahaanku sewaktu kuliah. Oh iya bu ita sudah bersuami, tapi sayang mereka belum dikaruniai anak. Tapi mungkin karena hal itu bu ita terlihat masih seperti wanita muda. Badannya tinggi semampai, ramping tanpa lemak. Kulitnya kuning langsat dengan rambut lurus sebahu. Matanya berbinar selalu bersemangat dan bibir tipisnya itu selalu menarik perhatiannku. Hanya ada satu kata yang dapat mewakili bu ita… Cantik.
Sesampainya di kafe xxx, aku melihat bu ita melambai kearahku dari meja yang agak dipojok. Kafe itu memang agak sepi, pelanggannya biasanya eksekutif muda yang ingin bersantai setelah pulang kerja. “Sore bu, maaf agak terlambat” kataku sambil menyalaminya. “Oh gak pa-pa” kata bu ita sambil mempersilakkan aku duduk. Selanjutnya aku dan bu ita mengobrol basa-basi, bercerita tentang kantor, dari yang penting sampe gosip-gosipnya. He..he..he.. gak guna banget. Setelah beberapa lama akhirnya aku mengajukan pertanyaan.
“Oh iya bu, sebenernya ada apa ya mengajak saya bertemu disini” tanyaku memulai. “Oh iya” jawabnya. Mendadak wajahnya sedikit pucat.
Beberapa saat ibu ita terdiam. Kemudian mulai berkata “Begini Rian, kamu tau kan kalo aku sudah berkeluarga ?”. Aku menganguk kecil untuk menjawabnya. “Tahun ini adalah tahun ke 10 pernikahanku” lanjutnya. Kemudian dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya. “Ini foto suamiku waktu sebelum nikah, gimana mirip kamu gak ?” “He..he..he.. kayak ngaca” jawabku sambil mengembalikan foto tersebut. Sebenernya aku makin bingung arah pembicaraan bi ita. “Kamu tau kan aku dan suamiku belum dikaruniai anak ?” tanyanya lagi “Iya…” jawabku bingung.
 “Jadi begini rian, aku dan suamiku sudah mencoba beberapa cara. Tapi belum berhasil. Sedang umurku semakin bertambah, makin sulit untuk bisa punya anak. Memang kami sudah tau masalahnya ada disuamiku dan dia sekarang dalam terapi pengobatan, tapi mungkin suamiku butuh bantuan lain….. dari kamu” kata bu ita. “Bantuan dari saya ? maksudnya bu ?” tanyaku yang sudah dipuncak kebingungan.
“Mungkin kamu bisa bantu suamiku untuk membuahi aku” katanya pelan. “Maksudnya saya menyumbang sperma untuk bayi tabung ibu dan suami ibu ?” tanyaku tergagap. “Bukan, aku sudah pernah coba cara itu dan gagal.
Sperma suamiku terlalu lemah. Kalau aku ulangi sekarang tentu suamiku curiga. Lagi pula sulit untuk menukar sperma suamiku dengan spermamu nanti” jawab bu ita. “Jadi ?” tanyaku lagi. “Aku pingin kamu meniduri aku, membuahi aku sampai aku hamil” jawabnya singkat. Aku cuma bisa ternganga terhadap permintaan bu ita yang ku anggap sangat gila itu. “Tenang, jangan takut ketahuan. Kamu mirip sekali dengan suamiku, apalagi golongan darah kalian sama, jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya.” kata bu ita meyakiniku.
Akhirnya terjawab kenapa dia tanya golongan darahku tadi. Mungkin alasan bu ita begitu gampang menyetujui waktu aku wawancara dulu salah satunya adalah rencana ini… “Trus bagaimana kita melakukannya?” tanyaku setelah menenangkan diri.
“Kamu ada waktu malem ini ? Kebetulan suamiku lagi keluar kota sampai besok.”tanya bu ita. “Aku available.” jawabku. Kemudian bu ita menelpon kerumahnya, memberitahukan pembantunya dia tidak pulang malam itu sambil memberi alasan. Kemudian dia mengajakku ke hotel xxx. Setelah cek in, kami langsung masuk kamar. Didalam kamar, tidak ada pembicaraan yang berarti. Bu ita langsung ijin untuk mandi, setelah dia selesai, gantian aku yang mandi. Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku melihat bu ita yang hanya memakai bathrobe tiduran sambil menonton tv. Aku kemudian duduk di pinggiran tempat tidur. 

“Bagaimana, kita mulai ?” tanyaku dengan perasaan gugup. Soalnya biasanya aku ML tujuannya cuma untuk senang-senang, bahkan pakai alat kontrasepsi agar pasangan MLku tidak hamil. Kalau ini malah tujuannya pengen hamil. “OK” jawab bu ita kemudian bergeser memberi aku tempat untuk naik ketempat tidur. Aku berbaring disampingnya kemudian berkata “Bu, mungkin tujuan kita supaya ibu bisa hamil, tapi apa bisa kita melakukan persetubuhan ini seperti layaknya orang lain yang mencari kepuasan juga ?” “Gak pa-pa sayang…” jawab bu ita. “Aku rela kok kamu tidurin. Malah sejujurnya kamu tuh bangkitin nafsuku banget. Ngingetin aku diawal-awal pernikahanku” jawab bu ita nakal. Aku kemudian mengecup dahi bu ita, sesuatu yang selalu aku lakukan sebelum meniduri wanita. Bu ita terseyum kecil.
Kemudian aku mengecup bibir bu ita. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat juga. Kemudian aku mulai mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam. Sambil mencium bibir mu ita, tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama aku elus rambutnya, bu ita membalas dengan sedikit meremas kepalaku. Kemudian tanganku turun untuk mengelus-elus tubuhnya, walaupun masih dari luar bathrobe. Masih sambil berciuman, perlahan aku buka tali bathrobenya.


Setelah membuka sebagian bathrobe bagian atasnya, aku langsung mengelus payudaranya, ternya bu ita sudah tidak memakai bra. Awalnya aku hanya mengelus, tapi kemudian berubah menjadi meremas. Payudaranya masih kenyal, walaupun sudah sedikit turun, tapi sangat nikmat untuk diremas. Kemudian aku mulai memilin-milin putingnya. Bu ita merintih pelan, kemudian melepaskan ciuman.
Aku kemudian turun sedikit untuk mulai menjilati puting bu ita. Aku muail menjelati puting yang kiri sedang payudara yang kanan aku remas dengan tangan. Kemudian berganti aku menjilati yang kanan sambil meremas payudara yang kiri. Sesekali aku gigit-gigit kecil, tapi sepertinya bu ita tidak terlalu suka, dia lebih menyukai aku menyedot kencang putingnya. Tangan kananku kemudian turun kebawah untuk membuka bathrobe bagian bawahnya hingga tubuhnya terlihat semua. Bathrobe hanya menyangkut di tangannya. Tanganku mulai mengelus pahanya. Perlahan aku buka sedikit pahanya untuk mengeluspaha bagian dalamnya, begitu mulus kulit bagian itu. Tanganku naik keatas menuju selangkangan, ternyata bu ita masih memakai CD. Aku tak mau langsung ke vaginanya hingga tanganku beralih ke pantatnya. 


Aku meremas pantat yang bulat ini dari dalam CDnya, sebab aku selipkan tanganku ke dalam celananya. Jujur aku adalah penggemar pantat dan pinggul wanita. Apalagi wanita seperti bu ita ini. Pinggulnya ramping tapi pantatnya besar membulat. Perlahan remasan kepantat bu ita aku alihkan ke depan. Di garis vaginanya aku merasa sudah banyak cairan yang keluar dari vaginanya. Kemudian aku mengelus vaginanya mengikuti garis vagina. Perlahan aku tusuk vaginanya dengan jari tengahku.


Tubuh Bu ita tersentak, pinggulnya diangkat seperti mengantarkan vaginanya untuk melahap jariku lebih dalam. Jariku aku keluar masukkan perlahan, bu ita merintih semakin keras. Aku turun kebawah, ingin menjilat vaginanya. Tapi Bu Ita menahan tubuhku. “Gak usah rian, aku malu” kata Bu Ita. “Langsung masukin aja sayang, aku dah gak tahan” lanjut bu ita.


Aku memposisikan tubuhku diatas bu ita. kemudian aku lebarkan pahanya nsehingga selangkangannya terbuka lebar. Aku arahkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku usahpak penisku ke permukaan vaginanya, tapi bu ita memandangku dengan penuh harapan supaya aku cepat memasukkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku dorong penisku untuk measuk ke vaginanya. Vaginanya masih seret, mungkin karena belum pernah melahirkan.
Aku mulai mengeluar masukkan penisku dari vaginanya, sedangkan bu ita merintih keras setiap penisku menghujam vaginanya. Sesekali aku mencium bibirnya, tapi dia lebih suka merintih sambil memejamkan matanya menikmati setiap gesekan vaginanya dengan penisku. Tangan bu ita mencengkram bahuku, sepertinya dia ingin tubuhh kita bergesekan keras agar payudaranya tergesek oleh dadaku. “Mas terus mas, terus…” rintih bu ita.


Sepertinya dia membayangkan suaminya yang menyetubuhinya. Sebenernya aku agak cemburu, tapi aku pikir-pikir lebih baik daripada dia merintih memanggil namaku, nanti dia kebiasaan bisa berabe kalau dia memanggil namaku waktu bersetubuh dengan suaminya. Tiba-tiba tangan bu ita mencengkram pantatku seakan membantu dorongan penisku agar lebih kuat menghujam vaginanya. Pinggulnya pun semakin aktif bergerak kekanan-kekiri sambil kadang berputar. Sungguh beruntung aku bisa menikmati tubuh molek bu ita yang sangat ahli bercinta.


Tiba-tiba tangannya menekan keras pantatku kearah vaginanya. Sepertinya dia sudah orgasme. Tubuhnya menegang tidak bergerak. Akupun menghentikan pompaanku ke vaginanya sebab tangannya begitu keras menekan pantatku. Setelah tubuhnya berkurang ketegangannya aku mulai pompaanku perlahan. Cairan orgasmenya membuat vaginanya semakin licin. Memang vaginanya jadi berkurang daya cengkramnya, tapi kelicinannya memberikan sensasi yang berbeda. Aku mengangkat tubuhnya untuk berganti posisi.
Tapi bu ita menolak sambil berkata “Rian please, kali ini gaya konvensional aja ya… aku pengen nikmatin… besok-besok ya”. Aku meletakkan tubuh bu ita lagi. Goyangan pinggulnya makin menggila, begerak kekiri dan kekanan, tapi aku paling suka saat berputar.


Sungguh hebat goyangan bu ita. Mungkin itu goyangan terbaik dari wanita yang pernah aku tiduri. Tangannya kembali menekan keras pantatku, bu ita sudah sampai di orgasme keduanya. Tubuhnya sangat tegang kali ini, sampai perlu lama untuk kembali normal. Setelah berkurang ketegangannya, aku berkata “Bu apa kita sudahin dulu ? kayaknya ibu sudah lemas sekali.” kataku. “Gak pa-pa rian, aku pengen sperma kamu, terusin aja.” jawab bu ita. Aku mulai memompa lagi vaginanya dengan penisku. Kali ini vaginanya sudah benar-benar basah. Bu ita sudah mengurangi gerakannya, mungkin dia sudah terlalu lemas. Aku konsentrasikan pompaanku ke vaginanya hingga bu ita mulai merespon lagi.


Sebenarnya aku sudah dikit lagi ejakulasi saat bu ita tiba-tiba berteriak kencang “Arrrhgh….. rian gila enak banget” jeri bu ita sambil menjepit tubuhku dengan kedua pahanya. “Adu gila rian…. aku dah 3 kali keluar kamu belum keluar juga. Ayo dong rian, aku cari pejantan bukan cari gigolo…” kata bu ita lemah. AKu sebenernya kasian dengan bu ita, tapi aku juga sedikit lagi ejakulasi. Aku goyang perlahan penisku. Kali ini aku benar-benar konsentrasi menggapai orgasmeku. Tak berapa lama aku merasa spermaku sudah sampai diujung penisku. “Bu saya dikit lagi keluar bu.” kataku sambil meniukmati sensasi luar biasa.


Bu ita membantu dengan menggoyangkan pinggulnya sambil menahan pantatku agar penisku tidak lepas dari vaginanya. “Agkh….”, crot..crot..crot..crot empat kali spermaku ku siram derask ke liang vaginanya. Bu ita menahan pantatku kuat-kuat agar spermaku masuk kerahimnya dalam-dalam. “Tahan sebentar rian, supaya spermanya masuk semua” kata bu ita sambil menahan pantatku kearah selangkanyannya. Setelah beberapa menit baru bu ita melepaskan cengkramannya.


Aku kemudian merebahkan tubuhku disampingnya. Malam itu aku menggagahi bu ita sampai 3 kali. Sama seperti yang pertama, aku tumpahkan seluruh spermaku ke liang vaginanya. Setelah itu persetubuhannku dengan bu ita jadi acara rutin. Minimal 2 kali seminggu aku menyetubuhinya. Aku bahkan dilarang bersetubuh dengan wanita lain, agar spermaku benar-benar 100% masuk ke rahimnya. 2 bulan kemudian bu ita positif hamil, tapi sampai saat ini, saat kehamilannya memasukki bulan ke 3, aku masih rutin menyetubuhi bu ita. Sepertinya bu ita tidak bisa menolak kenikmatan digagahi olehku, dan aku tentu aja gak mau kehilangan goyangan dasyat bu Ita.



Kamis, 05 Januari 2017

Oke......Bud

Aku jarang sekali keluar kamar, meski mereka datang, aku selalu diam didalam kamar. Untuk apa keluar? Di kamar sudah ada tv, dan kamar mandi. Mau makan cukup kedapur yang posisinya dekat dengan kamarku. Segala yang aku perlukan tinggal aku minta belikan pada mereka siapa saja yang ada dirumah. Suatu hari, tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki yang menyanyi-nyanyi diluar kamarku. Aku merasa baru dengar suara itu. Penasaran, aku keluar menuju dapur yang bedekatan dengan ruang tengah yang biasa dipakai kumpul oleh mreka. Diam didekat pintu dapur sambil lirik sana sini, basa-basi menyapa mereka, mungkin hari itu sekitar kurang lebih 15 orang yang sedang berada dirumahku. Bisa lebih dari 20 orang kalau dimalam minggu. Mereka biasa ketawa-ketawa, beemain gitar, minum-minum alkohol, kalau au sedang mood, aku suka ikut sebentar hanya untuk minum. Saat itu, tatapanku akhirnya berakhir pada seorang laki-laki berperawakan tinggi, dengan tubuh tegap dan kulit putih. Sial! Cowok ini langsung bikin aku tertarik. Gumamku dalam hati. Lalu dengan terlihat dingin, laki-laki itupun menatapku balik. Dengan acuh nya akupun memalingkan muka dan kembali ke dalam kamar. Didalam kamar aku langsung terduduk diatas kasur. Bayangan sosok laki-laki yang sedang berada didepan kamarku terus saja ada dikepalaku. Aku harus mendapatkannya.Hari terus berlalu, laki-laki itu belum kembali kerumahku. Aku fikir dia bukan seperti anak-anak yang lainnya. Yang tidur dirumahku. Emm, mungkin dia bukan anak broken home juga. Paling iseng-iseng maen. Tapi, aku ga boleh nyerah buat dapetin dia.
Siang itu, aku melihat ada Farel, salah 1 anak paling lama yang suka tinggal dirumahku sedang menaiki tangga sambil membawa ember jemuran pakaiannya. Aku lalu mengikutinya untuk ketempat jemuran. Sembari menjemur, farel masih tidak sadar kalau ada aku disampingnya. Hahaha, dasar cowok, pandangan mata nya hanya bisa melihat lurus kedepan. Tidak sperti wanita yang bisa melihat samping kanan kiri walau dia sedang menatap lurus kedepan. Kucolek pinggangnya.
“Wadaw teteh, kirain siapa!” Kata Farel, terlihat dia sangat kaget.
“Hahahahhaa, serius amat sih ngejemurnya.” Kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu aku duduk disalah 1 bangku yang memang disediakan di atas untuk nongkrong anak-anak. Farel melanjutkan menjemur pakaiannya. “Rel, kemaren-kemaren ada cwo yang pake jaket coklat siapa?” Tanyaku. “Yang mana teh?” Tanya nya balik.
“Itu yang rambutnya cepak pinggir-pinggirnya.” Jawabku.
Farel terlihat berfikir dan mengingat-ingat. Dia menjemur pakaian terakhirnya. “Oohhh itu. Itu si Budi. Deket kok rumahnya teh. Tapi dia tinggal sendiri, ortunya jadi TKW.” Kata Farel sambil menghampiriku dan duduk disampingku. “Kenapa? Tumben sih teteh tanya-tanya orang yang datang kerumah, biasanya juga cuex.” Lanjutnya sambil cengengesan.
“Ya pingin aja atuh, namanya juga penasaran.” Jawabku.
“Cieeee penasaran, pasti ada maunya.” Goda Farel. Dia melihat Hp nya yang tiba-tiba berdering. Aku cuma mesem-mesem digoda sperti itu.
“Tapi teh, dia juga nanyain teteh lho. Aku bilang aja jangan macem-macem ke teteh, karna teteh yang punya ini rumah. Dia nanya ke aku, katanya kok teteh pake pakaiannya sexy. Aku bilang aja, kalo emang kelakuan teteh tuh ga ada malunya, aurat diliat-liat. Hahahahahaaa.” Farel tertawa terbahak-bahak. Aku gak memperdulikan ucapan Farel soal pakaianku, yang ku fikir hanya bagaimana bisa dekat dengan Budi. “Kapan Budi kesini lagi?” Tanyaku. “Lah kayanya dia ada dibawah deh sekarang. Tadi kan yang sms dia. Katanya dah ada dirumah ini.” Jawaban Farel membuat aku kaget dan senang. “Serius Rel? Yuk ah ke bawah” kataku sambil berdiri dan berjalan cepat menuju tangga untuk kebawah tanpa memperdulikan jawaban Farel.
Dibawah, diteras rumah, aku melihat Budi sedang duduk didepan jendela kamarku. Menunggu Farel mungkin. Kepalanya yang tadi menunduk melihat hp nya, sekarang menengadah melihatku. Dengan tanpa basa-basi aku mendekatinya lalu tersenyum. “Hey, Budi ya? Boleh minta no hp nya?” Kataku. Aku memang wanita yang malas berbasa-basi, kalau ada maunya, langsung bicara saja. Itu lebih enak menurutku.
“Eh teteh, boleh.” Jawab nya terlihat sedikit kaget mendengar todonganku, lalu dia mengotak atik hp nya lalu menyerahkan padaku. Disana kulihat sebaris nomber hp. Kucatat di hp ku.

“Makasih ya.” Kataku sambil berlalu dan masuk kerumah lalu ke kamarku.
Gilak, aku seneng banget dapet no hp nya. Pelan-pelan tapi pasti, aku kudu ngerasain ngentod ama dia. Akhirnya setiap hari, kami sms an. Bahkan saat dia ada dirumahkupun aku masih sms dia. Aku tetap malas keluar kamar. Hingga suatu hari, pembicaraan kami mengarah pada selangkangan. Dia dengan polosnya bilang, kalau belum pernah ML. WTF, berarti dapet perjaka lagi nih, fikirku. Aku terus saja memancingnya sampai dia tertarik ingin melakukannya. Dan pancinganku gak sia-sia. Umpan nya dimakan ikan. Dia pun mau. Saat dia sedang berada dirumahku, aku bilang, nanti malam dia kudu tidur dirumah ku bersama yang lainnya. Tengah malam dia keluar kamar dan tungguin aku didapur. Semuanya berjalan sesuai rencana. Tengah malam itu kami sudah berdua didapur yang remang-remang. Aku duduk diatas meja dapur, dia berdiri didepanku. Dengan lahapnya dia mencium bibirku dan tangannya meremas-remas payudaraku. Dia lalu memintaku mengikutinya kekamar mandi tamu yang memang dekat dengan dapur. Tanpa basa basi lagi, dia dengan agak kasar menyuruhku menungging dengan bertumpuan tangan dan lututku diatas toilet duduk. Aku menurutinya. Aku yang hanya memakai baju tidur dengan model tengtop longgar dan terusan rok pendek, tanpa beha dan tanpa celana dalam akan memudahkan kami untuk ngentod. Dengan keadaan kamar mandi gelap, dia sepertinya kewalahan, susah mencari mana lubang yang benar. Akhirnya aku tuntun kontolnya menuju lubang memekku. Dan Blesssss, kontolnya masuk kedalam memekku. Aku mendesah kecil, takut terdengar orang serumah. Dia mengocok kontolnya dengan cepat. 


Desahannya terdengar agak memburu. Dan crooottt, crooottt.. Ada rasa cairan hangat menyirami memekku, mungkin cuma 2menit goyangannya dan dia sudah mengeluarkan spermanya didalam memekku. Aghhhh, padahal aku belum apa-apa. Tapi aku maklumi sih. Namanya perjaka. Kebanyakan belum bisa mengatur nafsunya.
“Aghhh teteh maaf.” Katanya sambil membalikan tubuhku. Dia jongkok dihadapanku yang terduduk di atas toilet. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya. “Gak papa Bud, kan nanti bisa lagi.” Kataku.
“Oh jadi boleh lagi? Sekarang yuk, di meja dapur.” Katanya sambil menarikku keluar kamar mandi menuju dapur kembali. Dengan masih terburu-buru, dia menciumi wajahku, bibirku dan memainkan bibirnya didaerah payudaraku. Ughhh rasanya ingin mendesah, tapi ga bisa karna takut membangunkan ortuku atau orang yang ada dirumah.
Masih dengan tidak sabarnya, dia membuat pahaku mengangkang, dan dia menusukkan 1 jaringa kedalam lobang memekku. Ughhhh aku mendesah pelan. Budi mencium bibirku, agar tidak keluar desahan yang lebih hebat saat dia mengocok keluar masuk jari nya didalam memekku. Aku terhentak agak keras dengan tangan bertumpu kebelakang saat Budi menusukkan dalam-dalam jarinya kedalam memekku, lalu dia menggoyang-goyangkannya didalam tanpa dia maju mundurkan. Siaaallll, itu tepat banget didaerah g-spotku. Ingin rasanya aku teriak menikmati kenikmatan itu. Tapi sayangnya gak bisa. Dengan sedikit kasar, Budi menarik tubuhku agar bisa mencium bibirku. Mungkin dia khawatir aku beneran teriak. Aku melepaskan ciumannya dan memohon untuk dia memasukkan kontolnya kedalam memekku. “Masukin dong sayang, udah gak kuat.” Kataku dengan mata sayu menatapnya. Cahaya remang-remang yang masuk ke dapur dari ruang keluarga, membantu ku melihat kontolnya yang lumayan besar dan putih. Aku pegang kontolnya dan dengan perlahan mengarahkan ke memekku dengam posisi aku mengangkang lebar diatas meja dapur. Dan sekali lagi, blesssss… Kontol yang nikmat itu masuk kedalam memekku. Aghhh, shiitttt nikmatnyaaa… Budi membiarkan beberapa detik kontolnya didalam memekku. Lalu dengan ritme perlahan, dia menarik dan memasukkan kembali kontolnya kedalam memekku.


Dengan tubuh menyender ke tembok dan kaki mengangkang lebar, aku bisa melihat kontolnya yang keluar masuk didalam memekku. Aghh, rasanya benar-benar nikmat. Sialnya aku gak bisa mendesah dan teriak. Dengan terus mengocok, Budi menciumi leherku, aku benar-benar nyerah kalau sudah diciumi bagian kuping dan leher. Tanpa lama-lama lagi, aku memeluknya erat dan sedikit menggigit pundaknya agar tidak teriak. Ya, saat itu aku orgasme. Orgasme yang sangat nikmat. Nafasku memburu. Terdengar pula nafas Budi ikut menjadi cepat. Dan genjotannya pun sangat menghentak-hentakkan tubuhku. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang didalam dekapanku. Ternyata dia orgasme lagi. Lama-lama tubuhnya melemah dan aku melepaskan pelukanku.


 “Kenapa?” Tanyaku. Budi tersenyum dan mencium keningku. “Enak, makasih ya teh.” Katanya. Aku ikut tersenyum. Kami berciuman sebentar.
Dan tanpa banyak bicara lagi, aku membereskan bajuku. Terburu-buru masuk ke kamar tidurku dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan memekku drei sisa-sisa spermanya. Sepertinya, Budi juga menuju kamar mandi tamu. Dia ga berani ke kamar mandi kamar yang dia tempati. Ahhahaaa mungkin takut membangunkan anak-anak yang sedang lelap tertidur.


Setelah malam itu, kami jadi semakin dekat dan sering ngentod. Dirumahku atau pun lebih bebas dirumahnya yang memang dia tempati sendirian. Bahkan kami pernah melakukan disiang bolong, ditempat umum. Ya tempat olah raga yang disana terdapat panggung kecil. Disisi panggung itulah aku menungging merasakan genjotan kontol nya yang benar-benar bikin aku ketagihan.

cerita bergambar: Akuditugaskan di kota bandung selama seminggu dan ...

cerita bergambar: Akuditugaskan di kota bandung selama seminggu dan ...: Aku ditugaskan di kota bandung selama seminggu dan mulai hari ini aku menyewa kamar di rumah temanku, di dalam rumah ada seorang ayahnya da...
Aku ditugaskan di kota bandung selama seminggu dan mulai hari ini aku menyewa kamar di rumah temanku, di dalam rumah ada seorang ayahnya dan perawat dan pembantu, rumahnya sangat asri dan tentram saat dihuni, banyak bunga bunga dan hijau hijauan, Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan.
Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya. “Pak Afif ya..”. “Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter. “Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”,

Mataku memandangi sekujur tubuhnya. Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai.
Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu. Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”. “Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya.
Mari saya antarkan ke kamar..”. Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku.

Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink ungu. Darahku terkesiap. 
Ahh…,Kekerasan Sex perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong. Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya. “Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”. “Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu.
Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan montok.

Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku. Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya.
Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar. “Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”. “Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos. “Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci. Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan.


Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya.
Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya. Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu. “Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.


“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”. “Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan. “Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya.
Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku. Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih. “Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku.
Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.
Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah.
Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas.
“aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras.


Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku.
Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya.
Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki.
Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu.
Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”. Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi.
Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu.
Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”.
Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan,
“Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir.
Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu.
Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”. Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu.


Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda.
Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening.
Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan. Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur.
Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang. 


“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku.
Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.


Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku.
Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan! Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku.
Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat.


Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang. “Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku. Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati.


Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung. Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam.
Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch.
Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk.
Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku.
Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya.
Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’.
Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya. Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu.
Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu. “Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”.
Benar-benar jawaban yang menggemaskan! Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku.
Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana.
Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya.
Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku. Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah.
Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku. “Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik,
“Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis. “Sebentar Pak..”, teriaknya. “Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri.
Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya. Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan.
Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu.


Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi. Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa.
Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat.


Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang. Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”. “Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu.


Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak. “Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”.
Aku tersenyum simpul. “Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.


“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang. Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja.
Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain.
Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya. Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.
“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan. “Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”.
Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!! Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati.

Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok.
Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir.
Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab. Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine. “Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental. “Kalau gitu panggil saya Afif aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.
Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku.
Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung.
Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku. Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan.
Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir.
Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi. Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas.
Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa. Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine.
Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat.
Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku. Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine.
Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing. “Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih…?”, katanya sambil tersenyum simpul. “Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku.
Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu. Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya.
Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.

“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku.
Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.
Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu.
Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku. Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya.


Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”. Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu.
“Gusti Afif.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku.


Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya. Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya.
Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian.


Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku.
“Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja. Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku.
Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan. “Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat…, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku.
Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu. “Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya.


Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku. “Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..”
Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya. “t eh salah Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda. “Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak.


Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air. “Minum deh.., biar kamu segeran..”. “Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali.
Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku. Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang. “Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli. “Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja.
Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.


Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat.
Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya. “Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum. “Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”. Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku.
Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine.
My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya. “Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu.
Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu. “Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan.
Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya.
Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil. “Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.
“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya.


Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya! “Aahh….” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”.


Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa! Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur.
Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua.


Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu. Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang. “Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.


Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan.


Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya. “Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”. “Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”,
Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra. “Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya.
Sebutir pil KB. “Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya. “Selamat tidur sayang…”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.
Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa.
Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat.
Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun. Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat.
Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam.
Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu. Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto.
Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu.
Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana.
Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu.
Tanpa sadar batang penisku mulai membesar. Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya.
Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar.
Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.
Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan.
Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”.
Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya. “aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Afif?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu. “E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat.
Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja. “Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya. Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya.
Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku.
Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, aku berfikir apakah dian minum obst,walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah.
Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.
Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya.
Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku.


Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.
Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.


“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan.
Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya,
“Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur. Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka. Not bad!!


KEBIASAAN BURUK Aku punya sebuah kebiasaan sejak lama. Aku suka sekali bila tubuhku dipandangi dengan bebas. Mungkin karena aku terl...