Senin, 16 Januari 2017
cerita bergambar: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN
cerita bergambar: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN: cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN : Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan ...
BELANJA KE PASAR
Aku punya tetangga bernama ibu
Mayang. Umurnya sekitar 45 tahunan. Ia seorang Ibu Rumah Tangga dengan 3 orang
anak yang sudah beranjak dewasa semua. wajahnya biasa saja, hanya sedap
dipandang mata. Tubuhnya gemuk tidak kurus pun enggak. Montok dan sekel.
Sedangkan kulitnya kuning langsat, Rambutnya agak ikal sebahu lewat dan
bibirnya agak lebar tapi tidak terlalu tebal.
Yang paling kusenangi adalah payudaranya sangat menggoda. Anak pertamanya
laki-laki, seorang tentara dan berdinas diluar pulau jawa. Yang kedua perempuan
bekerja sebagai seorang Pengawas Mutu (QC) di sebuah pabrik di kota Bekasi.
Yang bungsu sedang menempuh semester 4 di salah satu perguruan tinggi di Negeri
di Jakarta. Alhasil, setiap hari bu Mayang tinggal sendirian di rumahnya.
Awal pertemuanku dengan bu Mayang terjadi pada saat sedang hajatan tetanggaku. Ibu Mayang sebagai koordinator Uusan Dapur dan aku koordinator pemuda pemudi yang bertugas sebagai pager ayu dan pager bagus serta petugas kebersihan yang tugasnya ngangkutin piring kotor dan sampah.
Awal pertemuanku dengan bu Mayang terjadi pada saat sedang hajatan tetanggaku. Ibu Mayang sebagai koordinator Uusan Dapur dan aku koordinator pemuda pemudi yang bertugas sebagai pager ayu dan pager bagus serta petugas kebersihan yang tugasnya ngangkutin piring kotor dan sampah.
Saat itu sudah jam 10 malam menjelang
hajatan, aku sedang mempersiapkan janur yang sudah dirangkai dan siap dipasang.
Setelah urusan pemasangan janur aku serahkan kepada salah seorang kawanku, aku
pun bersiap untuk pulang agar besok badanku segar dan tidak terlalu letih
akibat begadang. Tiba-tiba sang empunya hajat memanggilku dan meminta tolong
untuk mengantar Ibu Mayang ke pasar karena ada yang terlupa untuk dibeli. Kusanggupi permintaannya dan ku nyalakan skuter tua buatan italiku. Tak lama bu
mayang pun nyemplak dibelakang dan kami segera menuju pasar menembus gelapnya
malam yang lumayan dingin. “Pelan-pelan aja mas, saya takut!” celetuknya ketika
vespaku kugeber agak kencang. “Ga papa kok bu, udah biasa… abs kalo pelan
jalannya ga enak!” kataku sekenanya.
Ia tidak menjawab dan malah mengalungkan tangannya ke perutku. “Tar kalo kenapa-kenapa dijalan kamu tanggung jawab ya…?!?!?” katanya ketus. Singkat cerita sampailah kami di pasar dan setelah mendapatkan apa yang dicari kami segera otw pulang.
Sialnya, ditengah jalan vespaku mogok entah kenapa. Kuminta bu Mayang turun dan kuperiksa mesinnya. Sekilas nampak raut kesal di wajah ibu Mayang. “Tau begini tadi pake motor si Hendrik saja?!!”. “Sebentar bu, biasanya kao ngadat begini cuma sebengtar kok!” Kataku berupaya meredam kekesalan bu Mayang. lalu setelah ku utak utik platinanya sang tunggangan pun kembali menyala.
Ia tidak menjawab dan malah mengalungkan tangannya ke perutku. “Tar kalo kenapa-kenapa dijalan kamu tanggung jawab ya…?!?!?” katanya ketus. Singkat cerita sampailah kami di pasar dan setelah mendapatkan apa yang dicari kami segera otw pulang.
Sialnya, ditengah jalan vespaku mogok entah kenapa. Kuminta bu Mayang turun dan kuperiksa mesinnya. Sekilas nampak raut kesal di wajah ibu Mayang. “Tau begini tadi pake motor si Hendrik saja?!!”. “Sebentar bu, biasanya kao ngadat begini cuma sebengtar kok!” Kataku berupaya meredam kekesalan bu Mayang. lalu setelah ku utak utik platinanya sang tunggangan pun kembali menyala.
Setelah menyala, kuuminta bu mayang naik
dan kami meneruskan perjalanan. “Makanya jangan kenceng-kenceng! marah motor mu
tuh!” kata bu Mayang. “Hahahahaha… si ibu bisa aja!, namanya barang tua ya
begini bu., suka ngadat!” “Eh belum tentu lho, ada juga barang tua yang ga
pernah ngadat…!” sanggahnya. “Emang ada bu? kalo ada saya mau tuh!!” jawabku…
“Udah aha, konsentrasi sm jalan sana! Tar nabrak lagi!” omelnya “Oke mami siap
laksanakan”. “Mami mami, emangnya aku germo!??” jawabnya sambil mencubit
perutku pelan. “AOWWW, sakit bu!” dan sepeda motorku sedikit oleng…. uppsss,
dengan sedikit skill motor kembali dapat kukendalikan. “Udah ah jangan becanda
mulu, tar jatoh lagi”.
“Her, langsung anter aku ke rumah aja, besok aja lah belanjaannya dianterinnya. dipakenya juga buat sorenya kok!” bu mayang memintaku. “ya udah, gapapa” motor ku belokkan ke arah gang bu mayang. “Makasih ya, eh kamu ada nomor hp saya ga? supaya besok gampang buat koordinasi!” kata bu mayang setibanya di pagar depan rumahnya, kami pun bertukar no hp masing masing.
Sampe dirumah tiba2 hpku berbunyi. SMS dari bu Mayang. ‘Her, kamu bisa dateng ke rumah ga? seklian bawa baju yg tadi disewa. saya mau fitting tadi lupa’. Aku berkerut, oh iya tadi sore aku ditugaskan mengambil baju sewaan buat orang2 yang bertugas di pramanan. ‘Ok bu saya kesana’ jawabku dan langsung kusambar tas plastik yang berisi baju dan kain sewaan. sampai dirumah bu Mayang, baru mau aku ketuk pintu pager bu mayang sudah muncul dari dalam rumah.
Aduuhhh…. dia pakai baju tidur diatas lutut, menampilkan kakinya yang padat berisi serta pahanya yang mulus, walaupun terlihat masih memakai bra, dadanya yang montok sempat membuatku menelan ludah. “Hey malah bengong ayo masuk, mana bajunya?” aku kaget setengah mateng saat tangannya mengusap wajahku. Halus sekali… dan wangi … entah lotion entah parfum… aku pun masuk mengikuti bu mayang… Alamak bokongnya sangat menggoda…
Setelah didalam, aku dipersilahkan duduk dan basa basi sebentar, “herna kemana bu?” kataku menyakan anaknya yang bungsu. “Oh, dia lagi ke tempat kawannya. Katanya ada tugas kuliah, besok paling dia pulang”. setelah ngobrol sedikit, ia pun membawa tas plastik itu kedalam dan agak lama aku menunggu di ruang depan rumahnya. Selama penantian itu aku membayangkan sedang bergumul dengannya dikasur dan melepaskan hasratku yang terpendam dengannya. Saling mencium, saling menjilat dan saling meraba.
15 menit berlalu dan ia kembali ke ruang depan sambil menenteng tasnya. “Aduh maaf ya her, kelamaan.. eh kamu mau minum ga??? sampe lupaaa… tar ya saya ambilin minum dulu… mau kopi apa kopi susu? Kopi susu aja yah, kopi hitamnya saya lupa udah abis…” katanya nyerocos… ” Ga usah bu… gapapa !” percuma aku menjawab karena bu mayang sudah ngeloyor ke belakang.
“Her, langsung anter aku ke rumah aja, besok aja lah belanjaannya dianterinnya. dipakenya juga buat sorenya kok!” bu mayang memintaku. “ya udah, gapapa” motor ku belokkan ke arah gang bu mayang. “Makasih ya, eh kamu ada nomor hp saya ga? supaya besok gampang buat koordinasi!” kata bu mayang setibanya di pagar depan rumahnya, kami pun bertukar no hp masing masing.
Sampe dirumah tiba2 hpku berbunyi. SMS dari bu Mayang. ‘Her, kamu bisa dateng ke rumah ga? seklian bawa baju yg tadi disewa. saya mau fitting tadi lupa’. Aku berkerut, oh iya tadi sore aku ditugaskan mengambil baju sewaan buat orang2 yang bertugas di pramanan. ‘Ok bu saya kesana’ jawabku dan langsung kusambar tas plastik yang berisi baju dan kain sewaan. sampai dirumah bu Mayang, baru mau aku ketuk pintu pager bu mayang sudah muncul dari dalam rumah.
Aduuhhh…. dia pakai baju tidur diatas lutut, menampilkan kakinya yang padat berisi serta pahanya yang mulus, walaupun terlihat masih memakai bra, dadanya yang montok sempat membuatku menelan ludah. “Hey malah bengong ayo masuk, mana bajunya?” aku kaget setengah mateng saat tangannya mengusap wajahku. Halus sekali… dan wangi … entah lotion entah parfum… aku pun masuk mengikuti bu mayang… Alamak bokongnya sangat menggoda…
Setelah didalam, aku dipersilahkan duduk dan basa basi sebentar, “herna kemana bu?” kataku menyakan anaknya yang bungsu. “Oh, dia lagi ke tempat kawannya. Katanya ada tugas kuliah, besok paling dia pulang”. setelah ngobrol sedikit, ia pun membawa tas plastik itu kedalam dan agak lama aku menunggu di ruang depan rumahnya. Selama penantian itu aku membayangkan sedang bergumul dengannya dikasur dan melepaskan hasratku yang terpendam dengannya. Saling mencium, saling menjilat dan saling meraba.
15 menit berlalu dan ia kembali ke ruang depan sambil menenteng tasnya. “Aduh maaf ya her, kelamaan.. eh kamu mau minum ga??? sampe lupaaa… tar ya saya ambilin minum dulu… mau kopi apa kopi susu? Kopi susu aja yah, kopi hitamnya saya lupa udah abis…” katanya nyerocos… ” Ga usah bu… gapapa !” percuma aku menjawab karena bu mayang sudah ngeloyor ke belakang.
Tak lama ia kembali sambil membawa
secangkir kopi “maaf, kopi susunya yang abis, ga taunya adanya kopi item”.
“Gapapa kok bu ga usah repot-repot”. Sambil menikmati kopi, kami mengobrol
ngalor ngidul sampe akhirnya ku tahu suaminya pergi meninggalkan dia saat
anaknya yang bungsu masih kelas 2 SD, demi meraih cinta seorang pramugari.
Diam-diam kuambil gambarnya pake hpku. Pembicaraan semakin hangat bahkan mulai
menjurus ke hal2 yang berbau XXX. “Kopinya mau nambah ga? tapi kalo mau kopi
susu ga ada…” tanya bu mayang saat melihat isi cangkir yang tinggal setengah.
“Gapapa, bu. Udah cukup. Lagian kopinya juga udah berasa kopi susu kok!”
jawabku sambil nyegir. “Lho kok bisa gitu?” bu mayang kelihatanya bingung
dengan jawabanku. “Iya dari tadi udah pake susu… walau hanya pandangan…
hehehehe…” “eeeehhh… kamu… genit ya! berarti kamu dari tadi ngintipin nenen
saya ya? dasar genitt ih!” katanya sambil kembali mengusap wajahku.
Kali ini kutangkap tangannya dan ku cium
jarinya. Nampak bu mayang agak terkejut menerima perlakuanku, tapi hanya
sepersekian detik saja. Ia hanya diam saja ketika aku mulai menciumi dan
menjilati jari tangannya. Namun ia kemudian menarik tangannya. “Mmmmaaaffhh…
bu… maaaf… saya terbawa suasana… ” kataku mencari pembenaran. Bu mayang tak
menjawab dan hanya menarik nafas panjang, tak lama ia ke belakang sambil
membawa cangkir kopiku yang sudah habis. Aduh, ngambek dia…. pikirku. Salah
sendiri ga pake basa basi pikirku wah kacau ni bisa nanti.
Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan dan aku pun bersiap untuk pamitan. “Her, maksud kamu apa tadi?”. Gemet ter aku … “MMaaafff bu… maaf… kalo ibu tersinggung… maaf sekali lagi. Saya terbawa suasana. Abis ibu pakeannya bikin saya jelalatan…”. “Gapapa Her, saya cuma kaget aja kamu kok berani begitu sama saya. Eh, kamu jangan pasang wajah melas gitu doong…. serius her, saya ga marah… “. “Beneran bu, ibu ga marah?” tanyaku lagi. “Enggak, ga marah beneraan… suerr!” Bu mayang malah mendekati tempat aku duduk dan memegang bahuku. “Kamu udah buat darah saya berdesir, waktu kamu isapin jari saya. Her, saya… saya… ” bu Mayang tidak meneruskan kata-katanya dan malah memeluk saya.
Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan dan aku pun bersiap untuk pamitan. “Her, maksud kamu apa tadi?”. Gemet ter aku … “MMaaafff bu… maaf… kalo ibu tersinggung… maaf sekali lagi. Saya terbawa suasana. Abis ibu pakeannya bikin saya jelalatan…”. “Gapapa Her, saya cuma kaget aja kamu kok berani begitu sama saya. Eh, kamu jangan pasang wajah melas gitu doong…. serius her, saya ga marah… “. “Beneran bu, ibu ga marah?” tanyaku lagi. “Enggak, ga marah beneraan… suerr!” Bu mayang malah mendekati tempat aku duduk dan memegang bahuku. “Kamu udah buat darah saya berdesir, waktu kamu isapin jari saya. Her, saya… saya… ” bu Mayang tidak meneruskan kata-katanya dan malah memeluk saya.
Saat dadanya menempel, serasa darah ini
berkumpul di kepala dan kaget bukan kepalang dengan perlakuan bu mayang ini.
Belum selesai kaget ku, bu mayang lalu memegang kedua pipiku, “Saya mau lebih
dari itu, kamu mau ga??” “Bu, Ibu serius??” “Serius, bahkan sejuta rius!!”
katanya sambil masih memegangi kedua belah pipku. Baru aku mau ngommong tiba
tiba bu Mayang menarik kepalaku dan mengecup bibirku berulang-ulang. Lama-lama
kecupannya berubah menjadi lumatan di bibirku. Mendapat serangan seperti itu,
kukalungkan taanganku dilehernya dan balas melumat bibirnya dengan lembut. Kami
sangat menikmati permainan bibir itu, sampai-sampai bu mayang kutidurkan di
sofa sambil terus melumat bibirnya dengan lembut.
Perlahan aku turunkan bibirku ke arah dagunya dan semakin turun ke lehernya. Bu mayang hanya bergelinjang dan mendesah-desah nikmat, membuat aku semakin terangsang. Ku belas payudaranya yang selama ini hanya kudambakan dalam lamunan pada setiap acara onaniku. Bu mayang makin menggelinjang dan semakin belingsatan saat ku remas halus payudaranya dari luar.
Perlahan aku turunkan bibirku ke arah dagunya dan semakin turun ke lehernya. Bu mayang hanya bergelinjang dan mendesah-desah nikmat, membuat aku semakin terangsang. Ku belas payudaranya yang selama ini hanya kudambakan dalam lamunan pada setiap acara onaniku. Bu mayang makin menggelinjang dan semakin belingsatan saat ku remas halus payudaranya dari luar.
Tiba-tiba ia mendorong tubuhku dan
mengangkat bagian bawah bajunya, “liat nih… kamu harus bertanggung jawab…”
katanya sambil memnunjukkan celana dalamnya yang kelihatan basah. “Mau
dituntaskan bu?” tanyaku sedikit menantang. “Dikamar aja yuk!?” jawabnya.
akupun hanya mengangguk dan mengikuti bu mayang yang berjalan ke kamarnya. Di kamar, kami melanjutkan acara saling memagut dan melumat bibir. “Her, puasin
aku malam ini!” katanya padaku. Ia pun berdiri dan melepas bajunya. Nampaklah
payudaranya yang memang lumayan besar tapi agak kendor. Bu mayang sekarang
tinggal memakai bra dan cdnya saja. Nampak memeknya yang tembem tertutup celana
dalam putih dan depannya basah akibat permainan tadi. Lalu bu mayang naik ke
kasur dan menciumi bibirku kembali dengan posisi berlutut.
Kusambut ciumannya sambil meremas lembut payudaranya. Sambil berciuman, kucoba melepas kaitan bra-nya dan setelah berhasil kujilati pentilnya dan kuremas pelan. Sambil kuhisap payudaranya yang sebelah kiri, kuremas payudara yang sebelah kanan. Bergantian kujilati dan kuhisapi kedua payudara bu mayang sambil a masih berlutut menghadapku.
Kusambut ciumannya sambil meremas lembut payudaranya. Sambil berciuman, kucoba melepas kaitan bra-nya dan setelah berhasil kujilati pentilnya dan kuremas pelan. Sambil kuhisap payudaranya yang sebelah kiri, kuremas payudara yang sebelah kanan. Bergantian kujilati dan kuhisapi kedua payudara bu mayang sambil a masih berlutut menghadapku.
Tak lama ia merapatkan perutnya dan
mengoyang-goyangkan memeknya didadaku sambil terus mendesah, dan gak lama ia
memeluk tubuhku erat sambil melenguh panjang, “ooooowwwwwwhhh…
aaah….sssssssshhhh.. emmhhh… aaahh… aaahhh …. aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh!!!!!”
Orgasme rupanya dia. “Her buka pakaianmu….. her, pliiisss… puasin aku malem ini
her…” wajahnya nampak memelas sekali.
Segera kulepas semua pakaian dari yang terluar sampai yang terdalam. Kontolku yang sudah ngaceng seddari tadi pun tegak terangguk-angguk menanti sasaran tembak. Tanpa banyak komentar, bu mayang langsung menciumi bijiku dengan lembut. sesekali ia mengulum biji pelerku dan menjilatinya. Setengah mampus aku menahan geli enak dan rasa aneh saat ia mengulum biji pelerku.
Segera kulepas semua pakaian dari yang terluar sampai yang terdalam. Kontolku yang sudah ngaceng seddari tadi pun tegak terangguk-angguk menanti sasaran tembak. Tanpa banyak komentar, bu mayang langsung menciumi bijiku dengan lembut. sesekali ia mengulum biji pelerku dan menjilatinya. Setengah mampus aku menahan geli enak dan rasa aneh saat ia mengulum biji pelerku.

Rasa-rasa ingin kencing, linu dan rada-rada enek….Kubelai rambutnya sambil sebelah tanganku mengusap punggungnya yangg halus. Lalu ia mulai menciumi bataang kontolku dan memasukannya kemulut. Ahh… aahhh… enak bu.. enakh… ah…aaaahhh… ssshhh… aaaahhhh… itu yang kukatakan saat kepalanya maju mundur mengulum kontolku.
Tak tahan melihat pantatnya yang bulat,
segera kutarik pahanya keatas, dan dalam sekejap kami sudah berada dalam posisi
69. kujilati memeknya dengan penuh sukacita, kadang kadang-kadang kutekan
lidahku di clit-nya sambil terus meremas pantatnya. Bu mayang nampak terbawa
dengan permainan ini dan ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya dan terkadang
menekannya ke mukaku sampai-sampai aku susah bernapas.
5 menit berselang ia melepaskan kulumannya pada kontolku dan meremas betisku
dengan keras sambil mengejang dan mengerang.

Bahkan mukaku ditekannya menggunakan memeknya. Oooooohhh….. aaaarrrrggghhhh….aaaaahhh…. ssshhhhhhh…. aaaaaahhhhh….. dan terasa ada yang mengalir dan membasahi bibir dan mulutku. Orgasme lagi dan tercium aroma khas cairan lendir wanita di hidungku dan mengalir menuju mulut dan lidahku. Segera kusapu dan kuhisap sambil sesekali menghisap clitnya.
Bu mayang menggulinggkan tubuhnya dan
tergolek lemas setelah mendapatkan orgaasme keduanya. Kuambil insiatif dengan
melebarkan pahanya dan mulai kutusuk dia dengan kontolku. Kuulek-ulek sedikit
permukaan memeknya denga kepala kontolku dan bu mayang mulai terangsang lagi.
Perlahan mulai kumasukkan kontolku, sambil terus mengulek permukaan memeknya.

Blesshhh…. cleepppp… perlahan namun pasti kontolku mulai memasuki area persengamaan bu mayang sambil diikuti erangan dan lenguhan kenikmatan bu Mayang. ooooohhhh….. sssshhhhh…… sssshhhhh…. terusssshhhh…. herrr…. mmmmmasssukiiinnn yg dalemmmmhhh ohhhh…. Kugenjot memek bu mayang dengan kecepatan biasa dengan posisi dua kaki bu mayang berada di bahuku.

seddangkan aku mengambil posisi berlutut
sambil maju mundur menggenjot memek bu mayang.. aaahhh…. ahhhh…aaahhhh… aaahhh…
bu mayang terus mendesah seperti itu setipa kontolku ku masukkan. Tak lama
leherku dijepi oleh kedua kaki bu mayang dan ia mengangkat pantatnya keatas
sambil melolong panjang ….. hhhhhnnnnggggkkkkkkkhhhh ahhh… aaahhh…. aaahhh….
kembali bu mayang merasakan orgasmenya.

Kuturunkan kaki Bu mayang dan kuarahkan aga bu mayang tidur dengan posisi menyamping. Ku angkat kaki sebelah kanannya dan kumasukan lagi kontolku ke memeknya dengan posisi menyamping dan menduduki kakinya yang sebelah kiri. Perlahan namun pasti, sambbil menggenjot kupegangi kaki kanannya maju mundur, lama kelamaan ku percepat genjotanku sambil memilin2 pentil susu bu mayang.

Menerima perlakuanku bu mayang makin belingsatan dan terus ber ah oh membuat libidoku semakin memuncak. Ku percepat kocokanku dan akhirnya sambil menjilati betis bu mayang kulepaskan pejuhku kedalam memek bu mayang….. Huuuuaaaahhhhh….. aaaahhhhh…. mmmmhhhhh….. crrrroooottttt….. crroooootttthh… crooooooooottthh….. sekitar lima kali kutembak memek bu mayang dengan pejuhku. Terasa lemas badanku. Serasa copot semua persendian badan… akupun melorot dan rebah disambping bu mayang…. kupeluk badannya dan kucium pipi dan bibirnya dengan mesra… makasih sayang…. saya senang dan puas melakukan ini sama bu mayang.

Ia hanya tersenyum dan mengusap-usap
dadaku. Kami berpelukan dan berciuman sekitar 2 menitan. Lalu bu mayang berdiri
dan mengambil cdnya. Ia lalu mengelapi memeknya yang basah. Setelah itu, ia pun
kemudian mengelapi kontolku yang mulai mengendor usai bertempur. Ia lalu
mencium bibirku dan berdiri kembali, “aku ke kamar mandi dulu sayang…” katanya
sambil berlalu tanpa busana ke kamar mandi. Aku hanya terbaring tersengal2
mengatur napasku. Tak lama aku tertidur….. bertelanjang bulat di kamar bu
mayang…

aku terbangun saat terasa ada yang geli di daerah kontolku. Saat kubuka mataku, bu mayang sedang asyik mengulum kontolku. Kubelai lembut rambutnya sambil melenguh menahan nikmat. Tak lama setelah kontolku tegak lurus kembali, bu mayang mengambil posisi duduk membelakangiku.\

Dimasukkannya kontolku kedalam memeknya disertai desahan panjang.. aaaahhhhh…. ssshhhhh….. lau ia turun naik mengocok kontolku dengan memeknya. Sekitar 3 menit kemudian ia kembali mencapai puncak kenikmatannya sambil bersujud dan kontolku kembali dibasahi oleh lendir kenikmatan bu mayang. Kupegang pantat bu mayang agar dia tetap dalam posisi bersujud.

Kosodk lagi dia dan kami lakukan doggy
style. Crek…ccreeekk…plok … plookkk.. crek…. creeek… hnya suara itu yang
terdengar saat kontolku menyodok memek bu mayang dari belakang. Tak lama terasa
aku ingin keluar dan kurapatkan paha bu mayang dan kutembak lagi dengan pejuhku
memeknya…. oooooouuuughhhh…..

aaaaaaaaahhhhh….. hanya kata itu yang terucap
saat kulepaskan pejuhku…. bu mayang lalu berbalik dan menciumi bibirku.
“Makasih sayang, kamu udah puasin aku malem ini… Aku mau malem-malem
selanjutnya juga kamu bisa puasin aku…”. “sama-sama, ternyata benar…. ga semua
perabotan tua itu usang. Buktinya Bu mayang perabottannya masih oke banget… aku
suka banget…” kataku… bu mayang hanya mencibir dan menjulurkan lidahnya…. weeek
katanya

Bu mayang bangkit menuju kursi di depan meja riasnya. sambil nungging ia membersihkan memeknya yang basah kuyup. Melihat pemandangan itu, kontolku perlahan mulai naik lagi dan kudekap bu mayang dari belakng sambbil menciumi bagian belakang lehernya. Tak tahan berlama-lama, kuangkat kaki sebelah kanannya dan kusodok lagi memeknya dengan kecepatan sedang.

Ku sodoki terus memeknya dari belakang
sambil memegangi kaki kanannya dan menjilati leher belakangnya. sekitar 5 menit
ku entot bu mayang dari belakang dan akhirnya aku pun melepaskan pejuhku untuk
yang kesekian kalinya di dalam memeknya yang hangat dan nikmat…..

“Udah dong
sayang….. dengkulku rasa mau copot nih… ” kata bu mayang memelas… Karena lemas
mungkin bu mayang nggelosor di bawah meja rias. kuangkat tubuhnya dengan susah
payah dan kurebahkan di kasur… lalu kamipun tertidur berpelukan dengan kondisi
lelah dan telanjang bulat.
Ditambah pula selangkangan yang lengket karena lendir yang belum sempat dibersihkan.
Ditambah pula selangkangan yang lengket karena lendir yang belum sempat dibersihkan.
Pagi harinya kami tersentak kaget karena
nampak hari sudah terang. Terburu-buru kami menuju kamar mandi dan mandi bareng
sambil cekikikan mengingat kejadian tadi malam. Selepas mandi, dengan
bertelanjang bulat kami menuju kamar bu Mayang dan aku segera mengganti pakaian
dengan baju adat. Saat kami berpakaian, aku sempat terangsang lagi saat melihat
bu Mayang berdandan sambil telanjang bulat.
Namun dengan lembut bu mayang menolak segal uapayaku untuk mengajaknya bercinta. “jangan dulu ah, tar repot… harus mandi dan keramas lagi!!” katanya. “nanti aja selesai hajatan, dan anakku gak pulang lagi. Kamu boleh apain aja aku…”. Aku tak menjawab hanya mengusap memeknya dengan lembut dan mencium pipinya saja.
Di tempat hajatan, Bu Mayang tak mau jauh denganku. Bahkan dibawah meja tangannya selalu mengusap-usap kontolku dengan pelan dan lembut. Saat kontolku tegang ia hanya tertawa cekikikan sambil pergi meninggalkan aku yang bersungut-sungut susah payah menenangkan adekku yang berdiri.
Namun dengan lembut bu mayang menolak segal uapayaku untuk mengajaknya bercinta. “jangan dulu ah, tar repot… harus mandi dan keramas lagi!!” katanya. “nanti aja selesai hajatan, dan anakku gak pulang lagi. Kamu boleh apain aja aku…”. Aku tak menjawab hanya mengusap memeknya dengan lembut dan mencium pipinya saja.
Di tempat hajatan, Bu Mayang tak mau jauh denganku. Bahkan dibawah meja tangannya selalu mengusap-usap kontolku dengan pelan dan lembut. Saat kontolku tegang ia hanya tertawa cekikikan sambil pergi meninggalkan aku yang bersungut-sungut susah payah menenangkan adekku yang berdiri.
Sampe sekarang, aku sudah beristri dan
beranak pun, kadang-kadang kami masih melakukannya. Sekarang bu Mayang sudah
berusia 55 tahun dan memeknya masih gurih dan sedap setiap kali kuentotin.
cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN
cerita bergambar: PERTOLONGAN PEMBUAHAN: Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan...
PERTOLONGAN PEMBUAHAN
Hari itu hari jumat,
setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan
yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan. Mengingat “jasanya” dia ke aku,
tentu aja aku sangat menghormati dia. “Halo bu, selamat siang” sapa saya
menjawab telfon. “Halo rian..” jawab dia riang sekali. “Ada yang saya bisa saya
bantu ?” tanya saya, basa-basi sih. “Ah enggak cuma ngecek kamu aja. Dah makan
siang ?” tanyanya ramah. “Oh sudah bu, baru aja” jawabku.
“Gimana kerja disini, ada masalah ?” tanya bu
ita lagi. “Wah enggak bu, tapi memang saya baru mulai sih, baru membiasakan
diri dengan keadaan kerja disini” jawab saya singkat. “Gimana gajinya, sudah
cukup ?” tanyanya dengan suara menggoda. “He..he..he.. maunya sih tambah lagi
bu” jawab saya sambil tertawa. “Hah.. segitu aja udah tinggi kan ?” balas bu
ita sedikit kaget. “Iya bu, becanda tadi..” jawabku singkat. “Oh.. kirain.”
jawabnya. “Eh rian nanti sore sehabis kantor kamu ada kerjaan gak ?” tanya bu
ita. “Enggak kayaknya bu, ada apa emangnya” tanyaku sedikit heran. “Hmm.. ada
yang ingin saya bicarakan, agak pribadi sih, makanya saya ingin bicaraiinnya
sehabis kantor aja nanti” jawab bu ita. “OK bu, saya gak ada janji untuk sore
sampe malem nanti” jawab saya.
“OK nanti aku tunggu
di kafe agus nanti sore” kata bu ita. “OK bu” jawab saya. “Ok kalau gitu, oh
iya, golongan darah kamu apa ?” tanya bu ita sebelum mengakhiri pembicaraan.
“B” jawabku penuh kebingungan. “Perfect ! OK deh aku tunggu nanti sore” kata bu
ita lalu menutup telfonnnya. Sejenak aku terdiam penuh kebingungan, tapi aku
kembali bekerja sebab pekerjaanku lumayan menumpuk. Setelah pulang kerja aku
arahkan mobilku ke kafe xxx yang dijanjikan tadi.
Dalam perjalanan aku
diselimuti kebingungan yang amat sangat. Bu Ita… Ada apa manager keuangan
kantorku itu mau menemuiku, soal urusan pribadi lagi. Dan yang paling membuatku
bingung adalah dia sempat menanyakan golongan darahku, untuk apa ? Sebagai
informasi, Bu ita berumur sekitar 34-35 tahun. Masih cukup muda untuk menjadi
manager keuangan, tapi memang dia berasal dari keluarga yang berteman dekat
dengan pemilik perusahaanku.
Ditambah lagi
suaminya, pengusaha yang dulu jadi sahabat pak Faisal presdir perusahaanku
sewaktu kuliah. Oh iya bu ita sudah bersuami, tapi sayang mereka belum
dikaruniai anak. Tapi mungkin karena hal itu bu ita terlihat masih seperti
wanita muda. Badannya tinggi semampai, ramping tanpa lemak. Kulitnya kuning
langsat dengan rambut lurus sebahu. Matanya berbinar selalu bersemangat dan
bibir tipisnya itu selalu menarik perhatiannku. Hanya ada satu kata yang dapat
mewakili bu ita… Cantik.
Sesampainya di kafe
xxx, aku melihat bu ita melambai kearahku dari meja yang agak dipojok. Kafe itu
memang agak sepi, pelanggannya biasanya eksekutif muda yang ingin bersantai
setelah pulang kerja. “Sore bu, maaf agak terlambat” kataku sambil
menyalaminya. “Oh gak pa-pa” kata bu ita sambil mempersilakkan aku duduk.
Selanjutnya aku dan bu ita mengobrol basa-basi, bercerita tentang kantor, dari
yang penting sampe gosip-gosipnya. He..he..he.. gak guna banget. Setelah
beberapa lama akhirnya aku mengajukan pertanyaan.
“Oh iya bu, sebenernya
ada apa ya mengajak saya bertemu disini” tanyaku memulai. “Oh iya” jawabnya.
Mendadak wajahnya sedikit pucat.
Beberapa saat ibu ita
terdiam. Kemudian mulai berkata “Begini Rian, kamu tau kan kalo aku sudah
berkeluarga ?”. Aku menganguk kecil untuk menjawabnya. “Tahun ini adalah tahun
ke 10 pernikahanku” lanjutnya. Kemudian dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam
dompetnya. “Ini foto suamiku waktu sebelum nikah, gimana mirip kamu gak ?”
“He..he..he.. kayak ngaca” jawabku sambil mengembalikan foto tersebut.
Sebenernya aku makin bingung arah pembicaraan bi ita. “Kamu tau kan aku dan
suamiku belum dikaruniai anak ?” tanyanya lagi “Iya…” jawabku bingung.
“Jadi begini rian, aku dan suamiku sudah
mencoba beberapa cara. Tapi belum berhasil. Sedang umurku semakin bertambah,
makin sulit untuk bisa punya anak. Memang kami sudah tau masalahnya ada
disuamiku dan dia sekarang dalam terapi pengobatan, tapi mungkin suamiku butuh
bantuan lain….. dari kamu” kata bu ita. “Bantuan dari saya ? maksudnya bu ?”
tanyaku yang sudah dipuncak kebingungan.
“Mungkin kamu bisa
bantu suamiku untuk membuahi aku” katanya pelan. “Maksudnya saya menyumbang
sperma untuk bayi tabung ibu dan suami ibu ?” tanyaku tergagap. “Bukan, aku
sudah pernah coba cara itu dan gagal.
Sperma suamiku terlalu
lemah. Kalau aku ulangi sekarang tentu suamiku curiga. Lagi pula sulit untuk
menukar sperma suamiku dengan spermamu nanti” jawab bu ita. “Jadi ?” tanyaku
lagi. “Aku pingin kamu meniduri aku, membuahi aku sampai aku hamil” jawabnya
singkat. Aku cuma bisa ternganga terhadap permintaan bu ita yang ku anggap
sangat gila itu. “Tenang, jangan takut ketahuan. Kamu mirip sekali dengan
suamiku, apalagi golongan darah kalian sama, jadi anak yang lahir nanti akan
sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya.” kata bu ita meyakiniku.
Akhirnya terjawab
kenapa dia tanya golongan darahku tadi. Mungkin alasan bu ita begitu gampang
menyetujui waktu aku wawancara dulu salah satunya adalah rencana ini… “Trus
bagaimana kita melakukannya?” tanyaku setelah menenangkan diri.
“Kamu ada waktu malem
ini ? Kebetulan suamiku lagi keluar kota sampai besok.”tanya bu ita. “Aku
available.” jawabku. Kemudian bu ita menelpon kerumahnya, memberitahukan
pembantunya dia tidak pulang malam itu sambil memberi alasan. Kemudian dia
mengajakku ke hotel xxx. Setelah cek in, kami langsung masuk kamar. Didalam
kamar, tidak ada pembicaraan yang berarti. Bu ita langsung ijin untuk mandi,
setelah dia selesai, gantian aku yang mandi. Setelah aku keluar dari kamar
mandi, aku melihat bu ita yang hanya memakai bathrobe tiduran sambil menonton
tv. Aku kemudian duduk di pinggiran tempat tidur.
“Bagaimana, kita mulai ?”
tanyaku dengan perasaan gugup. Soalnya biasanya aku ML tujuannya cuma untuk
senang-senang, bahkan pakai alat kontrasepsi agar pasangan MLku tidak hamil.
Kalau ini malah tujuannya pengen hamil. “OK” jawab bu ita kemudian bergeser memberi
aku tempat untuk naik ketempat tidur. Aku berbaring disampingnya kemudian
berkata “Bu, mungkin tujuan kita supaya ibu bisa hamil, tapi apa bisa kita
melakukan persetubuhan ini seperti layaknya orang lain yang mencari kepuasan
juga ?” “Gak pa-pa sayang…” jawab bu ita. “Aku rela kok kamu tidurin. Malah
sejujurnya kamu tuh bangkitin nafsuku banget. Ngingetin aku diawal-awal
pernikahanku” jawab bu ita nakal. Aku kemudian mengecup dahi bu ita, sesuatu
yang selalu aku lakukan sebelum meniduri wanita. Bu ita terseyum kecil.
Kemudian aku mengecup
bibir bu ita. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat
juga. Kemudian aku mulai mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih
dalam. Sambil mencium bibir mu ita, tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama aku
elus rambutnya, bu ita membalas dengan sedikit meremas kepalaku. Kemudian
tanganku turun untuk mengelus-elus tubuhnya, walaupun masih dari luar bathrobe.
Masih sambil berciuman, perlahan aku buka tali bathrobenya.

Setelah membuka
sebagian bathrobe bagian atasnya, aku langsung mengelus payudaranya, ternya bu
ita sudah tidak memakai bra. Awalnya aku hanya mengelus, tapi kemudian berubah
menjadi meremas. Payudaranya masih kenyal, walaupun sudah sedikit turun, tapi
sangat nikmat untuk diremas. Kemudian aku mulai memilin-milin putingnya. Bu ita
merintih pelan, kemudian melepaskan ciuman.
Aku kemudian turun
sedikit untuk mulai menjilati puting bu ita. Aku muail menjelati puting yang
kiri sedang payudara yang kanan aku remas dengan tangan. Kemudian berganti aku
menjilati yang kanan sambil meremas payudara yang kiri. Sesekali aku
gigit-gigit kecil, tapi sepertinya bu ita tidak terlalu suka, dia lebih
menyukai aku menyedot kencang putingnya. Tangan kananku kemudian turun kebawah
untuk membuka bathrobe bagian bawahnya hingga tubuhnya terlihat semua. Bathrobe
hanya menyangkut di tangannya. Tanganku mulai
mengelus pahanya. Perlahan aku buka sedikit pahanya untuk mengeluspaha bagian
dalamnya, begitu mulus kulit bagian itu. Tanganku naik keatas menuju
selangkangan, ternyata bu ita masih memakai CD. Aku tak mau langsung ke
vaginanya hingga tanganku beralih ke pantatnya.

Aku meremas pantat yang bulat
ini dari dalam CDnya, sebab aku selipkan tanganku ke dalam celananya. Jujur aku
adalah penggemar pantat dan pinggul wanita. Apalagi wanita seperti bu ita ini.
Pinggulnya ramping tapi pantatnya besar membulat. Perlahan remasan kepantat bu
ita aku alihkan ke depan. Di garis vaginanya aku merasa sudah banyak cairan
yang keluar dari vaginanya. Kemudian aku mengelus vaginanya mengikuti garis
vagina. Perlahan aku tusuk vaginanya dengan jari tengahku.

Tubuh Bu ita
tersentak, pinggulnya diangkat seperti mengantarkan vaginanya untuk melahap
jariku lebih dalam. Jariku aku keluar masukkan perlahan, bu ita merintih
semakin keras. Aku turun kebawah, ingin menjilat vaginanya. Tapi Bu Ita menahan
tubuhku. “Gak usah rian, aku malu” kata Bu Ita. “Langsung masukin aja sayang,
aku dah gak tahan” lanjut bu ita.

Aku memposisikan
tubuhku diatas bu ita. kemudian aku lebarkan pahanya nsehingga selangkangannya
terbuka lebar. Aku arahkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku usahpak penisku
ke permukaan vaginanya, tapi bu ita memandangku dengan penuh harapan supaya aku
cepat memasukkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku dorong penisku untuk measuk
ke vaginanya. Vaginanya masih seret, mungkin karena belum pernah melahirkan.
Aku mulai mengeluar
masukkan penisku dari vaginanya, sedangkan bu ita merintih keras setiap penisku
menghujam vaginanya. Sesekali aku mencium bibirnya, tapi dia lebih suka
merintih sambil memejamkan matanya menikmati setiap gesekan vaginanya dengan
penisku. Tangan bu ita mencengkram bahuku, sepertinya dia ingin tubuhh kita
bergesekan keras agar payudaranya tergesek oleh dadaku. “Mas terus mas, terus…”
rintih bu ita.

Sepertinya dia
membayangkan suaminya yang menyetubuhinya. Sebenernya aku agak cemburu, tapi
aku pikir-pikir lebih baik daripada dia merintih memanggil namaku, nanti dia
kebiasaan bisa berabe kalau dia memanggil namaku waktu bersetubuh dengan
suaminya. Tiba-tiba tangan bu ita mencengkram pantatku seakan membantu dorongan
penisku agar lebih kuat menghujam vaginanya. Pinggulnya pun semakin aktif
bergerak kekanan-kekiri sambil kadang berputar. Sungguh beruntung aku bisa
menikmati tubuh molek bu ita yang sangat ahli bercinta.

Tiba-tiba tangannya
menekan keras pantatku kearah vaginanya. Sepertinya dia sudah orgasme. Tubuhnya
menegang tidak bergerak. Akupun menghentikan pompaanku ke vaginanya sebab
tangannya begitu keras menekan pantatku. Setelah tubuhnya berkurang
ketegangannya aku mulai pompaanku perlahan. Cairan orgasmenya membuat vaginanya
semakin licin. Memang vaginanya jadi berkurang daya cengkramnya, tapi
kelicinannya memberikan sensasi yang berbeda. Aku mengangkat tubuhnya untuk
berganti posisi.
Tapi bu ita menolak
sambil berkata “Rian please, kali ini gaya konvensional aja ya… aku pengen
nikmatin… besok-besok ya”. Aku meletakkan tubuh bu ita lagi. Goyangan
pinggulnya makin menggila, begerak kekiri dan kekanan, tapi aku paling suka
saat berputar.

Sungguh hebat goyangan
bu ita. Mungkin itu goyangan terbaik dari wanita yang pernah aku tiduri.
Tangannya kembali menekan keras pantatku, bu ita sudah sampai di orgasme
keduanya. Tubuhnya sangat tegang kali ini, sampai perlu lama untuk kembali normal.
Setelah berkurang ketegangannya, aku berkata “Bu apa kita sudahin dulu ?
kayaknya ibu sudah lemas sekali.” kataku. “Gak pa-pa rian, aku pengen sperma
kamu, terusin aja.” jawab bu ita. Aku mulai memompa lagi vaginanya dengan
penisku. Kali ini vaginanya sudah benar-benar basah. Bu ita sudah mengurangi
gerakannya, mungkin dia sudah terlalu lemas. Aku konsentrasikan pompaanku ke
vaginanya hingga bu ita mulai merespon lagi.

Sebenarnya aku sudah
dikit lagi ejakulasi saat bu ita tiba-tiba berteriak kencang “Arrrhgh….. rian
gila enak banget” jeri bu ita sambil menjepit tubuhku dengan kedua pahanya.
“Adu gila rian…. aku dah 3 kali keluar kamu belum keluar juga. Ayo dong rian,
aku cari pejantan bukan cari gigolo…” kata bu ita lemah. AKu sebenernya kasian
dengan bu ita, tapi aku juga sedikit lagi ejakulasi. Aku goyang perlahan
penisku. Kali ini aku benar-benar konsentrasi menggapai orgasmeku. Tak berapa
lama aku merasa spermaku sudah sampai diujung penisku. “Bu saya dikit lagi
keluar bu.” kataku sambil meniukmati sensasi luar biasa.

Bu ita membantu dengan
menggoyangkan pinggulnya sambil menahan pantatku agar penisku tidak lepas dari
vaginanya. “Agkh….”, crot..crot..crot..crot empat kali spermaku ku siram derask
ke liang vaginanya. Bu ita menahan pantatku kuat-kuat agar spermaku masuk
kerahimnya dalam-dalam. “Tahan sebentar rian, supaya spermanya masuk semua”
kata bu ita sambil menahan pantatku kearah selangkanyannya. Setelah beberapa
menit baru bu ita melepaskan cengkramannya.

Aku kemudian
merebahkan tubuhku disampingnya. Malam itu aku menggagahi bu ita sampai 3 kali.
Sama seperti yang pertama, aku tumpahkan seluruh spermaku ke liang vaginanya.
Setelah itu persetubuhannku dengan bu ita jadi acara rutin. Minimal 2 kali
seminggu aku menyetubuhinya. Aku bahkan dilarang bersetubuh dengan wanita lain,
agar spermaku benar-benar 100% masuk ke rahimnya. 2 bulan kemudian bu ita
positif hamil, tapi sampai saat ini, saat kehamilannya memasukki bulan ke 3,
aku masih rutin menyetubuhi bu ita. Sepertinya bu ita tidak bisa menolak kenikmatan
digagahi olehku, dan aku tentu aja gak mau kehilangan goyangan dasyat bu Ita.

Kamis, 05 Januari 2017
Oke......Bud
Aku jarang sekali keluar kamar, meski
mereka datang, aku selalu diam didalam kamar. Untuk apa keluar? Di kamar sudah
ada tv, dan kamar mandi. Mau makan cukup kedapur yang posisinya dekat dengan
kamarku. Segala yang aku perlukan tinggal aku minta belikan pada mereka siapa
saja yang ada dirumah. Suatu hari, tiba-tiba aku mendengar
suara laki-laki yang menyanyi-nyanyi diluar kamarku. Aku merasa baru dengar
suara itu. Penasaran, aku keluar menuju dapur yang bedekatan dengan ruang
tengah yang biasa dipakai kumpul oleh mreka. Diam didekat pintu dapur sambil
lirik sana sini, basa-basi menyapa mereka, mungkin hari itu sekitar kurang
lebih 15 orang yang sedang berada dirumahku. Bisa lebih dari 20 orang kalau
dimalam minggu. Mereka biasa ketawa-ketawa, beemain gitar, minum-minum alkohol,
kalau au sedang mood, aku suka ikut sebentar hanya untuk minum. Saat itu, tatapanku akhirnya berakhir
pada seorang laki-laki berperawakan tinggi, dengan tubuh tegap dan kulit putih.
Sial! Cowok ini langsung bikin aku tertarik. Gumamku dalam hati. Lalu dengan
terlihat dingin, laki-laki itupun menatapku balik. Dengan acuh nya akupun
memalingkan muka dan kembali ke dalam kamar. Didalam kamar aku langsung
terduduk diatas kasur. Bayangan sosok laki-laki yang sedang berada didepan
kamarku terus saja ada dikepalaku. Aku harus mendapatkannya.Hari terus berlalu,
laki-laki itu belum kembali kerumahku. Aku fikir dia bukan seperti anak-anak
yang lainnya. Yang tidur dirumahku. Emm, mungkin dia bukan anak broken home
juga. Paling iseng-iseng maen. Tapi, aku ga boleh nyerah buat dapetin dia.
Siang itu, aku melihat ada Farel,
salah 1 anak paling lama yang suka tinggal dirumahku sedang menaiki tangga
sambil membawa ember jemuran pakaiannya. Aku lalu mengikutinya untuk ketempat
jemuran. Sembari menjemur, farel masih tidak sadar kalau ada aku disampingnya.
Hahaha, dasar cowok, pandangan mata nya hanya bisa melihat lurus kedepan. Tidak
sperti wanita yang bisa melihat samping kanan kiri walau dia sedang menatap
lurus kedepan. Kucolek pinggangnya.
“Wadaw teteh, kirain siapa!” Kata Farel, terlihat dia sangat kaget.
“Hahahahhaa, serius amat sih ngejemurnya.” Kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu aku duduk disalah 1 bangku yang memang disediakan di atas untuk nongkrong anak-anak. Farel melanjutkan menjemur pakaiannya. “Rel, kemaren-kemaren ada cwo yang pake jaket coklat siapa?” Tanyaku. “Yang mana teh?” Tanya nya balik.
“Itu yang rambutnya cepak pinggir-pinggirnya.” Jawabku.
“Hahahahhaa, serius amat sih ngejemurnya.” Kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu aku duduk disalah 1 bangku yang memang disediakan di atas untuk nongkrong anak-anak. Farel melanjutkan menjemur pakaiannya. “Rel, kemaren-kemaren ada cwo yang pake jaket coklat siapa?” Tanyaku. “Yang mana teh?” Tanya nya balik.
“Itu yang rambutnya cepak pinggir-pinggirnya.” Jawabku.
Farel terlihat berfikir dan
mengingat-ingat. Dia menjemur pakaian terakhirnya. “Oohhh itu. Itu si Budi. Deket kok rumahnya teh. Tapi dia tinggal sendiri,
ortunya jadi TKW.” Kata Farel sambil menghampiriku dan duduk disampingku.
“Kenapa? Tumben sih teteh tanya-tanya orang yang datang kerumah, biasanya juga
cuex.” Lanjutnya sambil cengengesan.
“Ya pingin aja atuh, namanya juga penasaran.” Jawabku.
“Ya pingin aja atuh, namanya juga penasaran.” Jawabku.
“Cieeee penasaran, pasti ada maunya.”
Goda Farel. Dia melihat Hp nya yang tiba-tiba berdering. Aku cuma mesem-mesem
digoda sperti itu.
“Tapi teh, dia juga nanyain teteh
lho. Aku bilang aja jangan macem-macem ke teteh, karna teteh yang punya ini
rumah. Dia nanya ke aku, katanya kok teteh pake pakaiannya sexy. Aku bilang
aja, kalo emang kelakuan teteh tuh ga ada malunya, aurat diliat-liat.
Hahahahahaaa.” Farel tertawa terbahak-bahak. Aku gak memperdulikan ucapan Farel
soal pakaianku, yang ku fikir hanya bagaimana bisa dekat dengan Budi. “Kapan
Budi kesini lagi?” Tanyaku. “Lah kayanya dia ada dibawah deh sekarang. Tadi kan yang sms dia. Katanya dah
ada dirumah ini.” Jawaban Farel membuat aku kaget dan senang. “Serius Rel? Yuk ah ke bawah” kataku sambil berdiri dan berjalan cepat menuju
tangga untuk kebawah tanpa memperdulikan jawaban Farel.
Dibawah, diteras rumah, aku melihat
Budi sedang duduk didepan jendela kamarku. Menunggu Farel mungkin. Kepalanya
yang tadi menunduk melihat hp nya, sekarang menengadah melihatku. Dengan tanpa
basa-basi aku mendekatinya lalu tersenyum. “Hey, Budi ya? Boleh minta no hp nya?” Kataku. Aku memang wanita yang malas
berbasa-basi, kalau ada maunya, langsung bicara saja. Itu lebih enak menurutku.
“Eh teteh, boleh.” Jawab nya terlihat sedikit kaget mendengar todonganku, lalu dia mengotak atik hp nya lalu menyerahkan padaku. Disana kulihat sebaris nomber hp. Kucatat di hp ku.
“Eh teteh, boleh.” Jawab nya terlihat sedikit kaget mendengar todonganku, lalu dia mengotak atik hp nya lalu menyerahkan padaku. Disana kulihat sebaris nomber hp. Kucatat di hp ku.
“Makasih ya.” Kataku sambil berlalu dan masuk kerumah lalu ke kamarku.
Gilak, aku seneng banget dapet no hp
nya. Pelan-pelan tapi pasti, aku kudu ngerasain ngentod ama dia. Akhirnya
setiap hari, kami sms an. Bahkan saat dia ada dirumahkupun aku masih sms dia.
Aku tetap malas keluar kamar. Hingga suatu hari, pembicaraan kami mengarah pada
selangkangan. Dia dengan polosnya bilang, kalau belum pernah ML. WTF, berarti
dapet perjaka lagi nih, fikirku. Aku terus saja memancingnya sampai dia
tertarik ingin melakukannya. Dan pancinganku gak sia-sia. Umpan nya dimakan ikan.
Dia pun mau. Saat dia sedang berada dirumahku, aku
bilang, nanti malam dia kudu tidur dirumah ku bersama yang lainnya. Tengah
malam dia keluar kamar dan tungguin aku didapur. Semuanya berjalan sesuai
rencana. Tengah malam itu kami sudah berdua didapur yang remang-remang. Aku
duduk diatas meja dapur, dia berdiri didepanku. Dengan lahapnya dia mencium
bibirku dan tangannya meremas-remas payudaraku. Dia lalu memintaku mengikutinya
kekamar mandi tamu yang memang dekat dengan dapur. Tanpa basa basi lagi, dia dengan
agak kasar menyuruhku menungging dengan bertumpuan tangan dan lututku diatas
toilet duduk. Aku menurutinya. Aku yang hanya memakai baju tidur dengan model
tengtop longgar dan terusan rok pendek, tanpa beha dan tanpa celana dalam akan
memudahkan kami untuk ngentod. Dengan keadaan kamar mandi gelap, dia sepertinya
kewalahan, susah mencari mana lubang yang benar. Akhirnya aku tuntun kontolnya
menuju lubang memekku. Dan Blesssss, kontolnya masuk kedalam memekku. Aku
mendesah kecil, takut terdengar orang serumah. Dia mengocok kontolnya dengan
cepat.

Desahannya terdengar agak memburu. Dan crooottt, crooottt.. Ada rasa
cairan hangat menyirami memekku, mungkin cuma 2menit goyangannya dan dia sudah
mengeluarkan spermanya didalam memekku. Aghhhh, padahal aku belum apa-apa. Tapi
aku maklumi sih. Namanya perjaka. Kebanyakan belum bisa mengatur nafsunya.
“Aghhh teteh maaf.” Katanya sambil
membalikan tubuhku. Dia jongkok dihadapanku yang terduduk di atas toilet. Aku
tersenyum dan mengelus wajahnya. “Gak papa Bud, kan nanti bisa lagi.” Kataku.
“Oh jadi boleh lagi? Sekarang yuk, di meja dapur.” Katanya sambil menarikku keluar kamar mandi menuju dapur kembali. Dengan masih terburu-buru, dia menciumi wajahku, bibirku dan memainkan bibirnya didaerah payudaraku. Ughhh rasanya ingin mendesah, tapi ga bisa karna takut membangunkan ortuku atau orang yang ada dirumah.
“Oh jadi boleh lagi? Sekarang yuk, di meja dapur.” Katanya sambil menarikku keluar kamar mandi menuju dapur kembali. Dengan masih terburu-buru, dia menciumi wajahku, bibirku dan memainkan bibirnya didaerah payudaraku. Ughhh rasanya ingin mendesah, tapi ga bisa karna takut membangunkan ortuku atau orang yang ada dirumah.
Masih dengan tidak sabarnya, dia
membuat pahaku mengangkang, dan dia menusukkan 1 jaringa kedalam lobang
memekku. Ughhhh aku mendesah pelan. Budi mencium bibirku, agar tidak keluar
desahan yang lebih hebat saat dia mengocok keluar masuk jari nya didalam
memekku. Aku terhentak agak keras dengan tangan bertumpu kebelakang saat Budi
menusukkan dalam-dalam jarinya kedalam memekku, lalu dia
menggoyang-goyangkannya didalam tanpa dia maju mundurkan. Siaaallll, itu tepat
banget didaerah g-spotku. Ingin rasanya aku teriak menikmati kenikmatan itu.
Tapi sayangnya gak bisa. Dengan sedikit kasar, Budi menarik tubuhku agar bisa
mencium bibirku. Mungkin dia khawatir aku beneran teriak. Aku melepaskan
ciumannya dan memohon untuk dia memasukkan kontolnya kedalam memekku. “Masukin dong sayang, udah gak kuat.”
Kataku dengan mata sayu menatapnya. Cahaya remang-remang yang masuk ke dapur
dari ruang keluarga, membantu ku melihat kontolnya yang lumayan besar dan
putih. Aku pegang kontolnya dan dengan perlahan mengarahkan ke memekku dengam
posisi aku mengangkang lebar diatas meja dapur. Dan sekali lagi, blesssss…
Kontol yang nikmat itu masuk kedalam memekku. Aghhh, shiitttt nikmatnyaaa… Budi
membiarkan beberapa detik kontolnya didalam memekku. Lalu dengan ritme
perlahan, dia menarik dan memasukkan kembali kontolnya kedalam memekku.

Dengan tubuh menyender ke tembok dan
kaki mengangkang lebar, aku bisa melihat kontolnya yang keluar masuk didalam
memekku. Aghh, rasanya benar-benar nikmat. Sialnya aku gak bisa mendesah dan
teriak. Dengan terus mengocok, Budi menciumi leherku, aku benar-benar nyerah
kalau sudah diciumi bagian kuping dan leher. Tanpa lama-lama lagi, aku
memeluknya erat dan sedikit menggigit pundaknya agar tidak teriak. Ya, saat itu
aku orgasme. Orgasme yang sangat nikmat. Nafasku memburu. Terdengar pula nafas
Budi ikut menjadi cepat. Dan genjotannya pun sangat menghentak-hentakkan
tubuhku. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang didalam dekapanku. Ternyata dia
orgasme lagi. Lama-lama tubuhnya melemah dan aku melepaskan pelukanku.

“Kenapa?” Tanyaku. Budi tersenyum dan mencium keningku. “Enak, makasih ya teh.”
Katanya. Aku ikut tersenyum. Kami berciuman sebentar.
Dan tanpa banyak bicara lagi, aku
membereskan bajuku. Terburu-buru masuk ke kamar tidurku dan langsung menuju
kamar mandi untuk membersihkan memekku drei sisa-sisa spermanya. Sepertinya,
Budi juga menuju kamar mandi tamu. Dia ga berani ke kamar mandi kamar yang dia
tempati. Ahhahaaa mungkin takut membangunkan anak-anak yang sedang lelap
tertidur.

Setelah malam itu, kami jadi semakin
dekat dan sering ngentod. Dirumahku atau pun lebih bebas dirumahnya yang memang
dia tempati sendirian. Bahkan kami pernah melakukan disiang bolong, ditempat
umum. Ya tempat olah raga yang disana terdapat panggung kecil. Disisi panggung
itulah aku menungging merasakan genjotan kontol nya yang benar-benar bikin aku
ketagihan.
cerita bergambar: Akuditugaskan di kota bandung selama seminggu dan ...
cerita bergambar: Akuditugaskan di kota bandung selama seminggu dan ...: Aku ditugaskan di kota bandung selama seminggu dan mulai hari ini aku menyewa kamar di rumah temanku, di dalam rumah ada seorang ayahnya da...
Aku
ditugaskan di kota bandung selama seminggu dan mulai hari ini aku menyewa kamar
di rumah temanku, di dalam rumah ada seorang ayahnya dan perawat dan pembantu,
rumahnya sangat asri dan tentram saat dihuni, banyak bunga bunga dan hijau
hijauan, Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu
dibukakan.
Sesosok tubuh
semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya. “Pak Afif
ya..”. “Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu
kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini
memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter. “Iya…, saya
dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi
lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi
sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”,
Mataku
memandangi sekujur tubuhnya. Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang
tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis,
rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang
semampai.
Kedua matanya
yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu. Aku
tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”. “Bapak sedang tidur. Tapi
Mas Anto sudah nitip sama saya.
Mari saya
antarkan ke kamar..”. Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku.
Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah
meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling,
sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku.
Tanpa sengaja
aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan
berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku.
Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink ungu. Darahku
terkesiap.
Ahh…,Kekerasan Sex perawat cantik, janda, di rumah yang relatif
kosong. Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan
tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya. “Semuanya
sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”. “Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku
seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan
ayah Anto yang sudah pikun itu.
Ia tinggal
sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu.
Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore
itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang
juga tipis. Buah dadanya
nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang
pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati.
Badannya bongsor dan montok.
Ani namanya.
Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku. Hari demi hari berlalu. Karena
kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah
itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di
kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi
hatinya.
Begitu mudah
keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk
pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun
dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di
laptopku. Tengah
asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga Tati
tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup
pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film
produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya,
Tati tersipu dan berlari ke luar kamar. “Mbak
Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik
kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…,
mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”. “Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya
sambil melengos. “Lho.., kok
malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak
tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak
masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita
nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku
kukunci. Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara
laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang
menakjubkan.

Mereka bergumul
dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub
memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan
ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku
memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak
sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa
benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku
membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya
dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku
memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra
bahunya.
Namun ia
belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku
kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan
montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging
empuk yang menggunung di dada bagian kanannya. Ketika
kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam
BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu. “Ohh.., Pak…,
jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak
dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga
apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”. “Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…,
jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada
Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan
kanan. “Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai
merintih-rintih sambil memejamkan matanya.
Pegangan
tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku. Saat itu juga, kusambar
bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih. “Ouhh..,
mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas
ciumanku.
Kucoba
mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku.
Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin
menelannya bulat-bulat.
Tangannya
kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah
melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang
kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah.
Momentum ini
tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku,
akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari
kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas.
“aahh..Ouhh..”
Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian
pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..”
terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah
lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan
meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung
sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan
keras.

Rintihan-rintihan
Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah
dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya
yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku.
Ia bahkan
mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai
merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke
dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya.
Walaupun kami
berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati
saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi
jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin
deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan.
Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di
saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan
seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki.
Tati
mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di
ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus
memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai
menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu.
Aku mulai
mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak..,
ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”. Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi
selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan.
Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan
dirinya lagi.
Jeritan-jeritannya
mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi
rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan
geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil
sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku
memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan
kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah
mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa
melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung
di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap
buah dada yang berputing merah jambu itu.
Putingnya
terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai
di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.
Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”.
Sebagai
jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya.
Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang
vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang
mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya
dan,
“Auuhh..,
P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang.
“Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati
menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku
menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda
itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap
kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir.
Tangan kiriku
yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika
tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia
agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar
seperti itu.
Tati meremas
penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang
membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”. Saat
itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu.

Aku yakin
bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku
dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda.
Namun, di
detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua
berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku
dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan
rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari
kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening.
Begitulah
penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan. Beberapa saat lamanya aku menanti
siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk
mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur.
Entah berapa
lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih
suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak,
karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”,
Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di
atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih
kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih
terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati
tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa
penisku sudah kembali menegang.

“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil
menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan
seluruh baju dan celanaku.
Kegairahan
yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih
menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas,
mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak
malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan
dengan vaginanya.
Tidak lebih
dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada
dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan
kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku.
Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat
menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka
kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil
mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya
selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak..,
masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut
vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin
dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan
matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah
itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi
jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.

Aku mulai
memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat.
Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku.
Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama
pompaanku.
Kadang-kadang
pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya
pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu
bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan! Tiba-tiba aku
merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di
punggungku.
Otot-ototnya
mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya
mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”.
Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih
bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat.

Dari wajahnya
yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang
mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan
pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak..,
goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya
dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang. “Keluarkan
di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai
berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku
keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan
penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat
pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke
tulang sumsumku. Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran
kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati.

Kami berdua
masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang
akan kualami sesudah itu di Bandung. Sejak kejadian malam itu, kesibukan di
kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam.
Kepenatanku
selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku
jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku
mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan
seks during lunch.
Sayang, di
waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga
niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun
orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya
sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di
kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar
ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk.
Sesampainya
di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan
tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung
menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum
lidahku.
Ia memang
sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah
menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu
lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya
tega meninggalkannya.
Namun analisaku
mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang
dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan
perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low
profile’.
Aku memang
belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan
biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan
satu-satunya. Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan
sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu.
Sungguh
terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan
mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu. “Kok ngga pakai BH Mbak..?”
Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya
gampang diremas sama kamu..”.
Benar-benar jawaban yang menggemaskan! Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku.
Benar-benar jawaban yang menggemaskan! Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku.
Tati mulai
mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam
itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang
dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana
kantorku.
Penisku yang
terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari
lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian
digosok-gosoknya dari luar celana.
Sensasi itu
membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari
kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok
janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya.
Tepat diatas
vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam
beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah
siap untuk dimasuki oleh penisku. Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam
tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke
dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di
pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan
penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah.
Ia hanya
bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku. “Tatiii..,
mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan
keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika
kemudian aku berbisik,
“Tenang
Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk
seraya tersenyum manis. “Sebentar Pak..”, teriaknya. “Minyak tawonnya keselip
entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar
jawaban spontannya sendiri.
Namun tawanya
itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan
kepala penisku ke selangkangannya. Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku
itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku
perlahan-lahan.
Tati ternganga
sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali..,
pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika
kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat
sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan
gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu.

Tubuh Tati
terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya
semakin menjadi-jadi. Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan
jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang
memiliki daya pikat seks yang luar biasa.
Walaupun ia
hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara
dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila
digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin
cepat.

Mulutku tak
puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang
dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air
liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku
akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang. Kupercepat
gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh..,
Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan
penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat..,
craatt.., craat”. “Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak
orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu.

Kami berpelukan
sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak. “Mas.., aku ngga pernah dipuasin
laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”.
Aku tersenyum
simpul. “Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke
surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”.
Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.

“Bosan? Aku
gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku
mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku
mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami
benar-benar seimbang. Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti
pengantin baru saja.
Tak ada waktu
luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku
tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas
hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk
berhubungan dengan orang lain.
Tati si janda
muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.
Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan
mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di
kampungku..”.
“Lha.., kalau
Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan
betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan. “Mas Anto bilang, akan
ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine..,
dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok..,
cerewet.., tapi ramah..”.
Yah apa boleh
buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat
menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its
time to look for a new partner!!! Hari ini adalah hari ke lima setelah
kepergian Tati.
Mbak Ine,
pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri
si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya
lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan
bertubuh montok.
Ukuran buah
dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor.
Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena
merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir.
Saat ini ia
bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah.
Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.
Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine. “Panggil saya
teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.
“Kalau gitu panggil saya Afif aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an
segala..”, balasku sambil tertawa.
Baru 5 hari
kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti
dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis
seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang
ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku.
Aku memakai
baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis
dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh
Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku
duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung.
Malah
kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak
mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku. Sesekali,
ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti
dengan nafasnya yang tertahan.
Kenapa aku
melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk
bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya
yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan
petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya
tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam
bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat
darahku berdesir.
Apalagi kalau
aku sedang dalam keadaan libido tinggi. Saat ini, teh Ine mengenakan daster
berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam
manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran
leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan
hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat
dengan jelas.
Aku selalu
berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh
Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat
apa-apa. Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya
tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi
mengenai hubungan seks dengan teh Ine.
Sementara ia
bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh
teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah
menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya
yang mulus tanpa cacat.
Tanpa sadar,
penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak
basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja
tercetak di selangkangan celanaku. Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari
perhatian teh Ine.
Tampak jelas
terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak
jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat
teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon
teh..?”, tanyaku memancing. “Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih…?”,
katanya sambil tersenyum simpul. “Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan
saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”,
tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku.
Aku sendiri
terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku
terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar
jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu. Tiba-tiba teh Ine bangkit dari
duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya.
Leherku
tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum
dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan
selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki
mengangkang.
“Fi, kamu
pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar
celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah
mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke
wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan
teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai
selangkanganku.
Nafas teh Ine
yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat
dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung
syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai
mengeluarkan suara erangan-erangan.
Dengan lembut
teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup
ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan
berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli
disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat
menggairahkan itu.
Aku mulai
membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku
kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih
ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di
telapak tanganku. Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph..,
emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok
selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya.

Ia menahan
tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam
dulu yah.., biar teteh yang duluan..”. Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik
celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang
menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri
tegak laksana tugu monas itu.
“Gusti
Afif.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan
kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang
mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku.

Terasa ujung
penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh
Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh
Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran
lidahnya. Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat
hisapannya.
Aku melirik
ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara
teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan
kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir
perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin
menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku
secara bergantian.

Perutku
serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh
Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di
padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar
mempermainkan kedua testisku.
“Slurrp..,
Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja. Nafsuku
sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada
montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan
teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan
menjilati penisku.
Aku mulai
bergelinjang-gelinjang tak karuan. “Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg..,
please.., saya udah ngga kuaat…, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun
permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja
mengocok penisku.
Terasa
seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak
semakin kencang.. napaskupun makin memburu. “Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…,
aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat..,
craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap
pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es
krim dengan nikmatnya.

Setiap
jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku
benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”,
teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum
manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.
“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..”
Bisiknya
mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya. “t eh salah Obat awet
muda ya teh..”, kataku bercanda. “Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh
ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh
pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan
lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu
saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak.

Teh Ine
kembali dari luar membawa segelas air. “Minum deh.., biar kamu segeran..”.
“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk
habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku
kembali.
Birahiku
kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku. Aku
meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek
itu di atas ranjang. “Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.
“Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja.
Tanpa
menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah
dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku
merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun
masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.
Kupandangi
wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah
terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh
Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah
kulihat.
Pancaran aura
sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya. “Teteh mau
tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.
“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”. Lalu dengan ganas, aku
memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya
membalas ciuman-ciumanku.
Keganasan
kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan
rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh
Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow..,
sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak
di selangkangan teh Ine.
My God..,
alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia
mencukur habis bulu kemaluannya. “Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya
sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua
berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil
menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine
mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan
terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu.
Alangkah
kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga
kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali
kugigit juga puting itu. “Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya
ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang
ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan.
Sambil
menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah
kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan
sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”,
terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit
sekitarnya.
Ketika jariku
mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu
pula wanita setengah baya itu menjerit kecil. “Ahh.., geli Fi.., gelli”,
Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah
dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin
bergelinjang dengan liar.
“Fi..,
masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”.
Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu
untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya.

Dengan sigap
kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku
yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine
meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi
kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku
sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya! “Aahh….” Teh Ine menjerit
panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya..,
aahh..”.

Dengan penuh
keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya
memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman
yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar
biasa! Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur.
Kasurkupun
sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari
vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih
saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak
karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami
berdua.

Penisku yang
besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa
sempit namun becek itu. Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa,
tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang. “Fi.., Fi.., Teteh mau
keluar..”.

Iya teh, saya
juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada
saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku
menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya
tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan
keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan.

Kami sudah
tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku
yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang
hidupnnya. “Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah
ngerasain kenikmatan seperti ini”. “Saya juga teh.., terima kasih untuk
kenikmatan ini..”,
Kataku seraya
mengecup kening teh Ine dengan mesra. “Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya
sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan
laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak
bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura
seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu
dari kantong dasternya.
Sebutir pil
KB. “Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang
lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”,
Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.
“Selamat tidur sayang…”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.
Teh Ine
memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai
partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang
keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu.
Fantasi sexualnya juga luar biasa.
Mungkin itu
pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia
pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa
memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus
menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat.
Ia juga
pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar
mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun. Dan yang paling
sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan
di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat.
Selesai mandi
aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine.
Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja.
Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti
biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku
dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam.
Kebiasaan ini
kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap
hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu. Sore itu
sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah
Anto.
Orang tua itu
duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore
kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap
mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi
kami. Entah ke mana PRT kami saat itu.
Teh Ine
mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse
berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana
pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana.
Aku berani
bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang,
tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak
puting buah dadanya yang besar itu.
Tanpa sadar
batang penisku mulai membesar. Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine
duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia
melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam
mulutnya.
Sambil
mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan
sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku
menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala
penisku mulai membesar.
Tiba-tiba
kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan
merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis
tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda
bercak di celanaku.
Setelah
beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan
cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi
percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku
karena jawabanku yang asal-asalan.
Degup
jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku.
Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu
mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri
dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat
tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”.
Aku berdesis
ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala
penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini
mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku
itu sambil sesekali mencubitnya. “aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk
ke dalam genggamannya.
“Kenapa
Afif?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan
sesuatu. “E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali
meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat.
Gila
perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak
kelihatan karena terhalang meja. “Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung
yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo
begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis
begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.
Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke
pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat
tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan
erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku
itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan
kekokohannya.
Kemudian teh
Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku..,
kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap
cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku.
Aku mulai
menggelinjang-gelinjang tak karuan, aku berfikir apakah dian minum
obst,walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di
depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya
dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan
kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya
meremas-remas kedua bolaku…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori
kulitku meremang dan mukaku berwarna merah.
Aku sudah
dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam
vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya
yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.
Tiba-tiba
bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus
kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan
tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya.
Aku kembali
mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan
orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat
menghisap dan bergerak maju mundur di penisku.

Tanganku
menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya
yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah
vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan
kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah,
kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.
Tiba-tiba
kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku
tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit
tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan
maniku ke mulut teh Ine.

“Ahh…,
aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan
maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati
dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit
menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa..,
permainan ini benar-benar menakjubkan.
Ada rasa
was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan
nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja
dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya,
“Siap-siap
nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur. Aku cukup kagum
dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah
bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan
lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar
dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka. Not bad!!
Langganan:
Postingan (Atom)
KEBIASAAN BURUK Aku punya sebuah kebiasaan sejak lama. Aku suka sekali bila tubuhku dipandangi dengan bebas. Mungkin karena aku terl...

-
Bentuk tubuh ku biasa aja ukuran dada 36b dan perut rata, serta pantat agak gede, tinggi kurang lebih 158-160 cm lah, berat ...
-
Kejadian itu bermula saat remidi tugas sekolah maklum lah karena otakku pas pasan dalam menerima ilmu. hehe, kali ini pelajaran yang aku...