PRAKTEK DOKTER
Tapi … “Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH
nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya.
Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku
bimbang, kuteruskan, atau tidak.
Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan
dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak
kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga
dong. aku kan pria tulen yang normal.
Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah
ciptaan Tuhan ini. “Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan. “Ah .. engga
apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol.
Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati. “Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan
yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan. “Indah .” Lagi-lagi aku lepas
kontrol “Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang
tak perlu. “Apalagi .”
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan
matanya. Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.
Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga
beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke
dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas
ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut
saja, bahkan menikmati.
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster
itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa
ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang
praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu
aku bersandiwara. “Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang
itu keluar lagi. Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa
hancur.
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok” “Dok ..” Katanya serak
sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua
bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti
permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh
pasienku? Di ruang periksa? Gila ! Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir
kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya . Aku sadar
kembali.
Melepas. “Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di
penisku “Ih kerasnya ..” “Engga bisa dong Bu ..’
“Dokter udah siap gitu .” “Iya .. memang .. Tapi masa .” “Please dokter ..
Cumbulah saya .” Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang
menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ? “Nanti aja . tunggu mereka
pulang” Akhirnya aku larut juga . “Saya udah engga tahan .” “Sebentar lagi kok.
Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu
bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan. “Okey
..okey . Bener ya Dok” “Bener Bu” “Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong” “Ya
Syeni” kataku sambil mengecup pipinya. “Ehhhhfff” Begitu Syeni keluar ruangan,
Nia masuk. “habis Dok” Dia langsung berberes. Rapi kembali.
“Dokter belum mau pulang ?” “Belum. Silakan duluan” “Baiklah, kita duluan
ya” Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku
mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si
tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke
ruang periksa, menunggu. Syeni masuk. “Kunci pintunya” perintahku. Sampai di
ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali. “Dok …” “Ya .Syeni .” Tak
perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli
menelusuri rongga-ronga mulutku.
Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm .. Sambil masih berpelukan, Syeni
menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada
tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener .. Aku tak
tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita
muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang. Kubuka kancing bajunya
satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal
putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas.
Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak
berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan .. Syeni
membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang
melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah
dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …Kurenggut BH hitam itu dan
kubuang ke lantai, dan sepasang toket gede Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih,
bersih tampak seluruhnya di hadapanku.
Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain
menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.
“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku
Mas ! Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal
banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah
jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang
bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak. “Maaaasss ..
Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku
mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini.
Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan
menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan
mulutku, bergantian kanan dan kiri. Tangannya yang tadi meremasi punggungku,
tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku. “Lepas dulu dong bajunya . Mas .”
kata Syeni Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku,
seluruhnya.
Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk,
tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku
makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas.
Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya
muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.

“Wow .. Bukan main ..” Katanya
sambil menatap penisku. Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih
dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan
mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok
pendeknya.
Dan …. Gila ! Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan
menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap.
Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama
warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan
kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi
alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin
“pusing” … Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni
kulihat senyum tipis. “Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD
hitam itu. “Kapan melepasnya ?” “Tadi, sebelum turun .” Kupelorotkan roknya
sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka.
Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna
merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak
seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat. Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya
makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara
pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi.

Tak lama kami berpagutan, karena .. “Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah
engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia
rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala
penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan dan aku entotin memek
gedenya. “Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku
aja yang masuk. Aku menekan lagi. “Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..” “Sorry …”
Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit. Aku coba lebih
bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam
seluruhnya.

Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku.
Ohh nikmatnya .. Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya
berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk. Sadarkah kau? Siapa yang kamu
setubuhi ini? Pasienmu dan isteri orang! Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa
dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah
dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang
tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu.
Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak
wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para
pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa
yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta
disetubuhi? Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus
menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya
mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja
saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang
lebih buruk lagi.
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku. Karena memang aku
tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku
ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya. Tubuh yang amat basah oleh keringatnya,
dan keringatku juga. … Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku. Pasien
yang memiliki vagina yang “legit” .. Aku masih lemas menindihnya ketika
handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat.
Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi
kode supaya aku diam.
Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara
agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya,
orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang.
Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol. “Siapa Syen”
tanyaku. “Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah. “Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku. “Syeni bilang, masih belum
dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya. “Suamimu tahu kamu ke sini”
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2. “Terima
kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas” “Ah masa .. “ “Iya bener .. Mas
hebat mainnya .” “Ah . engga usah basa basi” “Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi
.” “Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu” “Lain kali Syeni mau
lagi ya Mas” “Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi” “Jangan khawatir, Syeni
pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan. “Oh ya ..?” “Si Koko belum
pengin punya anak” Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang
tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata
BH-nya dimasukkan ke tas tangan. “Kok BH-nya engga dipakai ?” “Entar aja deh di
rumah” “Entar curiga lho, suamimu”
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor” Dia mengancing
blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru
saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang
tanpa BH. Buah dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku
terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy
sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.
“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya” “Habis . kamu sexy banget sih …” “Ah
.. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?” “Entar ajalah. mau mandi dulu .”
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan
daging dadanya terasa terjepit di dadaku. “Syeni pulang dulu ya Yang .
kapan-kapan Syeni mau lagi ya .” “Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi,
kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi. “Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata
menyadarinya. Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya. “Mas mau lagi .?” “Ah.
kamu kan ditunggu suami kamu” “Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi
wajahku.
“Udah malam Syen, lain waktu aja” Syani tak menjawab, malah meremasi
penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku.
Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja,
mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja,
melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke
liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. .. Penisku
langsung menerobos vaginanya .. Syeni bergoyang bagai naik kuda . Sekali lagi
kami bersetubuh .

Kali ini Syeni mampu mencapai klimaks, beberapa detik sebelum aku
menyemprotkan vaginanya dengan air maniku … Lalu dia rebah menindih tubuhku ..
Lemas lunglai.

“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya
sebelum pergi. “Ngaco . suamimu .?” “Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu. Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin
menikmati pekerjaanku.
Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal
sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang
menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar