Kejadian ini terjadi sekitar satu
bulan yang lalu. Waktu itu aku beserta dua orang teman kantor sedang makan
siang di sebuah restoran di bilangan Kemang. Ketika aku hendak membayar
makanan, aku mengantri di belakang seorang perempuan cantik yang sedang menggendong
anak kecil. Karena agak lama, aku menegurnya. Ketika ia menengok ke arah aku,
aku sangat kaget, ternyata ia adalah Mirna.
Nah, Mirna ini adalah istri
tetangga aku di komplek rumah aku.
“Eh, Mas Susilo. Lagi ngapain
Mas..?” tanyanya.
“Anu, aku sedang makan siang. Kamu
sama siapa Mir..? Jemblung ndak ikut..?”
“Enggak Mas, dia lagi tugas luar
kota. Aku lagi beli makanan, sekalian buat nanti malam. Soalnya si Ijah lagi
pulang kampung juga. Ya sudah, aku keluar aja bareng Morin (anaknya-pen).”“Kamu
bawa mobil..?” tanya aku.
“Enggak tuh Mas, mobilnya dibawa
Mas Jemblung ke Lampung.”
“Ya sudah nggak apa-apa.” Singkat
cerita, aku dan kedua teman aku langsung pulang ke rumah masing-masing.
Sementara aku, Mirna dan Morin pulang bersama di mobil aku. Sesampainya di
rumah Mirna yang hanya berjarak 4 rumah dari aku, Mirna mengajak mampir, tapi
aku bilang mau pulang dulu, ganti baju dan menaruh mobil. Karena Febry, istri
aku, sedang pergi ke rumah orangtuanya, aku langsung saja pergi ke rumah Mirna
dengan memakai celana pendek dan kaos. Ternyata, rumah Mirna tertata cukup
apik. Ketika aku masuk, si Mirna hanya memakai piyama mandi.
“Aku ganti baju dulu ya Mas, gerah
nih,” katanya sambil tersenyum.
“Oo.., iya, si Morin mana..?”
tanya aku sambil terpesona melihat kecantikan dan kemulusan body si Mirna. “Anu
Mas, dia langsung tidur pas sampai di rumah tadi, kasihan dia capek, aku ke
kamar dulu ya Mas..!”
“Eh, iya, jangan lama-lama ya,”
kata aku.
Ketika Mirna masuk ke dalam kamar,
dia (entah sengaja atau tidak) tidak rapat menutup pintu kamarnya. Merasa ada
kesempatan, aku mencoba mengintip. Memang lagi mujur, ternyata di lurusan celah
pintu itu, ada kaca lemari riasnya.
Wow, untuk ukuran perempuan yang telah
mempunyai anak berumur 3 tahun, si Mirna ini masih punya bentuk tubuh yang
bagus dan indah. Dengan ukuran 34B dan selangkangan yang dicukur, dia langsung
membuat “adik kecil” aku berontak dan bangun.
Dan yang menambah kaget aku,
sebelum memakai daster yang hanya selutut, ia hanya memakai celana dalam jenis
G-string dan tidak mengenakan BH. Sebelum ia berjalan ke luar kamar, aku
langsung lari ke sofa dan pura-pura membaca koran.
“Eh, maaf ya Mas kelamaan.”
kata Mirna sambil duduk setelah sepertinya berusaha untuk membetulkan letak
tali celana dalamnya yang menyempil.
“Ndak apa-apa kok, aku juga lagi
baca koran. Memangnya Jemblung berapa hari tugas luar kota..?” tanya aku yang
juga ‘sibuk’ membetulkan letak si ‘kecil’ yang salah orbit. Sambil tersenyum
penuh arti, Mirna menjawab, “3 hari Mas, baru berangkat tadi
pagi. Ngomong-ngomong aku juga sudah 2 hari ini nggak liat Mbak Febry, kemana
ya Mas..?” “Dia ke rumah orangtuanya.
Seminggu. Bapaknya sakit.” jawab aku.
“Wah, kesepian dong..?” tanya
Mirna menggoda aku.
Merasa hal ini harus aku
manfaatkan, aku jawab saja sekenanya,“Iya nih, mana seminggu lagi, ndak ada
yang nemenin. Kamu mau nemenin aku emangnya..?”
“Wah tawaran yang menarik tuh..,”
jawab Mirna sambil tersenyum lagi,
“Emangnya Mas mau aku temenin..?
Aku kan ada si Morin, nanti ganggu Mas lagi.
Mas Susilo kan belum punya anak,
jadinya santai.”
“Ndak apa-apa, eh iya, aku mau
tanya, kamu ini umur berapa sih? Kok keliatannya masih muda ya..?” sambil
menggeser posisi duduk aku supaya lebih dekat ke Mirna.
“Aku baru 27 kok Mas, aku married
waktu 23, pas baru lulus kuliah. Aku diajak married Mas Jemblung itu pas dia
sudah bekerja 3 tahun. Gitu Mas, memang kenapa sih..?”
“Ndak, aku kok penasaran ya. Kamu
sudah punya anak umur 3 tahun, tapi kok badan kamu masih bagus banget, kayak
anak umur 20-an gitu.” kata aku.
“Yah, aku berusaha jaga badan aja
Mas. Biar laki-laki yang ngeliat aku pada ngiler,” katanya sambil
tersenyum.“Wah, kamu ini bisa saja, tapi memang iya sih ya, aku kok juga jadi
mau ngiler nih.”“Nah kan, mulai macem-macem ya, nanti aku jewer lho..!”
“Kalo aku macem-macem beneran,
emangnya kamu mau jewer apa aku..?” tanya aku sambil terus melakukan penetrasi
dari akup kanan Mirna. Merasa aku melakukan pendekatan, Mirna kok ya mengerti.
Sambil menghadap ke wajah aku, dia bilang,
“Wah, kalo beneran, aku mau jewer
‘kemaluannya’-nya Mas Susilo, biar putus sekalian.”. “Memangnya kamu berani..?” tanya
aku, “Dan lagi aku juga bisa mbales,”
“Aku berani lho Mas..!” sambil
beneran memegang ‘kemaluan’ aku yang memang sudah minta dipegang, “Terus Mas Susilo mbalesnya
gimana..?”
“Nanti aku remes-remes lho
toketmu..!” jawab aku sambil beneran juga melakukan serangan pada bagian dada.
Karena merasa masing-masing sudah memegang ‘kemaluan’, kami tidak bicara banyak
lagi. Aku langsung mengulum bibir Mirna yang memang lembut sekali dan basah
serta penuh gairah. Dan tampaknya, Mirna yang sudah setengah jalan, langsung
memasukkan tangannya ke dalam celana aku, tepat memegang ‘kemaluan’ aku. “Mas Susilo, kemaluannya gede
banget.” kata Mirna sambil terengah-engah.

“Sudah, nikmati aja. Kalo mau
diisep juga boleh..!” kata aku.
Dan tanpa banyak bicara, Mirna
langsung membuka 2 pertahanan bawah aku. Dengan seenaknya ia melempar celana
pendek dan celana dalam aku, dan langsung menghisap batang kemaluan aku.
Ternyata, hisapannya top banget. Tanpa tanggung-tanggung, setengah kemaluan aku
yang 18 cm itu dimasukkan semuanya. Dalam hati aku berpikir,
“Maruk juga nih perempuan..!” Setelah hampir 5
menit, Mirna aku suruh berdiri di depan aku sambil aku lucuti pakaiannya. Tanpa
di komando, Mirna melepas celana dalamnya yang mini itu, dan menjejalkan
kemaluannya yang tanpa bulu ke mulut aku. Ya sudah, namanya juga dikasih,
langsung saja aku ciumi dan aku jilat-jilat.

“Mas, geli Mas,” kata Mirna sambil
terus menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Tadi ngasih, sekarang
komentar..!” kata aku sambil memasukkan dua jari tangan aku ke dalam
kemaluannya yang (ya ampun) peret banget, kayak kemaluan perawan. Masih dalam
posisi duduk, aku membimbing pantat dan kemaluan Mirna ke arah batang kemaluan
aku yang makin lama makin keras. Perlahan-lahan, Mirna memasukkan kejantanan
aku ke dalam kemaluannya yang mulai agak-agak basah.

“Pelan-pelan ya Mir..! Nanti
kemaluanmu sobek,” kata aku sambil tersenyum. Mirna malah menjawab aku dengan
serangan yang benar-benar membuat aku kaget. Dengan tiba-tiba dia langsung
menekan batang kejantanan aku dan mulai bergoyang-goyang.
Gerakannya yang halus dan lembut
aku imbangi dengan tusukan-tusukan tajam menyakitkan yang hanya dapat dijawab
Mirna dengan erangan dan desahan. Setelah posisi duduk, Mirna mengajak untuk
berposisi Dog Style. Mirna langsung nungging di lantai di atas karpet. Sambil
membuka jalan masuk untuk kemaluan aku di kemaluannya, Mirna berkata,

“Mas jangan di lubang pantat ya,
di kemaluan aja..!” Seperti anak kecil yang penurut, aku langsung menghujamkan
batang kejantanan aku ke dalam liang senggama Mirna yang sudah mulai agak
terbiasa dengan ukuran kemaluan aku. Gerakan pantat Mirna yang maju mundur,
benar-benar hebat.Pertandingan antar jenis kelamin itu, mulai menghebat tatkala
Mirna ‘jebol’ untuk yang pertama kali.

“Mas, aku basah..,” katanya dengan
hampir tidak memperlambat goyangannya. Mendengar hal itu, aku malah langsung
masuk ke gigi 4, cepat banget, sampai-sampai dengkul aku terasa mau copot.
Kemaluan Mirna yang basah dan lengket itu, membuat si ‘Vladimir’ tambah kencang
larinya.“Mir, aku mau keluar, di dalam apa di luar nih buangnya..?” tanya aku.

Eh Mirna malah menjawab,“Di dalam aja Mas, kayaknya aku juga mau keluar lagi,
barengin ya..?” Sekitar 3 menit kemudian, aku sudah benar-benar mau keluar, dan
sepertinya Mirna juga. Sambil memberi aba-aba, aku bilang,“Mir, sudah waktunya
nih, keluarin bareng ya, 1 2 3..!” Aku memuntahkan air mani aku ke dalam liang
kemaluan Mirna yang pada saat bersamaan juga mengeluarkan cairan kenikmatannya.

Setelah itu aku mengeluarkan
batang kejantanan aku dan menyuruh Mirna menghisap dan menjilatinya sekali lagi.
Si Mirna menurut saja, sambil ngos-ngosan, Mirna menjilati kemaluan aku. Ketika
Mirna sedang sibuk dengan batang kejantanan aku, Morin bangun tidur dan
langsung menghampiri kami sambil bertanya,
“Mami lagi ngapain..? Kok Om
Susilo digigit..?” Mirna yang tampaknya tidak kaget, malah menyuruh Morin
mendekat dan berkata,
“Morin, Mami nggak gigit Om
Susilo. Mami lagi makan ‘permen kojek’-nya Om Susilo, rasanya enak banget deh,
asin-asin..”
“Mami, emangnya permennya enak..?
Morin boleh nggak ikut makan..?” tanya Morin. Sambil mengocok-ngocok kemaluan
aku, Mirna berkata,
“Morin nggak boleh, nanti diomelin
sama Om Susilo, mendingan Morin duduk di bangku ya, ngeliat Mami sama Om Susilo
main dokter-dokteran.” Aku yang dari tadi diam saja, mulai angkat bicara,“Iya,
Morin nonton aja ya, tapi jangan bilang-bilang ke Papi Morin, soalnya kasian
Mami nanti. Ini Mami kan lagi sakit, jadinya Om kasih permen terus disuntik.”
Sambil terus memegang kemaluan aku yang mulai kembali mengeras, Mirna berkata
pada Morin,
“Nanti kalo’ Morin nggak bilang ke
papi, Morin Mami beliin baju baru lagi deh, ya? Tuh liat, suntikannya Om Susilo
mulai keras. Morin diam aja ya, Mami mau disuntik dulu nih..!” Merasa ada
tantangan lagi, aku langsung mencium Mirna dengan lembut di bibirnya yang masih
beraroma sperma, sambil meremas buah dadanya yang kembali mengeras. Mirna
langsung melakukan gerakan berputar dan langsung telentang sambil tertawa dan
berteriak tertahan,“Babak kedua dimulai, teng..!” Sementara Morin hanya diam
melihat maminya dan aku ‘acak-acak’, walaupun terkadang dia membantu mengelap
keringat maminya dan aku.

Itulah pengalaman aku dan Mirna
yang masih berlanjut untuk hari-hari berikutnya. Kadang-kadang di rumah aku,
dan tidak jarang pula di rumahnya. Kami melakukan berbagai macam gaya, dan di
segala ruangan dan kondisi. Pernah kami melakukan di kamar mandi, masih dengan
Morin yang ikut nimbrung ‘nonton’ pertandingan aku vs maminya. Dan Morin juga
diam dan tidak bicara apa-apa ketika papinya pulang dari Lampung. Hal itu malah
makin mempermudah aku dan Mirna yang masih sering bersenggama di rumah aku
ketika aku pulang kantor, dan ketika istri aku belum pulang dari rumah
orangtuanya. Dan aku akan masih terus akan menceritakan pengalaman aku dengan
Mirna. Dan nanti akan aku ceritakan pengalaman aku dengan adik Mirna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar