Cerita ini berawal ketika kantor saya mengadakan workshop
(jalan-jalan tahunan) dan saat itu tujuan kami adalah hotel Novus, Puncak.
Adalah salah satu teman bernama Tari Rismayati (panggilan Riris) yang masih
single juga sama seperti saya. Dia berumur satu tahun dibawah saya dan belum
berkeluarga juga. Terus terang saya heran melihat dia. Secara fisik Riris
orangnya tergolong cantik, rambut panjang sebahu, wajah oval, kulit kuning
langsat cenderung putih mulus, dengan buah dada yang besar menantang. Dan yang
paling membuat saya berdehem dalam hati kalau melihat pinggul dan pantatnya
yang besar dan membulat mencetak celana dalam ukuran mini yang selalu dia pakai
jika di kantor. Itu selalu saya perhatikan setiap hari bahwa ukuran roknya
selalu kekecilan dengan pinggul yang indah jika sedang berjalan.
Satu minggu sebelum berangkat Workshop, kami sempat makan siang
bersama disebuah restoran dalam gedung kantor kami. Setelah ngobrol kesana
kemari akhirnya subject pembicaraan mengarah ke workshop.
Saya bertanya, “‘Ntar workshop gimana kamu?”.
Saya bertanya, “‘Ntar workshop gimana kamu?”.
Riris menjawab dengan wajah yang lesu, “Ach, nggak tau juga Di,
aku lagi bete nich, kayaknya kesana lumayan buat nyegerin pikiran aku.”
“Lho emangnya ada apa,” tanyaku menyelidik.
“Lho emangnya ada apa,” tanyaku menyelidik.
“Aku abis putus ama cowok ku soalnya dia selingkuh, maen
belakang, trus ketauan ama aku,”celetuknya dengan muka sedikit memerah menahan
marah. “Ya udah,” sambungku “Ntar saya temenin kamu disana biar ngelupain dia.”
Dia tersenyum sambil bilang, “Tapi aku lagi mo sendiri Ardi.” Aku tak kalah
gesit menjawab ucapannya, “Iya Ris, Aku juga lagi mo sendiri aja ‘en rencana
ntar aku mo sewa kamar sendiri aja, kalau kamu mau gabung aja kita bisa ngobrol
ampe malem keluarin semua unek-unek yang ada dikepala kita masing-masing.”
Aku terus menjelaskan rencanaku minggu depan dihotel tersebut.
Dan tak diduga respon dari Riris, “Oleh juga tuh Di, aku emang butuh itu enak
kali yah ngobrol ngobrol kita berdua sampe malem”. “Iya, sekalian kalau kamu
mau, saya juga nggak keberatan ngelonin kamu tidur,” candaku kepadanya. “Ha,
gila kamu” mata Riris memancarkan arti yang tidak dapat saya cerna.
Satu hari sebelum berangkat kami didata ulang oleh panitia,
menyangkut pembagian kamar tidur. Sudah menjadi tradisi kantor kami, bahwa satu
kamar berdua, dan diatur oleh nomor nomor kamar yang ada. Saya berdua dengan
teman saya Hendra, dan Riris waktu itu terdata satu kamar bersama Wina. Dan
tibalah waktunya bahwa kami satu kantor berangkat menuju hotel Novus ada hari
Sabtu bersama sama dengan menggunakan satu bis besar. Kantor kami hanya
berjumlah total 50 orang bersama orang asing juga. Rupanya dalam batas akhir
sebelum naik ke bis, ada dua orang yang batal ikut karena alasan keluarga,
mereka adalah Tiara, dan Wina. Wina?, bukannya Wina satu kamar dengan Riris,
dan berarti nanti Riris sendirian dong dikamar. Pendulumku langsung bereaksi
mendengar kabar tersebut. Sambil mengisi waktu, kami banyak bersenda gurau
dalam perjalanan hingga akhirnya tiba tepat makan siang di hotel. Setelah kami
makan dengan lahap, kami diberikan kunci kamar oleh panitia dan langsung
check-in ke dalam kamar masing masing.
Sore harinya kami memanfaatkan kolam renang yang ada di hotel
untuk bermain main. Dapat saya lihat Riris yang sudah memakai pakaian renang
yang seksi. Uh, bukan main indahnya, saya betul betul terangsang melihat
keadaan Riris seperti itu. Otak kotorku mulai bekerja supaya bagaimana dapat
tidur dengannya malam ini. Dalam kumpulan laki laki ada Pak Kardi yang nyeletuk
kepada teman laki laki berkata, “Waduh si Riris kalo abis berenang gue mau tuh
mandiin dia.” Sambil matanya juga tak lepas dari gerakan pantat Riris yang
berlenggang lengok kekiri kekanan mengikuti irama langkahnya.
Ketika Riris sudah selesai bermain dikolam renang dan akan
kembali ke kamarnya, akupun mengikutinya seakan akan akupun sudah selesai dan
ingin mandi. Sambil berjalan dibelakangnya, saya melihat celana dalam mini
hitam yang dipakai Riris tercetak jelas oleh bikini berwarna
hitam “Waduh, kok cepet selesainya Ris,” celetukku sambil berjalan
disampingnya. Riris menjawab, “Habis aku nggak tahan airnya terlalu dingin.” Sambil
dia menyilangkan tangannya dikedua belah dadanya yang padat montok tersebut. “Trus
kamu ngapain juga selesai,” tanya dia lanjut. “Akh, aku udah bosen mendingan
mandi air hangat terus nunggu makan malam, khan enak tuh”. Lalu pembicaraan
kami terpisah ketika Riris harus mengambil arah kekiri dan saya kekanan sambil
berucap, “Sampai nanti ,. dagg”.
Waktu menunjukan pukul delapan, setelah perut saya isi dan
kenyang sekali rasanya. Makan malam dihotel ini terasa nikmat sekali. Saya
melihat sudah beberapa kali Riris menguap dan kemudian pamit dari kerumunan
anak anak untuk pamit ke kamar. Dalam perjalanan ke kamarnya, dia ada melihat
saya dan kemudian mengerdipkan mata seperti memberi tanda ke saya. Dengan
sedikit tegang saya berpura pura seolah saya pun capek setelah bermain seharian
dengan teman kantor dan ingin tidur.
Pada sore hari saya sudah memberitahu ke Hendra (teman sekamar
saya) bahwa mungkin saya akan begadang keluar hotel, jadi nanti dia tidak
kawatir atau curiga kepada saya. Dalam perjalanan dari restoran ke cottage agak
jauh. Riris berjalan kecil sendiri dan saya dengan cepat mengejarnya, dan
menyapanya, “Ris, udah ngantuk ya sayang, mau tidur..”
Riris menyahut, “Iya nih, nggak tahu kenapa nich badan semua jadi pegel semua, mungkin tadi renangnya kebanyakan kali.” Sambil berkata begitu, dia mengusap usap belakang lehernya sambil kepala digelengkan kekiri lalu kekanan. “Makanya kamu juga sih terlalu over berenangnya, kamu kebanyakan diliat ama temen temen cowok lagi pas kamu berenang,” sahutku. “Hm, aku tahu, justru karena mereka aku jadi lebih semangat,” kata Riris sambil masih tetap mengusap leher belakangnya.
“Kamu mau saya pijit pijit kecil Ris,” kataku sedikit berani.
“Hhh, boleh juga, tapi cuman di leher sama sekitar pundak yah,” sahutnya sedikit lemah. Tak lama kami sudah tiba didepan pintu kamar Riris. Setelah dia membuka pintu kami berdua langsung masuk, saya sempat melihat pada sudut mata Riris ketika dia tutup pintu, matanya seperti melihat kiri kanan takut takut kalau ada orang disekitar yang melihat kami.
Riris menyahut, “Iya nih, nggak tahu kenapa nich badan semua jadi pegel semua, mungkin tadi renangnya kebanyakan kali.” Sambil berkata begitu, dia mengusap usap belakang lehernya sambil kepala digelengkan kekiri lalu kekanan. “Makanya kamu juga sih terlalu over berenangnya, kamu kebanyakan diliat ama temen temen cowok lagi pas kamu berenang,” sahutku. “Hm, aku tahu, justru karena mereka aku jadi lebih semangat,” kata Riris sambil masih tetap mengusap leher belakangnya.
“Kamu mau saya pijit pijit kecil Ris,” kataku sedikit berani.
“Hhh, boleh juga, tapi cuman di leher sama sekitar pundak yah,” sahutnya sedikit lemah. Tak lama kami sudah tiba didepan pintu kamar Riris. Setelah dia membuka pintu kami berdua langsung masuk, saya sempat melihat pada sudut mata Riris ketika dia tutup pintu, matanya seperti melihat kiri kanan takut takut kalau ada orang disekitar yang melihat kami.

Dalam kamar Riris mempersilahkan saya duduk sambil dia permisi
sebentar ke toilet. Sambil menunggu Riris saya menonton TV yang ada dikamar.
Tidak begitu lama, Riris sudah keluar dan telah berganti baju tidur daster.
Daster yang dipakai berwarna kuning dengan ukuran yang dapat saya katakan mini.
Kenapa demikian? Daster tersebut hanya sebatas setengah pahanya saja dan
berenda kuning juga, kemudian di pundaknya hanya mengenakan satu tali saja.
Buah dada yang ranum menantang sekali dengan dua puting yang mencuat. Gila
bukan main, dia sudah tidak memakai BH, tapi masih memakai celana dalam.
Celana dalam itu jelas tercetak menerawang tembus pandang dari daster kuning tersebut. Celana dalam Riris juga dalam ukuran yang sexy, mini CD warna putih, kontras dengan daster yang dipakai. Sebelum saya memberi komentar, Riris sudah berbicara, “Ardi, kamu jangan salah sangka dulu, saya pakai ini supaya kamu mudah pijat leher dan pundak saya, lagi pula saya juga tidak bawa baju tidur lain selain yang ini, mudah-mudahan kamu tidak keberatan.” “Oh, tentu tidak dong Ris, suka suka kamu aja, yang penting bajunya jangan menggangu pijat memijat,” kataku sambil menelan ludah beberapa kali. Riris tersenyum lagi dan berkata, “Kamu pijet saya pake kaos lengan panjang apa tidak mengganggu, apa lagi nanti kamu naik ke ranjang kalau perlu, keliatannya celana panjang kamu juga ganggu, apa nggak lebih baik ganti yang pendek atau dilepas sekalian?”
Celana dalam itu jelas tercetak menerawang tembus pandang dari daster kuning tersebut. Celana dalam Riris juga dalam ukuran yang sexy, mini CD warna putih, kontras dengan daster yang dipakai. Sebelum saya memberi komentar, Riris sudah berbicara, “Ardi, kamu jangan salah sangka dulu, saya pakai ini supaya kamu mudah pijat leher dan pundak saya, lagi pula saya juga tidak bawa baju tidur lain selain yang ini, mudah-mudahan kamu tidak keberatan.” “Oh, tentu tidak dong Ris, suka suka kamu aja, yang penting bajunya jangan menggangu pijat memijat,” kataku sambil menelan ludah beberapa kali. Riris tersenyum lagi dan berkata, “Kamu pijet saya pake kaos lengan panjang apa tidak mengganggu, apa lagi nanti kamu naik ke ranjang kalau perlu, keliatannya celana panjang kamu juga ganggu, apa nggak lebih baik ganti yang pendek atau dilepas sekalian?”

Saya bengong atas ucapannya, lalu saya katakan, “Betul juga Ris, saya buka kaos
aja deh,” sambil saya mengangkat koas saya sehingga saya sudah bertelanjang
dada, dan kemudian Riris melihat ke celana panjang saya sambil mulutnya sedikit
dimonyongkan. Saya pun membuka celana panjang saya, dan hanya tertinggal celana
boxer saya. Riris tersenyum puas setelah melihat saya akan mudah nanti
memijitnya. Dia langsung naik ke ranjang dan berbaring terlungkup, sambil
memanggil nama saya, “Di, ayo dong mulai, badan Riris makin pegel nih”.
Mendengar rengekan Riris saya langsung naik ke ranjang dan memulai aktivitas
dengan memijit Riris.
Sungguh sempurna tubuh Riris dari belakang. Mimpi apa aku
semalam sehingga Riris begitu pasrah memberikan sajian gratis seindah ini.
Kulit yang mulus dengan pinggang ramping, pinggul yang besar dengan buah pantat
yang membulat mumbul tinggi. Dapat kulihat dengan jelas belahan pantat Riris
yang dibalut dengan CD mininya. Sebentar saja tangan saya sudah memijat bagian
leher yang tegang, dan seeskali kebawah meijat pundaknya. Riris terkadang
bersuara mendesah ketika tangan saya sedikit keras memijitnya, “Uh, oh, hmm,”
desahnya putus putus, membuat saya makain panas saja. Adik kecil dibalik celana
boxerku sudah mengacung keras siap tempur, entah apa yang sedang dipikir Riris
sekarang.

Kemudian setelah kurang lebih 4 menit, Riris minta dipijit agak
kebawah. Dengan yakin tangan saya kedua duanya merayap ke bawah, dari arah
ketiak terus turun kebawah. Sambil sekali kali jari jemari saya dengan nakalnya
menyentuh dari samping kedua bukit ranum yang mengembung keluar kesamping
karena tertindih tubuhnya. Saya terus terang sudah tidak ada pikiran positif,
otak ngeres saya terus bermain main fantasi, hingga suatu ketika, “Di, pijatan
kamu enak deh sekarang Riris minta dipijat bagian depan ya sayang,” sahut Riris
sambil membalikan tubuhnya kedepan.

Waduh mak bukan main saat itu saya betul betul tidak tahan saya
langsung meraba kedua belah susunya yang tegak menjulang, hal yang membuat
Riris langsung kaget. “Mardi,.! saya minta tolong kamu untuk pijat saya kenapa
kamu memanfaatkan itu dengan meraba tubuh saya,” hardiknya.
Langsung saya kaget, saya kira dia minta lanjut dalam permainan tersebut ternyata dia memang betul betul minta dipijit. Langsung saya minta maaf kepadanya, “Waduh maaf deh Ris, aku kelepasan, maklum deh tubuh kamu ranum sekali, sexy apalagi dengan itu (sambil menunjuk kedua buah dada Riris) yang mancung bikin aku jadi geregetan mau iseng.” “Maaf ya sekali lagi Maaf,” kataku dengan penyesalan.
Langsung saya kaget, saya kira dia minta lanjut dalam permainan tersebut ternyata dia memang betul betul minta dipijit. Langsung saya minta maaf kepadanya, “Waduh maaf deh Ris, aku kelepasan, maklum deh tubuh kamu ranum sekali, sexy apalagi dengan itu (sambil menunjuk kedua buah dada Riris) yang mancung bikin aku jadi geregetan mau iseng.” “Maaf ya sekali lagi Maaf,” kataku dengan penyesalan.
Riris yang melihat saya begitu agak melunak tapi kemudian dia
menangis sambil berkata, “uhh, hh, hg hg hg,. emang setiap laki laki yang mau
sama Riris cuman mau tubuh Riris aja, ini juga terjadi dengan cowok Riris yang
dulu, maunya making love terus sama Riris, nggak ada perasaan sama sekali.” Aku
terhenyak, ternyata wanita didepan saya ini memang sudah pernah melakukan
hubungan suami istri sebelum menikah, dan pendulumku kembali kontak. Dengan
gaya yang gentle saya memeluk dia dari belakang dalam posisi duduk, tangan saya
berada di perutnya sambil berkata, “Riris, aku tuh memang udah salah, kamu
Maafin ya, aku janji pokoknya malem ini kita cuman sayang sayangan aja deh
nggak sampe kelewatan,” kataku menenangkannya.
Dia menengok ke belakang hingga wajahnya dekat sekali denganku
dan berucap, “Bener ya janji, kamu cuman kelonin aku aja nggak sampe
kebablasan?”. Aku mengiyakan dengan anggukan kepala sambil mencium kecil pipi
kanannya. Dia tersenyum, kemudian membalas mencium kecil bibirku. Aku pun serta
merta tangan kanan mulai naik dari perut meraba buah dada yang menggantung
tersebut. Riris menutup mata merasakan kenikmatan tersebut, kemudian dengan itu
juga aku mencium bibirnya yang sensual, sambil sesekali kuhisap bibir bawahnya
dan lidahku menjelajah ke rongga giginya dan menghisap lidahnya. Riris benar benar menikmatinya, maka setelah melihat lampu hijau
seperti itu, kedua tanganku sudah berada pada dua buah dada ranumnya.

Oh
alangkah nikmatnya tanganku bermain disana, meremas remas sambil kupelintir
kedua puting susunya dengan ibu jari dan telunjukku. Riris terkadang bergetar
tubuhnya ketika kombinasi yang kulakukan yaitu meremas sambil memuntir puting
susunya. “Ah, Ardi kamu pinter bikin aku terangsang ya, ingat lho kita nggak
boleh lebih jauh dari ini,” kata Riris mengingatkanku. “Iya dong sayang aku
pasti inget, khan ada kamu juga yang ngingetin!”
Sambil berkata begitu aku membaringkan tubuhnya diranjang dan
aku dari belakang langsung ke depan menindihnya sambih terus melanjutkan
meremas dan mencium bibir sensual nan menggairahkan tersebut. Riris masih terus
mengingatkan, namun bahasa tubuhnya lain. Alat kelamin kami sudah bersentuhan,
dimana batang kemaluanku yang sudah keras menggesek bibir luar kemaluannya dan
gerakan kami seperti orang yang sedang bersenggama. Saya mendorong kebawah,
Riris mendorong pula pantatnya yang tembem keatas, saya tarik pinggang saya,
dia pun demikian.
Ketika mulut saya sudah mulai menjalar kedadanya dia mulai
protes.

“Mardi, kamu nggak boleh kesana sayang, ohh, hh!” desah Riris tapi tangannya sama sekali tidak menutupi dadanya. Saya menjawab dengan lembut, “Riris sayang, kalau peting cium atau jilatin nenen aja boleh dong, khan nggak kenapa napa?” saya mencoba tawar menawar dengannya. “Ohh, kamu katanya kelonin aku, kok sekarang kita peting sih? ” rajuknya dengan muka bersemu merah menahan birahi yang terpancar keluar dari tubuhnya. Tanpa menunggu alasan lagi dari si cantik itu langsung mulutku menjilat puting susu yang memerah muda, karena birahi sambil aku menyedot putingnya bagaikan anak kecil yang sedang netek keibunya. Riris menggigit bibir sendiri menahan luapan emosinya yang meletup letup kian besar. Oh nikmatnya tiada tara menjilati dan menyedot susu seorang Riris.

Kaki Riris sudah menyepak kesana kemari membuat daster yang
dikenakan tidak bisa menutupi bagian bawahnya. Terus terang sambil menjilat,
saya memperhatikan gundukan yang tembem di bawah pusar yang bagai kue apem
mumbul dengan sedikit bulu bulu kemaluannya yang menyembul keluar menambah
indahnya pemandangan tersebut. Pinggulnya bergerak tak menentu membuat indahnya
pemilik gundukan tersebut.
“Hhh, Mardi.. hh enak sayang”, erang Riris. Mendapat respon seperti tangan saya secara reflek mulai turun menjelajah dari buah dadanya ke bawah perut, mengusap daerah pusar yang rata nan halus, kemudian turun lagi dibawah pusar yang ditumbuhi bulu bulu halus, kemudian meraba daerah selangkangan Riris yang wow bukan main empuknya.
“Hhh, Mardi.. hh enak sayang”, erang Riris. Mendapat respon seperti tangan saya secara reflek mulai turun menjelajah dari buah dadanya ke bawah perut, mengusap daerah pusar yang rata nan halus, kemudian turun lagi dibawah pusar yang ditumbuhi bulu bulu halus, kemudian meraba daerah selangkangan Riris yang wow bukan main empuknya.
Aku tekan sekali sekali sambil kuremas secara acak. Hal ini
menyebabkan gerakan pinggul Riris yang makin panas. Suasana alam puncak pada
malam hari yang dingin, tidak dapat membuat tubuh kami berdua kedinginan malah
justru sebaliknya. Saya dapat melihat butiran butiran keringat birahi yang
menetes dari dahi Riris yang sedang membasahi rambut panjang dan indah itu. Oh..
aku benar benar makin terbawa emosi birahi yang menggebu. Riris antara sadar
dan tidak masih mengingatkan saya, ” Di, kamu nggak boleh buka CD aku yah..
kita khan udah janji cuman peting aja,” katanya sambil menahan sesuatu dalam
tubuh yang bergelora.
Kulit kami langsung bersinggungan tanpa ada pemisah
lagi. Setelah pelukan plus ciuman aku rasa cukup, tanganku mulai bermain ke
arah selangkangan Riris dengan mengusap lembut naik turun melewati belahan
vaginanya. Dari luar celananya saya bisa merasakan bahwa didalam sudah lembab
sekali, tentu banyak cairan yang sudah keluar dari lubang vaginanya. Vagina
Riris benar benar tembem aku rasa kalau aku benamkan milikku ke dalamnya pasti
nikmat sekali. Karena Riris menggunakan CD mini yang memang kurang bahan untuk
menutupi kemaluannya, jari saya dengan mudahnya dapat melesat masuk melalui
samping selangkangan dan bermain di sana, sebentar kemudian keluar lagi tanpa
sempat Riris protes pada saya untuk tidak boleh melakukannya. Sesekali jari
saya bermain pada bibir vaginanya agak lama setelah dia membuka suara, “Di,
jangan nanti aku keterusan.. ohh,” sambil meliukan pinggangnya bergoyang
goyang.
Aku tetap tenang mengelus bahkan saat tangannya ingin
mengeluarkan tanganku dari dalam CDnya seluruh jariku masuk dan meremas vagina
Riris dengan lembut. Hal ini membuat Riris melenguh keras, dan lupa untuk
melarang saya. Sambil tangan-tangan meremas vagina Riris, tangan kiri masih
terus aktif memerah susu ranum baik yang kiri maupun yang kanan sambil dibantu
oleh mulutku untuk mengisap bibir dan salah satu puting susu yang nganggur.
Jari tengahku mulai memainkan aksinya dengan mengilik klitoris
Riris. Benar saja, klitoris itu sudah membesar dan basah. Riris menggeliat tak
tentu arah sambil mendesah, “Oh.. Mardi enak sekali sayang, nghh.. kamu udah
nggak boleh lebih dari itu ya..” Ternyata alam sadar Riris masih ada, dia masih
ingat bahwa kita hanya boleh peting. Aku berkata sambil berbisik ditelinganya. “Riris
sayang.. CDnya dibuka ya biar kamu nggak kegencet, liat tuh CD kamu kekecilan
nggak bisa nampung pantat kamu yang bulat besar sama vagina kamu yang tembem,
lagian kamu juga udah basah, khan sayang ntar CDnya jadi lengket.” Awalnya dia
tidak mau, tapi saya katakan lagi. “Ris.. nggak kenapa napa deh sayang.. khan
aku masih pake boxerku, jadi cuman kamu aja yang telanjang, kalau aku tidak.”

Akhirnya Riris setuju, aku loloskan CD mini putih berenda itu,
dan kali ini aku benar benar melihat Riris dalam keadaan polos tanpa sehelai
benangpun, dengan keadaan birahi tinggi. Bukan main indahnya bentuk vagina
Riris, dia mempunyai bulu vagina yang lebat denga bulu-bulu halus semua warna hitam.
Bulu-bulu tersebut nampak rapih, karena dalam keadaan lurus tidak keriting
seperti wanita kebanyakan. Mulutku mulai menjalankan aksinya, aku mulai
menyusuri ke arah pusarnya terus turun dan berhenti tepat dibawah vaginanya.
Riris sedikit jengah dan berkata, “Oh, kamu jangan liat punya
kayak gitu dong.. aku kan malu” sambil tangannya mencoba menutupi.
Tapi dengan cepat tanganku menahannya dan langsung bibirku mencium bibir luar vaginanya sambil kuhisap-hisap kedua belah bibir vagina Riris. Dia benar benar kelojotan,” Ah Mardi, gila kamu, oh.. enak banget, hmm.. oh iya bener gitu sayang.. ohh..” Aku makin berani kusapukan lidahku naik turun sambil tak lupa klitoris yang sebesar kacang tanah itu aku emut emut dan didalam bibirku aku kedut kedutkan. Lidahku mulai merangsek masuk ke dalam lubang vagina Riris yang memang benar benar sudah basah. Wangi semerbak yang tercipta karena napsu biharinya membuat aku makin berlipat ganda untuk keinginan menyetubuhinya. Dalam keadaan yang gamang tersebut kepala Riris tersentak kekiri dan kekanan menahan luapan cinta yang tak kunjung reda, aku diam-diam melepas celana boxerku sambil bibir tak lepas dari vaginanya.
Tapi dengan cepat tanganku menahannya dan langsung bibirku mencium bibir luar vaginanya sambil kuhisap-hisap kedua belah bibir vagina Riris. Dia benar benar kelojotan,” Ah Mardi, gila kamu, oh.. enak banget, hmm.. oh iya bener gitu sayang.. ohh..” Aku makin berani kusapukan lidahku naik turun sambil tak lupa klitoris yang sebesar kacang tanah itu aku emut emut dan didalam bibirku aku kedut kedutkan. Lidahku mulai merangsek masuk ke dalam lubang vagina Riris yang memang benar benar sudah basah. Wangi semerbak yang tercipta karena napsu biharinya membuat aku makin berlipat ganda untuk keinginan menyetubuhinya. Dalam keadaan yang gamang tersebut kepala Riris tersentak kekiri dan kekanan menahan luapan cinta yang tak kunjung reda, aku diam-diam melepas celana boxerku sambil bibir tak lepas dari vaginanya.
Cukup mudah untuk melepas celan boxerku karena memang celana
dalam dengan kondisi longgar. Satu kali tarik dengan tangan kiri, lolos sudah
dan aku sudah telanjang bulat bersama Riris, tanpa dia sadari. Aku bisa melihat
dan merasakan Riris hampir sampai titik orgasme, dan aku mulai dengan menuntun
batang kemaluanku yang sudah siap tempur dengan topi baja yang mengkilap. Kedua
belah kaki Riris aku lebarkan sambil tangan kiriku mempermainkan klitorisnya
dengan ibu jari dan tangan kananku mengarahkan batang kemaluanku ke lubang
vagina Riris.

Riris masih antara sadar dan tidak ketika kepala penisku bertemu
dengan lubang depan yang merah menganga. Kepala penis langsung seperti kena
hisap alat yang kuat oleh lubang vagina Riris. Riris mulai merasa aneh karena
dia merasakan lain, bukan jari tanganku dan bukan bibirku yang bermain di
kemaluannya. Dengan sedikit membuka mata dia melihatku. Aku tidak mau dia nanti
memberontak menolak keadaan ini, langsung aku peluk dia sambil sedikit aku
goyangkan tanpa aku mendorong masuk ke dalamnya. Cukup kepala penis saja yang
terjepit di dalam vagina Riris.
Riris melotot kearahku dan dia berbicara dengan suara serak,
“Mardi.. kok kamu masukin, khan kita udah janji sayang cuman peting, nggak boleh begini dong.” Namun dalam bahasa tubuhnya pinggul dia tetap mengimbangi gerakanku yang naik turun menggesek vaginanya. “Riris.. aku cuman masukin kepalanya aja sayang, kamu juga ngerasainkan?”
Tambahku, “Itu juga udah cukup buat kita, lagi nggak usah dimasukin semua.. kamu enak khan digini’in?” sambil aku goyang kekiri dan kekanan. Kepala penisku benar benar dijepit erat oleh vagina Riris.
“Mardi.. kok kamu masukin, khan kita udah janji sayang cuman peting, nggak boleh begini dong.” Namun dalam bahasa tubuhnya pinggul dia tetap mengimbangi gerakanku yang naik turun menggesek vaginanya. “Riris.. aku cuman masukin kepalanya aja sayang, kamu juga ngerasainkan?”
Tambahku, “Itu juga udah cukup buat kita, lagi nggak usah dimasukin semua.. kamu enak khan digini’in?” sambil aku goyang kekiri dan kekanan. Kepala penisku benar benar dijepit erat oleh vagina Riris.
Riris merem melek keenakan, dan tangan Riris akhirnya memelukku
dan mengimbangi gerakanku. Baru aku tahu kalau dalam keadaan begini Riris benar
benar dapat berkata vulgar, karena tiba tiba dia berkata, “Di, penis kamu enak banget sih hangat kena vagina Riris.”

“Oh, Riris ini mah nggak seberapa sayang,” kataku.
Setelah kurang lebih tiga menit kami seperti itu, aku merasakan pantat Riris menaik lebih tinggi, seakan akan ingin merasakan lebih batangku. Maka akupun mulai sedikit demi sedikit mendorong lebih dalam, ternyata makin panas gerakan kami berdua, dan walhasil seluruh batangku terbenam di dalam vagina Riris. Dan aku rasa Riris pun mengetahui hal itu, dan dia mulai meracau lagi, “Oh Ardi.. enak banget penis kamu masuk semua ke dalem vaginaku sayang.. hh” “Ohh, Di.. dorong lagi biar makin dalem sayang..”

Bukan main, aku makin nafsu saja mendengar erangan dan kata-kata
vulgarnya. Aku pun tidak mau kalah sambil memompa aku bertanya,
” Riris.. penis Mardi lagi ngapain vaginanya Riris sayang?”
“Hhh, skh.. hh penis kamu lagi ngentotin vagina aku sayang,” sambil Riris meremas pantatku gemas. Aku pura pura tidak mendengar ingin dia mengulang lagi kata katanya, “Ha.. lagi ngapain sayang?”
“Lagi dientot sayang..ohh nikmatnya..” Aku bertanya lagi, “Emang Riris mau dientot ama Mardi?” Riris menyahut,”Iya sayang Riris ketagihan nih mengentot sama kamu, abis penis kamu mantap, nikmat, enak rasanya.”
” Riris.. penis Mardi lagi ngapain vaginanya Riris sayang?”
“Hhh, skh.. hh penis kamu lagi ngentotin vagina aku sayang,” sambil Riris meremas pantatku gemas. Aku pura pura tidak mendengar ingin dia mengulang lagi kata katanya, “Ha.. lagi ngapain sayang?”
“Lagi dientot sayang..ohh nikmatnya..” Aku bertanya lagi, “Emang Riris mau dientot ama Mardi?” Riris menyahut,”Iya sayang Riris ketagihan nih mengentot sama kamu, abis penis kamu mantap, nikmat, enak rasanya.”
Sambil begitu saya benar-benar merasakan jepitan-jepitan halus
dari dinding vagina Riris. Benar benar wanita yang tercipta sempurna untuk
bersenggama. Lubang vaginanya mempunyai jepitan yang kuat dengan variasi batang
kemaluanku di dalam seperti dirayapi oleh jutaan semut, jadi seperti terkena
setrum kecil, tapi hangat dengan sebentar-bentar vagina tersebut mencucup
kembang kempis menyedot seluruh batang kemaluanku.
Setelah lebih 20 menit kami bersenggama dengan ucapan ucapan
vulgar, Riris sudah hampir mendekati klimaksnya. “Ayo Mardi, aku udah mau
keluar, entot terus aku iya teken biar kena klitorisku oh.. benar begitu
sayang.. aduh, enak bener ngentot ama kamu.”

Gila juga nih perempuan, kalo dalam keadaan birahi begini
omongannya jadi vulgar seperi ini. Akupun merasakan intensitas kedutan vagina
Riris makin tinggi, dan sepertinya akupun ingin melepaskan kenikmatan bersama
Riris sayangku.
“Oh, Ris.. enak banget vagina kamu ada empot ayamnya sayang,
rasanya legit, rapet, peret, oh, aku mau klimak sayang, gimana nih didalam atau
diluar,” kataku dalam keadaan yang kejang kejang nikmat.
Lalu dijawab oleh Riris, “Didalem aja Mardi biar enak, aku juga mau ngerasain disemprot ama penis kamu, dan mungkin besok lusa ada dapet haid, jadi aman,” desah Riris yang juga menahan amukan dalam gelora birahi yang siap meledak beberapa saat lagi.
Lalu dijawab oleh Riris, “Didalem aja Mardi biar enak, aku juga mau ngerasain disemprot ama penis kamu, dan mungkin besok lusa ada dapet haid, jadi aman,” desah Riris yang juga menahan amukan dalam gelora birahi yang siap meledak beberapa saat lagi.
Akhirnya aku merasakan batang kemaluanku diremas kuat sekali oleh
otot vaginanya, gerakan pinggul Riris terhenti, sambil pantatnya ditinggikan
aku mengocok sedikit memberikan nuansa lain dalam vaginanya, lagi Riris
menggeram dan.. “Oh sayang aku klimaks, ouh.. ahh. nggh ahh enak.. enak hh..” Aku
pun tak tahan penisku diremas dan disedot oleh vagina Riris, dengan satu dan
dua kali sentakan penisku menyemportkan sperma jauh langsung masuk kedalam
rahim Riris, dan yang semportan kedua tak kalah nikmatnya. Gerakan kami seperti
begitu kompak, ketika aku menyemprotkan sperma, vagina Riris menyedot kencang
hingga kami berdua merasakan nikmat senggama yang sangat indah. Puas aku selesai klimaks dan begitu juga Riris, ketika aku ingin
melepas penisku, Riris mencegahnya.

“Biarin didalam dulu sampe ngecil dan keluar sendiri yah.”
Akhirnya kami berbaring menyamping dengan keadaan kemaluan kami masing-masing masih menyatu, masih dapat aku rasakan kedutan dalam vagina Riris namun sudah melemah, dan batangku mulai berangsur-angsur mengecil dan akhirnya lepas dengan sendirinya dari vagina Riris.
Akhirnya kami berbaring menyamping dengan keadaan kemaluan kami masing-masing masih menyatu, masih dapat aku rasakan kedutan dalam vagina Riris namun sudah melemah, dan batangku mulai berangsur-angsur mengecil dan akhirnya lepas dengan sendirinya dari vagina Riris.
Waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi, setelah kami selesai mandi
berdua di dalam bathup, dan ketika aku mau kembali ke kamarku Riris menahannya,
dan dia minta sekali lagi untuk bermain cinta. Akupun melayaninya. Katanya
mumpung ada waktu. Ronde kedua kami lakukan lebih hot lagi karena yang kedua
dilakukan tanpa takut-takut seperti yang pertama, dan kami akhiri dengan
klimaks bareng dengan sempurna.
Sepulangnya dari puncak, hubunganku dengan Riris makin hangat,
tapi kami selalu menutupi di kantor dengan berpura pura bahwa antara kami tidak
ada hubungan apa-apa hanya sebatas teman kerja. Padahal kalau ada waktu di
kantorpun kami peting. Saya berkerja di bagian komputer, Riris bagian
Settlement. Kalau salah satu dari kami ingin dipeluk, maka kami memberikan kode
untuk menuju ruang komputer yang tidak ada orang, kemudian kami ketempat yang
paling pojok supaya aman dan berpelukan. Biasanya kami berpelukan sambil
mengusap usap apa yang perlu diusap, biasanya saya meremas gemas pantatnya, dan
meremas lembut buah dadanya, sambil dibarengi dengan ciuman bibir dengan
sedikit panas. Setelah kami puas, Riris biasanya keluar lebih dulu dari ruang
komputer, dan tidak lama kemudian baru saya.
Rasa ingin bersenggama dengan Riris demikian besar, begitu juga
Riris yang ingin sekali bercinta dengan saya. Akhirnya saya mencari
kost-kost’an yang dekat dengan kantor yang fungsinya kalau istirahat makan
siang kami dapat mencuri waktu berdua kekost’an saya dan kami berdua saling
melepas hasrat terpendam dan setelah selesai kami dapat dengan cepat kembali ke
kantor, dan untuk makan siang kami membiasakan ngemil di kantor, jadi tidak
begitu lapar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar