
Kejadian ini terjadi di akhir tahun yang lalu, saat aku dinas
audit di kantor bank cabang utama Malang selama 2 minggu. Saat di Malang aku tak bermalam di
hotel, tetapi aku tingal di rumah adik laki-lakiku yang juga buka kost sebab
bisa dapat penggantian 50 persen dari tarip hotel yang ditentukan. Jadi aku
sewa kost 1 bulan di sana. Aku tiba di Malang hari Minggu siang karena melalui
Surabaya. Di tempat adikku kamar kostnya ada 8 kamar di bawah dan 4 kamar di
atas.Saat itu kamar bawah terisi penuh mahasisiwi, sedang kamar atas hanya 2
orang lalu saya jadi masih satu kamar kosong. Yang di atas seorang karyawan
bank dan seorang bekerja di karaoke, jadi berangkatnya sore hari dan pulang
tengah malam bahkan fajar. Kamar mereka berjejeran dan sebelahnya kamar mandi,
aku sendiri mengambil yang depan jadi ada kamar kosong di tengah-tengah. Adikku
pertama menawarkan tidur saja di kamar dalam, tapi aku menolak sebab ini dinas
jadi dapat biaya aku lebih baik kost saja, apalagi adikku kerjanya sebagai
sales tiap Senin sudah keluar kota dan pulangnya hari Jumat malam, jadi aku
agak rikuh dengan adik iparku perempuan.
Malam itu yang ada hanya seorang yaitu karyawan bank di bagian
atas sedang yang bawah agak ramai sebab hari Minggu. Saat aku membenahi kamar
atas, aku sering melihat anak bank itu lewat kamarku untuk turun ke bawah.
Anaknya tinggi dan berkulit kuning serta rambut sebahu, payudaranya cuku besar
sebab saat di rumah pakai celana pendek dan kaos untuk tidur saja, hingga kalau
jalan terlihat payudaranya agak menantang malam itu setelah aku bercakap-cakap
dengan adik dan adik iparku lalu aku masuk tidur.
Sebelum tidur aku berpikir adik iparku itu orangnya baik sebab
walapun dia sarjana, ia pilih kerja buka toko eceran di rumah walaupun wajah
dan bodinya pun hebat tidak beda jauh dengan istriku. Alasannya sambil
mengawasi anaknya yang masih kecil umur 2 tahun dan rumah kost.
Pagi hari setelah mandi dan siap-siap mengatur yang penting ke
kantor, aku dikagetkan dengan kata-kata salam,
“Selamat pagi Oom!”
“Iya”, sahutku.
“Mari duluan”, katanya lagi dan
“silakan”, jawabku lagi.
Ternyata yang memberi salam itu adalah anak bank itu, tetapi kok tak pakai pakaian seragam. Lalu aku turun pula pinjam telepon adikku supaya aku dijemput di rumah adikku. Memang kalau pagi aku dijemput sebab antar jemput sedang kalau sore harus pulang sendiri sebab sering pulang lambat. Sementara adikku sudah harus berangkat keluar kota, aku ditemani oleh adik ipar. Ia bilang padaku,
“Mestinya Enci ikut ke sini sebab Koko kan dinasnya lama di sini, bisa-bisa nanti kesepian”, sambil tertawa manis.
“aach Eva kok macam-macam, Enci kan kerja kantor, susah dong untuk ikut”, sahutku.
“Paling-paling kalau kesepian ya ngomong sama Eva saja kan boleh”, tanyaku.
“Pasti boleh dong, jadi nanti malam kalau Koko mau nonton TV masuk ke sini saja sambil ngobrol-ngobrol”, ajaknya Eva.
“Baik, Eva nanti kalau Koko kesepian, Koko cari hiburan nonton TV sama Eva.” jawabku.
Sebentar mobil jemputanku datang dan pamit ke kantor dulu. Memang antara Eva (istri adik) dengan istriku sendiri boleh dikatakan sama sifatnya yaitu suka bergaul dan banyak ngomong serta agak manja kalau ngomong sehingga banyak orang gampang tertarik.
“Selamat pagi Oom!”
“Iya”, sahutku.
“Mari duluan”, katanya lagi dan
“silakan”, jawabku lagi.
Ternyata yang memberi salam itu adalah anak bank itu, tetapi kok tak pakai pakaian seragam. Lalu aku turun pula pinjam telepon adikku supaya aku dijemput di rumah adikku. Memang kalau pagi aku dijemput sebab antar jemput sedang kalau sore harus pulang sendiri sebab sering pulang lambat. Sementara adikku sudah harus berangkat keluar kota, aku ditemani oleh adik ipar. Ia bilang padaku,
“Mestinya Enci ikut ke sini sebab Koko kan dinasnya lama di sini, bisa-bisa nanti kesepian”, sambil tertawa manis.
“aach Eva kok macam-macam, Enci kan kerja kantor, susah dong untuk ikut”, sahutku.
“Paling-paling kalau kesepian ya ngomong sama Eva saja kan boleh”, tanyaku.
“Pasti boleh dong, jadi nanti malam kalau Koko mau nonton TV masuk ke sini saja sambil ngobrol-ngobrol”, ajaknya Eva.
“Baik, Eva nanti kalau Koko kesepian, Koko cari hiburan nonton TV sama Eva.” jawabku.
Sebentar mobil jemputanku datang dan pamit ke kantor dulu. Memang antara Eva (istri adik) dengan istriku sendiri boleh dikatakan sama sifatnya yaitu suka bergaul dan banyak ngomong serta agak manja kalau ngomong sehingga banyak orang gampang tertarik.
Hari pertama kerja, aku pulang hingga pukul 7 malam. Setelah
beritirahat sebentar aku lalu mandi, begitu selesai dan keluar kamar mandi anak
bank itu keluar kamar dan menyapa,
“Selamat malam Oom, baru palang ya?”
“Betul sekali”, jawabku.
Anak bank itu ganti mau masuk kamar mandi dan aku langsung masuk kamar untuk istirahat terus tidur. Besok harinya, sapaan manis itu kuterima lagi dan kali ini kulihat wajahnya, ternyata wajahnya manis dengan senyumnya tapi tatapan matanya tajam penuh arti. Hatiku jadi agak bergetar, padahal dengan Eva walaupun ngobrol-ngobrol tapi biasa saja sebab walaupun matanya kocak tapi pandangannya biasa saja. Begitu malam kupulang saat aku sedang rebahan di ranjang, anak bank itu juga lewat kamarku dan menyapa,
“Selamat malam Oom, sudah makan ya?”
“Sudah”, sahutku.
“Mari saya turun dulu mau makan”, katanya.
“silakan”, sahutku.
Kucoba lihat dari atas ternyata ia masak Indomie untuk makan malam. Kucoba rebahan lagi sambil baca koran, selang beberapa saat kudengar ia menyapa lagi,
“Masih belum tidur Oom?”
“Belum”, sahutku dan sambil bangun, ia sendiri sempat berhenti depan pintu kamarku sambil matanya menatap penuh arti dan ketika kucoba keluar kamar ternyata anak-anak kost yang di bawah masih ramai mengobrol di teras kamar, jadi ia pamit,
“Mari saya istrirahat dulu Oom.”
“silakan”, sahutku.
“Selamat malam Oom, baru palang ya?”
“Betul sekali”, jawabku.
Anak bank itu ganti mau masuk kamar mandi dan aku langsung masuk kamar untuk istirahat terus tidur. Besok harinya, sapaan manis itu kuterima lagi dan kali ini kulihat wajahnya, ternyata wajahnya manis dengan senyumnya tapi tatapan matanya tajam penuh arti. Hatiku jadi agak bergetar, padahal dengan Eva walaupun ngobrol-ngobrol tapi biasa saja sebab walaupun matanya kocak tapi pandangannya biasa saja. Begitu malam kupulang saat aku sedang rebahan di ranjang, anak bank itu juga lewat kamarku dan menyapa,
“Selamat malam Oom, sudah makan ya?”
“Sudah”, sahutku.
“Mari saya turun dulu mau makan”, katanya.
“silakan”, sahutku.
Kucoba lihat dari atas ternyata ia masak Indomie untuk makan malam. Kucoba rebahan lagi sambil baca koran, selang beberapa saat kudengar ia menyapa lagi,
“Masih belum tidur Oom?”
“Belum”, sahutku dan sambil bangun, ia sendiri sempat berhenti depan pintu kamarku sambil matanya menatap penuh arti dan ketika kucoba keluar kamar ternyata anak-anak kost yang di bawah masih ramai mengobrol di teras kamar, jadi ia pamit,
“Mari saya istrirahat dulu Oom.”
“silakan”, sahutku.
Memang pagar teras kamar atas itu dari besi hingga anak-anak di
bawah bisa lihat ke atas. Esok paginya seperti biasa ia menyapa saat mau
berangkat ke kantor, malam harinya ketika aku mau tidur terasa agak lapar
padahal baru jam 9 malam, lalu aku keluar kamar dan ke depan rumah untuk lihat
apakah yang jual pisang goreng depan rumah masih ada karena akan beli untuk
pengisi perut. Aku beli 5 biji, sebelum aku masuk halaman lagi kucoba
lihat-lihat lalu lintas sebentar, tiba-tiba anak bank itu juga keluar hanya
pakai celana pendek dan kaos tidur saja. Aku sapa,
“Mau kemana dik malam-malam?”
“Mau beli pisang untuk sarapan besok pagi, sebab tadi lupa beli roti”, sahutnya. “Ini Oom sudah beli, kita bagi saja”, kataku.
“Jangan Oom, nanti Oom kurang”, katanya.
“Nggak apa-apa, Oom kan sendiri ini kan lebih dari cukup sebab ada 5 biji besar-besar lagi”, kataku.
“Bolehlah, saya cukup 1-2 saja”, katanya lagi.
“Ngomong-ngomong kita belum pernah kenalan ya”, kataku sambil aku menjabat tangannya.
“Winarti nama saya dan Oom siapa?” katanya.
“Saya Ima…”sahutku.
“Winarti buru-buru mau tidur?” tanyaku.
“Nggak Oom, belum ngantuk.”
“Kalau gitu kita ngobrol sebentar sambil duduk di teras depan ini, mau?” tanyaku.
Ia menganggukkan kepala, lalu kita duduk di kursi teras depan yang memang disediakan untuk tamu-tamu anak kost.
“Apa betul Oom masih kakaknya tante kost?” tanyanya lagi.
“Betul, kok Win tahu?”
“Iya dari, ibu pembantu yang bilang tadi pagi”, sahutnya.
“Wah Win tanya apa lagi dari ibu pembantu?” kataku.
“Nggak, cuma ibu pembantu bilang Oom di sini sekitar 2-3 minggu untuk tugas di Bank BCA.” sahutnya.
“Mau kemana dik malam-malam?”
“Mau beli pisang untuk sarapan besok pagi, sebab tadi lupa beli roti”, sahutnya. “Ini Oom sudah beli, kita bagi saja”, kataku.
“Jangan Oom, nanti Oom kurang”, katanya.
“Nggak apa-apa, Oom kan sendiri ini kan lebih dari cukup sebab ada 5 biji besar-besar lagi”, kataku.
“Bolehlah, saya cukup 1-2 saja”, katanya lagi.
“Ngomong-ngomong kita belum pernah kenalan ya”, kataku sambil aku menjabat tangannya.
“Winarti nama saya dan Oom siapa?” katanya.
“Saya Ima…”sahutku.
“Winarti buru-buru mau tidur?” tanyaku.
“Nggak Oom, belum ngantuk.”
“Kalau gitu kita ngobrol sebentar sambil duduk di teras depan ini, mau?” tanyaku.
Ia menganggukkan kepala, lalu kita duduk di kursi teras depan yang memang disediakan untuk tamu-tamu anak kost.
“Apa betul Oom masih kakaknya tante kost?” tanyanya lagi.
“Betul, kok Win tahu?”
“Iya dari, ibu pembantu yang bilang tadi pagi”, sahutnya.
“Wah Win tanya apa lagi dari ibu pembantu?” kataku.
“Nggak, cuma ibu pembantu bilang Oom di sini sekitar 2-3 minggu untuk tugas di Bank BCA.” sahutnya.
Lalu kita saling bercerita dan ternyata Win itu adalah anak
bungsu dari tiga saudara anak dari almarhum pensiunan militer (Sersan Mayor)
asli Blitar, sedang ibunya pensiuan guru SD sekarang memberi les privat pada
anak-anak SD. Sedang kakaknya nomor 1 sudah menikah dengan guru SMA di
Banyuwangi dan kakaknya nomor 2 masih kuliah di Surabaya. Karena biaya tak
mencukupi dalam masa krisis moneter ini maka ia pilih bekerja setelah lulus SMA
tahun ini. Jadi Win baru bekerja di bank baru empat bulan maka dari itu belum
dapat pakaian seragam.
Baru ngobrol kira-kira 1/2 jam, tiba-tiba 3 orang anak kost
datang bersama pacar-pacarnya mungkin hingga suasana jadi ramai di teras itu.
Lalu kita masuk dan naik ke kamar sampai depan kamarku, aku pamit masuk dulu
dan Win menggangguk dengan pandangan mata yang penuh arti dan bernada sayu.
Pagi harinya aku bangun agak terlambat hingga aku mandi juga terlambat. Saat
aku keluar dari kamar mandi, Win sudah menunggu dekat pintu kamarnya dan
berkata, “Oom, Win berangkat dulu ya, nanti malam usahakan bisa ngobrol-ngobrol lagi
ya?”. “Oke” sahutku.
Sore harinya aku pulang sekitar pukul 6 dengan naik taxi, kucoba
perhatikan bank tempat Winarti bekerja sebab banknya itu ternyata tiap hari
kulewati dan memang tak jauh dari bank tempatku. Saat dekat dengan banknya,
kucoba perhatikan, eeehh ternyata Winarti masih ada di jalan depan bank untuk
cari angkutan umum. Langsung kuperintahkan sopir untuk berhenti dekat Winarti.
Melihat ada taxi mendekat, Win malah jalan menjauh sebab mungkin pikirnya ia
tak menyetop taxi. Baru setelah kuturun dan memanggilnya ia lari-lari mendekat
dan segera kupersilakan Win untuk masuk taxi. Ternyata ia pulang terlambat
karena ada jumlah yang belum cocok, hingga sebagai teller harus dicari dulu
kesalahannya. Karena hari sudah agak gelap, Win saya ajak makan malam sekalian
sebelum pulang kost ternyata ia mau.
“Enaknya makan dimana ya?” tanyaku.
“Dekat rumah kost saja ada warung bakso yang nikmat”, sahutnya.
Ternyata betul kurang lebih 10 rumah sebelum kost ada jual bakso mie. Setelah turun dari taxi, lalu kita masuk dan duduk di meja yang kecil untuk berdua saja.
“Mau makan apa Oom?” tanya Win.
“Oom sih terserah sama Win saja, pokoknya hanya ikut makan.” jawabku.
“Oke, dan minumnya Oom mau apa?”
“Terserah sama Win juga”, sahutku.
Win kemudian memanggil pelayan dan pesan Mie Bakso 2 mangkok, lalu Coca Cola 2 botol. Kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya menyerempet itu-itu juga. “Oom ke sini sendirian selama 2 minggu apa tidak stress?” tanya Win.
“Dekat rumah kost saja ada warung bakso yang nikmat”, sahutnya.
Ternyata betul kurang lebih 10 rumah sebelum kost ada jual bakso mie. Setelah turun dari taxi, lalu kita masuk dan duduk di meja yang kecil untuk berdua saja.
“Mau makan apa Oom?” tanya Win.
“Oom sih terserah sama Win saja, pokoknya hanya ikut makan.” jawabku.
“Oke, dan minumnya Oom mau apa?”
“Terserah sama Win juga”, sahutku.
Win kemudian memanggil pelayan dan pesan Mie Bakso 2 mangkok, lalu Coca Cola 2 botol. Kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya menyerempet itu-itu juga. “Oom ke sini sendirian selama 2 minggu apa tidak stress?” tanya Win.
“Habis mau kemana sebab nggak ada teman di sini”, sahutku.
“Kenapa sih Oom cari teman, apakah Win bukan teman Oom?” kata Win. “Betul Win, maksud Oom teman untuk santai.”
“Oom jangan pikir yang jauh-jauh, Win siap menemani Oom kapan saja Oom membutukan”, katanya.
“Huuussss, jangan ngomong begitu Oom kan sudah berkeluarga sedang Win kan masih gadis”, kataku.
Win terdiam sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca sambil menggelengkan kepala. Aku jadi terenyuh seketika segera kugenggam telapak tangannya erat-erat sambil berkata,
“Maksud Win bagaimana?”
Lalu berceritalah Win, kalau ia sudah diperawani oleh pacarnya saat awal di kelas 3 SMU dan dilanjutkan berhubungan intim terus sampai beberapa kali, hingga akhirnya Win terlambat bulan alias hamil. Begitu diberitahu kalau ia hamil, pacarnya mulai menjauhi bahkan tak mau bertanggung jawab. Karenanya sampai bulan ke-3 maka dengan terpaksa digugurkan dengan pertolongan bidan.
“Kenapa sih Oom cari teman, apakah Win bukan teman Oom?” kata Win. “Betul Win, maksud Oom teman untuk santai.”
“Oom jangan pikir yang jauh-jauh, Win siap menemani Oom kapan saja Oom membutukan”, katanya.
“Huuussss, jangan ngomong begitu Oom kan sudah berkeluarga sedang Win kan masih gadis”, kataku.
Win terdiam sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca sambil menggelengkan kepala. Aku jadi terenyuh seketika segera kugenggam telapak tangannya erat-erat sambil berkata,
“Maksud Win bagaimana?”
Lalu berceritalah Win, kalau ia sudah diperawani oleh pacarnya saat awal di kelas 3 SMU dan dilanjutkan berhubungan intim terus sampai beberapa kali, hingga akhirnya Win terlambat bulan alias hamil. Begitu diberitahu kalau ia hamil, pacarnya mulai menjauhi bahkan tak mau bertanggung jawab. Karenanya sampai bulan ke-3 maka dengan terpaksa digugurkan dengan pertolongan bidan.
Ini dilakukan karena pihak keluarga belum tahu semua
persoalannya. Untung saat itu ia punya tabungan sebesar 300.000 Rupiah untuk
biaya. Walaupun makan sudah di antar kami berdua belum makan karena suasana
masih syahdu. Lalu kedua tangannya kugenggam erat-erat dengan penuh perasaan
sambil menatap wajahnya. Win pun menatap mataku, pandangannya memelas sekali.
Dan dari sejak itu, ia tak menyukai lagi berpacaran dengan laki-laki yang
sebaya, ia lebih merasa aman berpacaran dengan laki-laki setengah umur
kira-kira 35-40 th karena dianggap lebih bertanggung jawab dan mapan tidak
hanya suka hura-hura saja. Setelah beberapa saat Win kuusap air matanya dengan
sapu tanganku dan tangan kemudian dipegang erat-erat.
“Win, ayo makan nanti dingin nggak enak lho, sambil kita ngomong” kataku.
Ia menggangguk dan mulai makan sambil berkata,
“Oom, wajah Oom sangat berkesan di hatiku sebab wajah Oom dan penampilannya adalah seperti laki-laki yang kuidam-idamkan, itulah sebabnya pertama kali aku ketemu pandang dengan Oom langsung terkesima hatiku.”
“aacch jangan muluk-muluk kalau memuji, wajah tua seperti Oom ini sudah nggak laku sekarang.”
“Benar Oom, Win bukan memuji tapi dengan tulus hati, maka dari itu Wim ingin sekali berada dalam pelukan Oom.”
“Jangan kamu mengharapkan Oom, sebab sudah tak mungkin lagi Win”, sahutku.
“Win sadar akan hal itu, tapi hanya untuk selama Oom tinggal di sini saja, Win benar-benar butuh kasih sayang dari laki-laki yang sebaya dan seperti Oom.”
“Win benar-benar butuh sesuatu dari Oom.”
“Jangan Win kalau nanti hamil lagi bagaimana?” tanyaku.
“Oom, Win baru saja bersih dari mens hari Minggu kemarin saat Oom datang, ini benar-benar Oom, Win sumpah, Win tak akan menjebak Oom sebab tahu Oom itu orang baik”, katanya.
Ia menggangguk dan mulai makan sambil berkata,
“Oom, wajah Oom sangat berkesan di hatiku sebab wajah Oom dan penampilannya adalah seperti laki-laki yang kuidam-idamkan, itulah sebabnya pertama kali aku ketemu pandang dengan Oom langsung terkesima hatiku.”
“aacch jangan muluk-muluk kalau memuji, wajah tua seperti Oom ini sudah nggak laku sekarang.”
“Benar Oom, Win bukan memuji tapi dengan tulus hati, maka dari itu Wim ingin sekali berada dalam pelukan Oom.”
“Jangan kamu mengharapkan Oom, sebab sudah tak mungkin lagi Win”, sahutku.
“Win sadar akan hal itu, tapi hanya untuk selama Oom tinggal di sini saja, Win benar-benar butuh kasih sayang dari laki-laki yang sebaya dan seperti Oom.”
“Win benar-benar butuh sesuatu dari Oom.”
“Jangan Win kalau nanti hamil lagi bagaimana?” tanyaku.
“Oom, Win baru saja bersih dari mens hari Minggu kemarin saat Oom datang, ini benar-benar Oom, Win sumpah, Win tak akan menjebak Oom sebab tahu Oom itu orang baik”, katanya.
Ujung cerita, kita berjanji nanti malam ketemu di kamarnya,
kalau semua anak kost bawah sudah masuk kamar. Dan supaya tak ketahuan, setelah
makan ini Win dulu yang jalan pulang baru aku menyusul kemudian.
“Hati-hati di jalan ya!” seruku.
“Iya Oom, sampai nanti malam”, sahutnya.
Kemudian aku menyusul jalan di belakangnya, sampai kost aku berhenti sebentar beli pisang goreng dan kemudian aku naik ke kamar. Aku lihat Win sedang masuk ke kamar mandi.
“Hati-hati di jalan ya!” seruku.
“Iya Oom, sampai nanti malam”, sahutnya.
Kemudian aku menyusul jalan di belakangnya, sampai kost aku berhenti sebentar beli pisang goreng dan kemudian aku naik ke kamar. Aku lihat Win sedang masuk ke kamar mandi.
Setelah ia selesai mandi, aku segera ke kamar mandi juga. Ketika
aku selesai mandi dan ke kamar, kulihat suasana kost di bawah sepi. Cepat-cepat
kuletakkan handukku dan pakaian kotorku di tempatnya kemudian dandan sedikit
dan dengan hanya mengenakan kaos tidur dan celana pendekku ke kamar Win yang
pintunya memang tak dikunci. Saat aku masuk ia sedang tiduran, ketika melihatku
masuk ia tersenyum dan duduk di pinggir ranjang serta menyapa, “Mari duduk sini Oom.”
Setelah pintunya kututup dan kukunci aku duduk sebelah Win. Kuelus-elus pahanya yang putih bersih itu.
Setelah pintunya kututup dan kukunci aku duduk sebelah Win. Kuelus-elus pahanya yang putih bersih itu.
Ia kemudian memegang tanganku erat-erat dan menyandarkan
kepalanya ke bahuku. Kupegang kepalanya dan kubisiki, “Win sayang, Oom bahagia
juga di sebelahmu”, sambil kupeluk dia dan Win juga segera merangkul leherku.
Aku mulai menciumi keningnya, hidungnya kugesek-gesek dengan hidungku lalu
pipinya kuciumi juga lehernya dan ia kupeluk semakin kuat hingga terasa
payudaranya hangat di dadaku.
Kukecup bibirnya dan kupermainkan bibirnya dengan lidahku.
Rupanya ia masih hijau, jadi lidahnya tak dijulurkan untuk kukecup juga.
Rambutnya yang masih agak basah kubelai-belai juga.
Win semakin terangsang dan merasakan sesuatu yang baru
kelihatannya. Kulanjutkan dengan membuka kaosnya yang dibantu tangan Win
sekalian ia melepas BH-nya. Kupeluk lagi dia, payudaranya kuraba dan kuusap
pelan-pelan sambil putingnya kupijit sedikit. Win mulai merintih pelan dan
terus kulepas juga celana pendeknya dan CD-nya. Rambut kemaluannya yang hitam
kilap dan lebat menutupi vaginanya. “Oooohh…. Oom, pakaian Oom buka juga ya?”
pintanya.
Aku segera membuka pakaianku sampai telanjang seperti Win.
Kemudian Win kurebahkan di kasur dan aku mulai beroperasi lagi dari atas kening
dengan kecupan-kecupan mesra.
Kucium dan kukecupi terus sampai ke leher dan tanganku juga
beroperasi dengan meraba-raba dan mengusap-usap dengan penuh kemesraan bagian
payudaranya. Setelah 2 bukit payudaranya kuciumi dan kukecupi termasuk
putingnya kugigit dengan bibirku dan tanganku meraba mesra ke bagian perut dan
atas rambut kemaluannya. Ciumanku terus menjelajahi seluruh bagian dada
kemudian perut dan bawah perut.
Rambut kemaluannya yang lebat kutarik-tarik pelan dengan gigitan
bibirku juga clitorisnya yang sudah terlihat menonjol kujilati dan pahanya di
dalam kubelai terus sampai ke lututnya. Bibir vaginanya kulumat semua dengan
jilatan kecupan bibirku, hingga Winarti menggeliat-geliat terus tanpa henti.
Ciuman terus turun ke pahanya kiri dan kanan dan ke lutut, betis
dan tangkai tumitnya kugigit pelan-pelan dengan dibarengi dengan usapan pada
telapak kakinya. Win jadi geli dan nafsu. Paling akhir adalah telapak kakinya
kuciumi dan 10 jari-jari kakinya kuhisap semua dengan rabaan pada pahanya. Win
tampak mulai nggak tahan. Ia sendiri langsung meremas-remas payudaranya
sendiri. Aku kembali ke atas dengan menindihnya dan mendekatkan penisku ke
tangannya, rupanya Win tahu maksudku lalu segera dipegang dan dikocoknya
senjataku.

Win kubisiki, “Win sayang, penis Oom sudah tegang di tanganmu,
kakimu buka lebar-lebar ya sayang supaya penis Oom bisa masuk.” Win membuka
kakinya lebar-lebar dan kemudian kuraba lubang vaginanya kemudian penisku
kepalanya kupegang dan kumulai tekan pelan-pelan tapi pasti sedekit demi sedikit
agar masuk.
Terus kutekan pelan-pelan penisku ke dalam vaginanya dan
akhirnya bleeessss…. masuk juga kepalanya.
“Oomm.. aduuuhh, waah besar sekali lho penismu.”
“Sakit Win?” tanyaku.
“Nggaak kok… aduh enaak Oom”, sahutnya.
Terus kutekan penisku pelan-pelan sehingga seluruh batangnya ambles ke dalam vaginanya.
“Oomm.. aduuuhh, waah besar sekali lho penismu.”
“Sakit Win?” tanyaku.
“Nggaak kok… aduh enaak Oom”, sahutnya.
Terus kutekan penisku pelan-pelan sehingga seluruh batangnya ambles ke dalam vaginanya.
Begitu ambles semua kubiarkan beberapa penisku di dalamnya,
sambil terus kubelai rambutnya dan payudaranya kuusap-usap dengan
remasan-remasan mesra. Win coba menggoyangkan pantatnya, lalu kutarik keluar
penisku pelan-pelan terus gerakan ini kulakukan berulang-ulang hanya
kecepatannya yang berubah-ubah dari pelan-pelan kemudian bertambah
sedikit-sedikit jadi cepat begitu nafasnya Win mulai memburu kuperlahankan lagi
hingga Win agak tenang lagi kemudian kupercepat lagi hingga nafsunya memuncak
lagi. Akhirnya Win meminta,

“Om, Win sudah nggak tahan lagi kepingin orgasme.”
“Iya sayang, Oom akan temani Win sampai puncak sama-sama”, sahutku.
Lalu kucepatkan gerakan naik turunnya dan aku sendiri segera
konsentrasikan pikiranku ke tubuhnya yang indah dan masih kencang itu supaya
cepat naik nafsunya.
Aku juga lihat Win sudah ada tanda-tanda akan sampai puncak,
karena ia terus menggenggam kain sprei lalu mencengkram punggungku kuat-kuat
lalu pundakku digigitnya sambil mengaduh, “Seessstt, aduuuhh… aauuuhh… aku
klimaks Oom.” Saat itu juga terasa ada semprotan mani pada penisku, otomatis
aku tak tahan juga dan kutekan dalam-dalam penisku dan creeetttt… creeettt,
maniku nyemprot ke vaginanya. “aaccchh… uuuhh, Oom klimaks juga”, katanya dan
langsung aku dipeluk semakin erat dan kakinya pun didekapkan ke kakiku, hingga
aku tak bisa turun dari tubuhnya. Kubelai-belai sayang lagi kening dan
rambutnya dan kuciumi terus pipinya, “Oom jangan dicabut dulu yaa… biar badan
Win tetap hangat”, pintanya.

Setelah beberapa menit nafas kita berdua mulai tenang, aku
berkata,
“Win apakah nggak mau cuci dulu?”
“Win nggak cuci, punya Oom saja Win bersihkan ya?”
Lalu aku rebah di sebelahnya dan Win bangun mengambil kertas tissu dan dibasahi dengan aqua kemudian penisku dilapnya dengan hati-hati sekali. Setelah itu bibir vaginanya yang basah dilap juga lalu ia ke lemari untuk mengambil selimut dan kemudian tidur lagi di sebelahku dan tubuh kita berdua diselimutinya. Kupeluk Win, sambil kubisiki,
“Win apa nanti maninya nggak tumpah keluar?”
“Biar saja Oom, nantikan keluar sendiri tapi agak lama biasanya sampai 4-5 jam lagi.” “Win capai ya..?”
“Nggak terlalu juga, Oom puas dengan pelayan Win? maaf ya Oom Win masih hijau dalam bermain seks.”
“Win apakah nggak mau cuci dulu?”
“Win nggak cuci, punya Oom saja Win bersihkan ya?”
Lalu aku rebah di sebelahnya dan Win bangun mengambil kertas tissu dan dibasahi dengan aqua kemudian penisku dilapnya dengan hati-hati sekali. Setelah itu bibir vaginanya yang basah dilap juga lalu ia ke lemari untuk mengambil selimut dan kemudian tidur lagi di sebelahku dan tubuh kita berdua diselimutinya. Kupeluk Win, sambil kubisiki,
“Win apa nanti maninya nggak tumpah keluar?”
“Biar saja Oom, nantikan keluar sendiri tapi agak lama biasanya sampai 4-5 jam lagi.” “Win capai ya..?”
“Nggak terlalu juga, Oom puas dengan pelayan Win? maaf ya Oom Win masih hijau dalam bermain seks.”
“Oooh Oom puas sekali semuanya jadi lega.”
“Sungguh Oom?”
“Betul Win!” sahutku lagi sambil kupeluk dia erat-erat dengan penuh perasaan kasih sayang.
“Oom, Win sangat bahagia malam ini, Win bukan saja dapat kenikmatan seks dari Oom, tapi lebih dari itu Win sangat merasakan kasih sayang dari Oom.”
“Dalam bermain seks Oom beda jauh dengan pacarku dulu, Oom sangat matang tekniknya juga hebat bisa terus membimbing Win sampai ke puncaknya, jadi bukan sekedar beda besar penisnya saja.”
“Betul Win!” sahutku lagi sambil kupeluk dia erat-erat dengan penuh perasaan kasih sayang.
“Oom, Win sangat bahagia malam ini, Win bukan saja dapat kenikmatan seks dari Oom, tapi lebih dari itu Win sangat merasakan kasih sayang dari Oom.”
“Dalam bermain seks Oom beda jauh dengan pacarku dulu, Oom sangat matang tekniknya juga hebat bisa terus membimbing Win sampai ke puncaknya, jadi bukan sekedar beda besar penisnya saja.”
Sebab punya pacar saya dulu kecil lagi hitam, sedang Oom punya
besar dan bersih dan kuning langsat.”
“Malam ini Oom tak boleh meninggalkan Win, Win ingin tidur dalam pelukan Oom, Win ingin bahagia malam ini.” Aku bilang,
“Kalau Oom tidur di sini bisa ketahuan orang nanti Win.” Ia menjawab,
“Anak-anak kost di sini bangunnya paling pagi jam 6, hanya ibu pembantu yang jam 5, jadi besok sebelum pukul 5 nanti Win bangunkan Oom. Pokoknya malam ini Oom harus dengan Win.”
Ia kemudian mengusap dahiku yang berkeringat, saat mengusap tangannya kupegang dan kucium telapaknya dengan penuh arti dan Win pun merasakan hal ini dia memejamkan matanya dan air matanya menetes keluar.
“Win, jangan sedih Oom kan menunggumu malam ini.”
“Iya Oom” jawabnya. Setelah beberapa saat ia berkata,
“Oom, Win yakin dan tahu pasti kalau sebetulnya dalam hati Oom sayang sama Win. Benar ya?”
“Kok Win bisa bilang begitu?” kataku.
“Oom tak bisa dusta pada Win, dari pancaran mata Oom terlihat jelas sekali dan Win benar-benar merasakan kasih sayang Oom itu.” Lalu tambahnya,
“Saat Oom meniduri Win, Win tahu dari mata maupun tingkah Oom, Oom bukan semata-mata melampiaskan nafsu seks saja, tetapi Oom meniduri Win dengan penuh kasih sayang dan penuh kemesraan, hingga benar-benar Win merasa bahagia.
“Malam ini Oom tak boleh meninggalkan Win, Win ingin tidur dalam pelukan Oom, Win ingin bahagia malam ini.” Aku bilang,
“Kalau Oom tidur di sini bisa ketahuan orang nanti Win.” Ia menjawab,
“Anak-anak kost di sini bangunnya paling pagi jam 6, hanya ibu pembantu yang jam 5, jadi besok sebelum pukul 5 nanti Win bangunkan Oom. Pokoknya malam ini Oom harus dengan Win.”
Ia kemudian mengusap dahiku yang berkeringat, saat mengusap tangannya kupegang dan kucium telapaknya dengan penuh arti dan Win pun merasakan hal ini dia memejamkan matanya dan air matanya menetes keluar.
“Win, jangan sedih Oom kan menunggumu malam ini.”
“Iya Oom” jawabnya. Setelah beberapa saat ia berkata,
“Oom, Win yakin dan tahu pasti kalau sebetulnya dalam hati Oom sayang sama Win. Benar ya?”
“Kok Win bisa bilang begitu?” kataku.
“Oom tak bisa dusta pada Win, dari pancaran mata Oom terlihat jelas sekali dan Win benar-benar merasakan kasih sayang Oom itu.” Lalu tambahnya,
“Saat Oom meniduri Win, Win tahu dari mata maupun tingkah Oom, Oom bukan semata-mata melampiaskan nafsu seks saja, tetapi Oom meniduri Win dengan penuh kasih sayang dan penuh kemesraan, hingga benar-benar Win merasa bahagia.
Tidak meleset pandangan pertama Win terhadap Oom, memang Oom
benar-benar adalah type laki-laki yang jadi dambaan Win. Sayang ketemunya sudah
terlambat.”
“Win, kira-kira begitulah yang ada dalam hatiku” sahutku mesra sambil kubelai-belai punggungnya. Win berpesan kepadaku,
“Kalau Oom mau lagi setiap saat Win akan melayani jadi Oom jangan takut untuk membangunkan Win.”
Sambil ngobrol-ngobrol kita akhirnya tertidur. Pagi hari seperti biasa jam 4 aku sudah bangun, ternyata pagi itu penisku ikut bangun juga apalagi dekat cewek. Kucoba raba-raba dan remas pelan-pelan buah dadanya sambil keningnya kuciumi agar Win bangun.
“Win, kira-kira begitulah yang ada dalam hatiku” sahutku mesra sambil kubelai-belai punggungnya. Win berpesan kepadaku,
“Kalau Oom mau lagi setiap saat Win akan melayani jadi Oom jangan takut untuk membangunkan Win.”
Sambil ngobrol-ngobrol kita akhirnya tertidur. Pagi hari seperti biasa jam 4 aku sudah bangun, ternyata pagi itu penisku ikut bangun juga apalagi dekat cewek. Kucoba raba-raba dan remas pelan-pelan buah dadanya sambil keningnya kuciumi agar Win bangun.
Ternyata benar Win terbangun, jadi aku langsung singkirkan
selimutnya dan mulai kupermainkan dengan mesra payudaranya sebentar saja nafsu
seks-nya sudah bergairah tangannya lalu memijit penisku. Saat kulihat vaginanya
ternyata maniku sudah tumpah keluar selain meleleh di pahanya juga jatuh di
sprei jadi flek karena sudah agak mengering.
Kubisiki Win, “Win, kamu mau main di atas?” Ia mengangguk dan
segera bangun sedang aku tidur lalu ia jongkok hingga lubang kewanitaannya
tepat berada diatas penisku. Kubantu memasukkan kepala penisku ke lubangnya dan
Win menekan ke bawah pantatnya dan bleeess langsung masuk penisku. Win terus
menggoyangkan naik turun pantatnya tapi belum bisa gerakan memutar karena
memang belum banyak pengalaman. Sampai lebih dari 15 menit kita berdua belum
klimaks, karena kulihat Win berkeringat, aku minta ganti dia yang tidur dan aku
yang di atas.

Operasi seperti pada malam hari kuulangi lagi yaitu dengan
ciuman dan kecupan yang mesra, lalu raba-rabaan dan remasan dengan penuh kasih
sayang serta gerakan-gerakan penis yang berirama cepat lambat bergantian
kulakukan dengan santunnya. Begitu tangannya sudah mulai mencengkeram
punggungku lagi dan mulutnya kembali menggigit leherku kudapat pastikan Win
akan klimaks, segera aku konsentrasi juga pada Win yang manis agar maniku juga
segera keluar. Rintihannya terulang lagi saat penisku menyemprotkan mani ke
vaginanya dan sesaat lagi aku juga merasakan siraman maninya di penisku.

Karena jam sudah pukul 4.30 maka kuminta keluar kamar. “Sebentar
Oom!” katanya. Ia lalu bangun mengambil tissu untuk membersihkan penisku yang
berlumuran dengan maninya dia.
“Waah spreimu flek Win”, kataku.
“Ngak apa-apa Oom, aku malah senang”, katanya sambil mencium sprei yang flek. Aku segera masuk ke kamar dan tidur lagi, hingga bangun agak kesiangan. Saat kubangun malah Win sudah berangkat ke bank. Siang hari itu aku mendapat telepon dari seorang teman, kata operator, setelah telepon kuterima ternyata dari seberang ada suara yang menyapa dari seorang wanita yang ternyata baru kutiduri semalam yaitu Win.
“Hallo Win”, jawabku.
“Darimana kamu tahu teleponku.”
“Win tanya pada operator di bank sini”, sahutnya.
“Om, nanti siang mau menemani Win makan siang?”
“Boleh saja, Win, mau makan dimana?” jawabku.
“Ach, makan yang dekat-dekat sini saja ya, nanti Oom tak usah naik taxi bisa naik becak saja sebab ke tempat hanya dekat”, jelasnya.
“Oke Win nanti jam 12 Oom jemput Win.”
“Trims ya, jam 12 Win akan tunggu Oom di luar” jawabnya dengan suara manja.
Ketika jam menunjukkan pukul 11.50 aku cepat-cepat pamit untuk keluar makan, aku segera cari becak untuk menuju ke banknya Winarti. Kira-kira pas 10 menit perjalanan becak sampailah aku di banknya Winarti. Baru saja aku bayar becak, kulihat Winarti sudah berlari-lari kecil menghampiriku. Saat sampai Win langsung merangkul pinggangku sambil badannya bersandar ke badanku dan mengajak berjalan menuju ke rumah makan.
“Makan di rumah makan ujung jalan itu saja ya Oom”, katanya.
“Oke.”
Win berjalan sambil merangkul pinggangku terus dengan senyum-senyum kecil. Dia tampak ceria sekali dan gayanya yang manja padaku.
“Kenapa Win kamu kok tampil beda sekali?” tanyaku.
“Kan Win lagi bahagia, sekarang jadi istrinya Oom? walaupun istri sementara saja” sahutnya.
Sampai di rumah makan Win memilih meja yang kecil letaknya di ujung, lalu mulai melihat menu masakan.
“Oom mau apa?” tanyanya.
“Oom terserah sama Win saja, kan suami tergantung dengan istrinya?” jawabku.
Dia mencubit tanganku dan bilang,
“Oom, jangan gitu ach, Win jadi pingin jadi istri Oom beneran lho.”
“Oom mau nggak makannya bagi-bagi dengan Win?”
“Waah spreimu flek Win”, kataku.
“Ngak apa-apa Oom, aku malah senang”, katanya sambil mencium sprei yang flek. Aku segera masuk ke kamar dan tidur lagi, hingga bangun agak kesiangan. Saat kubangun malah Win sudah berangkat ke bank. Siang hari itu aku mendapat telepon dari seorang teman, kata operator, setelah telepon kuterima ternyata dari seberang ada suara yang menyapa dari seorang wanita yang ternyata baru kutiduri semalam yaitu Win.
“Hallo Win”, jawabku.
“Darimana kamu tahu teleponku.”
“Win tanya pada operator di bank sini”, sahutnya.
“Om, nanti siang mau menemani Win makan siang?”
“Boleh saja, Win, mau makan dimana?” jawabku.
“Ach, makan yang dekat-dekat sini saja ya, nanti Oom tak usah naik taxi bisa naik becak saja sebab ke tempat hanya dekat”, jelasnya.
“Oke Win nanti jam 12 Oom jemput Win.”
“Trims ya, jam 12 Win akan tunggu Oom di luar” jawabnya dengan suara manja.
Ketika jam menunjukkan pukul 11.50 aku cepat-cepat pamit untuk keluar makan, aku segera cari becak untuk menuju ke banknya Winarti. Kira-kira pas 10 menit perjalanan becak sampailah aku di banknya Winarti. Baru saja aku bayar becak, kulihat Winarti sudah berlari-lari kecil menghampiriku. Saat sampai Win langsung merangkul pinggangku sambil badannya bersandar ke badanku dan mengajak berjalan menuju ke rumah makan.
“Makan di rumah makan ujung jalan itu saja ya Oom”, katanya.
“Oke.”
Win berjalan sambil merangkul pinggangku terus dengan senyum-senyum kecil. Dia tampak ceria sekali dan gayanya yang manja padaku.
“Kenapa Win kamu kok tampil beda sekali?” tanyaku.
“Kan Win lagi bahagia, sekarang jadi istrinya Oom? walaupun istri sementara saja” sahutnya.
Sampai di rumah makan Win memilih meja yang kecil letaknya di ujung, lalu mulai melihat menu masakan.
“Oom mau apa?” tanyanya.
“Oom terserah sama Win saja, kan suami tergantung dengan istrinya?” jawabku.
Dia mencubit tanganku dan bilang,
“Oom, jangan gitu ach, Win jadi pingin jadi istri Oom beneran lho.”
“Oom mau nggak makannya bagi-bagi dengan Win?”
Aku manggut-manggut saja. Win kemudian pilih nasi gudeg dan nasi
pecel telur serta Coca Cola dan es campur.
“Oom nanti malam harus menemani Win lagi ya?” pintanya.
“Win kau capai nanti tiap malam main terus”, sahutku.
“Apakah Win minta main, Win minta Oom menemani Win tidur, soal Oom nanti mau main berapa kali Win selalu siap melayani, tapi bila Oom capai nanti Win yang mijit”, sahutnya.
“Oom nanti malam harus menemani Win lagi ya?” pintanya.
“Win kau capai nanti tiap malam main terus”, sahutku.
“Apakah Win minta main, Win minta Oom menemani Win tidur, soal Oom nanti mau main berapa kali Win selalu siap melayani, tapi bila Oom capai nanti Win yang mijit”, sahutnya.
Aku jadi kalah ngomong dan aku setuju saja akhirnya. Setelah
makanan keluar, kita mulai makan aku diberi nasi gudeg dengan es campur dulu
dan Win nasi pecel dan Coca Cola.
“Nanti bila sudah habis setengah kita ganti piring dan minumnya”, kata Win. Sambil makan dia berkata,
“Hari Sabtu dan Minggu, Oom kan libur nanti pergi dengan santai di Batu ya Oom? Sebab di kost kalau Sabtu dan Minggu anak-anak kost banyak di rumah jadi kita sulit untuk bermesraan.”
“Nanti aku pamit pulang ke Blitar sama tante kost dan Oom bilang diajak temannya ke Batu” katanya Win padaku.
Padahal sebenarnya aku hari Minggu akan diajak ke Surabaya, karena ada famili dari Eva yang menikah, jadi sekeluarga akan ke Surabaya.
“Nanti bila sudah habis setengah kita ganti piring dan minumnya”, kata Win. Sambil makan dia berkata,
“Hari Sabtu dan Minggu, Oom kan libur nanti pergi dengan santai di Batu ya Oom? Sebab di kost kalau Sabtu dan Minggu anak-anak kost banyak di rumah jadi kita sulit untuk bermesraan.”
“Nanti aku pamit pulang ke Blitar sama tante kost dan Oom bilang diajak temannya ke Batu” katanya Win padaku.
Padahal sebenarnya aku hari Minggu akan diajak ke Surabaya, karena ada famili dari Eva yang menikah, jadi sekeluarga akan ke Surabaya.
Kupikir dari ke Surabaya lebih baik rekreasi dan santai dengan
Win di hawa dingin. Maka kusetujui ajakan dan usulannya. Selama makan tangan
kiriku selalu digenggam erat-erat dengan tangan kirinya Win, hingga makannya
kami hanya pakai sendok saja. Setelah aku makan separuh, kutunggu Win makan
separuh nasinya, lalu piring kita tukar juga minumnya. “Oom, hari-hari ini Win
merasa bahagia sekali, Oom juga?” tanyanya.
Kutatap matanya dalam-dalam dan aku bilang, “Perasaan Oom sama
dengan perasaanmu.” Walaupun makan telah selesai, kita tetap ngobrol dulu
tunggu sampai jam 1 siang kita berpegangan tangan dua-duanya.
“Oom nanti pulang pukul berapa? tanya Win.
“Kalau biasa sih pukul 6 sore”, sahutku.
“Kenapa Win?”
“Ya kalau bisa aku cuma ingin pulang bareng Oom seperti kemarin”, katanya.
“Win apa nggak tunggu lama nanti?” kataku.
Dia menggelengkan kepala. Keluar rumah makan Win tetap berjalan sambil merangkul pinggangku, sampai akhirnya sampai ke banknya dan kuantarkan sampai pintu depan, kemudian kita berpisah.
“Oom nanti pulang pukul berapa? tanya Win.
“Kalau biasa sih pukul 6 sore”, sahutku.
“Kenapa Win?”
“Ya kalau bisa aku cuma ingin pulang bareng Oom seperti kemarin”, katanya.
“Win apa nggak tunggu lama nanti?” kataku.
Dia menggelengkan kepala. Keluar rumah makan Win tetap berjalan sambil merangkul pinggangku, sampai akhirnya sampai ke banknya dan kuantarkan sampai pintu depan, kemudian kita berpisah.
Aku balik ke kantor dengan becak lagi. Sore hari jam 6 aku
pulang, aku naik taxi seperti biasa hanya saat mendekati banknya Win aku minta
sopir jalan pelan-pelan, benar juga Win masih menunggu depan bank, begitu
melihat ada taxi berhenti langsung dia berlari-lari kecil menghampirinya. Lalu
kubuka pintu taxi dan Win ikut naik. Seperti kemarin kita berhenti di warung
bakso untuk makan malam bersama-sama sekalian. Setelah makan Win berpesan,
“Begitu Oom habis mandi kalau ada kesempatan Oom supaya langsung masuk kamarnya Win ya.”
Lalu Winarti berjalan di muka lebih dulu dan aku menyusul pelan-pelan di belakangnya, sampai di kost aku ketemu Eva yang kebetulan belum tutup, lalu aku ceritakan kalau hari Sabtu akan ke Batu dengan teman-teman kantor, jadi Minggu tak bisa ikut ke Surabaya. Setelah basa-basi sebentar aku pamit untuk naik ke kamar. Sampai depan kamar, pas Win mau mandi dia berjalan menghampiriku dan bilang,
“Nanti malam kalau ke kamar Win supaya Oom membawa baju yang untuk ke Batu, nanti Win bawa dalam satu tas saja”, lalu ia pergi mandi dan aku menyiapkan 1 stel pakaian dalam dan 2 T-Shirt saja.
“Begitu Oom habis mandi kalau ada kesempatan Oom supaya langsung masuk kamarnya Win ya.”
Lalu Winarti berjalan di muka lebih dulu dan aku menyusul pelan-pelan di belakangnya, sampai di kost aku ketemu Eva yang kebetulan belum tutup, lalu aku ceritakan kalau hari Sabtu akan ke Batu dengan teman-teman kantor, jadi Minggu tak bisa ikut ke Surabaya. Setelah basa-basi sebentar aku pamit untuk naik ke kamar. Sampai depan kamar, pas Win mau mandi dia berjalan menghampiriku dan bilang,
“Nanti malam kalau ke kamar Win supaya Oom membawa baju yang untuk ke Batu, nanti Win bawa dalam satu tas saja”, lalu ia pergi mandi dan aku menyiapkan 1 stel pakaian dalam dan 2 T-Shirt saja.
Selesai mandi Win turun dan saat lewat kamarku ia menyapa, “Oom,
Win ke bawah sebentar untuk memasak Indomie buat kita kalau lapar lagi nanti
malam, sekalian mau pamit kalau besok pulang sama tante kost.
” Aku manggut-manggut saja dan kemudian pergi mandi, selesai
mandi kulihat kamar Win masih terbuka kosong dan di bawah masih ada anak kost
yang di luar kamar, sehingga aku masuk kamar untuk istirahat dan baca koran
dulu. Beberapa saat kudengar Win naik tangga, lalu ia berhenti di muka kamarku
sambil berkata pelan-pelan, “Oom sudah sepi, ayo cepat.” Aku segera membawa
baju yang akan kubawa besok dan mengikuti Win masuk ke kamarnya. Ia meletakkan
mangkok Indomienya di meja dan segera pintu kamarnya dikunci.
“Om besok Win mau pakai kaos ini saja ya”, sambil menunjukkan 3
kaos, warna putih dengan motif kembang-kembang kecil, putih polos dengan gambar
gesper di dada dan kuning polos. Yang putih dadanya agak terbuka lebar sedang
yang kuning di bagian atas dada ada retsluitng kecil. Ia bilang,
“Kalau Win jalan sendiri agak malu pakai kaos ini, Oom.”
“Kenapa?” tanyaku.
“Sebab kaos itu ketat sekali, jadi payudara Win kelihatan menonjol sekali, cowok-cowok kalau memandang kurang ajar kok”, jelasnya.
“Coba dipakai yang kuning ini Win”, pintaku.
Lalu Win melepas kaos tidurnya dan ganti pakai kaos kuning itu.
“Waahh betul-betul kamu kelihatan seksi pakai ini, apalagi retsluiting terbuka lekuk payudaramu jelas terlihat dari luar”, kataku.
“Tapi nggak apa, nanti kalau naik angkutan umum Win pakai jaket lagi jadi agak tak mencolok sexynya”, jelasku.
Win setuju kemudian dilepas lagi kaos kuningnya. Saat itu langsung kupeluk dan kubisiki,
“Win mau main lagi?”
“Iya Oom, Win sudah kepingin lagi kok.”
Lalu kulepas celana pendeknya dan ternyata Win tak pakai CD sebab ia langsung telanjang bulat.
“Win, sambil Oom ajari sedikit ya, supaya besok bisa dipraktekkan di Batu.” Win manggut-manggut.
“Kalau Win jalan sendiri agak malu pakai kaos ini, Oom.”
“Kenapa?” tanyaku.
“Sebab kaos itu ketat sekali, jadi payudara Win kelihatan menonjol sekali, cowok-cowok kalau memandang kurang ajar kok”, jelasnya.
“Coba dipakai yang kuning ini Win”, pintaku.
Lalu Win melepas kaos tidurnya dan ganti pakai kaos kuning itu.
“Waahh betul-betul kamu kelihatan seksi pakai ini, apalagi retsluiting terbuka lekuk payudaramu jelas terlihat dari luar”, kataku.
“Tapi nggak apa, nanti kalau naik angkutan umum Win pakai jaket lagi jadi agak tak mencolok sexynya”, jelasku.
Win setuju kemudian dilepas lagi kaos kuningnya. Saat itu langsung kupeluk dan kubisiki,
“Win mau main lagi?”
“Iya Oom, Win sudah kepingin lagi kok.”
Lalu kulepas celana pendeknya dan ternyata Win tak pakai CD sebab ia langsung telanjang bulat.
“Win, sambil Oom ajari sedikit ya, supaya besok bisa dipraktekkan di Batu.” Win manggut-manggut.
Lalu ia kutarik berdiri menghadap kaca riasnya dan aku berdiri
di belakangnya sambil memeluk Win dari belakang dan kuraba-raba dan meremas
dengan penuh kemesraan.

“Win kalau kamu kukerjakan begini langsung kamu memegang penisnya Oom untuk Win permainkan sambil kaki Win yang sebelah diangkat lalu berpijak di meja rias, agar kewanitaan Win semakin terbuka dan mudah untuk diusap-usap.”
“Iya, Oom”, dan langsung kakinya naik kemeja serta tangannya mengocok penisku.
Setelah adegan ini berlangsung hampir 10 menit, Win kuajak tidur dan aku yang di bawah Win di atas. Setelah Win naik dan memasukkan penisku ke vaginanya, kuberi tahu,
“Win, pertama jangan kamu ambleskan semua penis Oom, yang masuk biar 1/3 bagian dulu lalu pantatmu gerakan memutar”, sambil aku memegang pinggangnya untuk membantu memutarkan pantatnya. Memang rasanya masih kaku belum luwes cara memutarnya, tapi tak apalah besok mungkin lebih bagus.

“nggak enak ya Oom?” tanya Win.
“Cukup bagus untuk permulaan”, kataku.
Kemudian Win mulai ganti goyang naik turun, hingga payudaranya
bergoyang agak keras dan segera kutahan dengan kedua tanganku untuk kuusap-usap
seraya meremasnya pelan-pelan dan sebentar-sebentar agak keras untuk merangsang
nafsunya. Begitu ia mulai gairah kutidurkan dia dan teknik menyetubuhi seperti
semalam kuulangi lagi yang membuat maninya Win serta air maniku keluar hampir
bersamaan beda hanya sekitar 3 detik saja. Selesai main Win dan aku langsung
tiduran sambil ngobrol dan merencanakan kepergiannya besok.
“Jadi besok pagi ketemu di rumah makan siang tadi, nanti Win yang berangkat dulu baru Oom nanti yang nyusul”,
“Oke.”
“Oya besok kita renang ya nanti Win bawa swim suit”, lalu ia membuka lemarinya mencari swim suit.
Dalam lemari itu kulihat roknya tak terlalu banyak seperti cewek-cewek bank lainnya, aku jadi iba dibuatnya dan aku ingin menghadiahkannya rok padanya. Setelah ketemu swim suit ditumpuk jadi satu dengan kaosnya, lalu ia naik keranjang tidur di sampingku lagi.
“Jadi besok pagi ketemu di rumah makan siang tadi, nanti Win yang berangkat dulu baru Oom nanti yang nyusul”,
“Oke.”
“Oya besok kita renang ya nanti Win bawa swim suit”, lalu ia membuka lemarinya mencari swim suit.
Dalam lemari itu kulihat roknya tak terlalu banyak seperti cewek-cewek bank lainnya, aku jadi iba dibuatnya dan aku ingin menghadiahkannya rok padanya. Setelah ketemu swim suit ditumpuk jadi satu dengan kaosnya, lalu ia naik keranjang tidur di sampingku lagi.
“Win, besok di Batu Oom ajari lagi yaa!”
“Boleh, tehnik apa Oom?”
“Menghisap”, kataku.
“Menghisap apa?” tanya Win.
Lalu Win kupeluk erat-erat sambil kucubit perutnya dan kataku,
“Win, kamu jangan pura-pura bloon ya.”
“Win betul-betul belum tahu kok.”
“Win, sayang, kalau punya Oom belum tegang seperti tadi, kan tangan Win yang Oom minta untuk mempermainkannya. Betul ya?” Ia manggut.
“Jalan lain yang lebih indah adalah dihisap pakai mulut, Win mau dan jijik nggak?”
“Boleh, tehnik apa Oom?”
“Menghisap”, kataku.
“Menghisap apa?” tanya Win.
Lalu Win kupeluk erat-erat sambil kucubit perutnya dan kataku,
“Win, kamu jangan pura-pura bloon ya.”
“Win betul-betul belum tahu kok.”
“Win, sayang, kalau punya Oom belum tegang seperti tadi, kan tangan Win yang Oom minta untuk mempermainkannya. Betul ya?” Ia manggut.
“Jalan lain yang lebih indah adalah dihisap pakai mulut, Win mau dan jijik nggak?”
“Untuk membuat kepuasan Oom, apa saja Win lakukan dan buat Oom tak terasa
jijik. Win, ajari gimana caranya Oom!”
“Nanti fajar saja kalau punya Oom bangun, Oom akan ajari sekaligus praktek ya,
sayang?” kataku. “Sekarang kita istirahat dulu sambil ngobrol.”
Win minta agar aku memeluknya lebih erat lagi dan ngomong, “Dari
pembicaran Oom sebenarnya banyak kesamaannya dengan Win, baik mengenai makan,
kebiasaan, pandangan hidup, cara berdandan yang sederhana, maka dari itu Oom
makin lama semakin sayang pada Win, dan Win sendiri merasakan kasih sayang dari
Oom itu.”
“Jangan banyak ngelamun Win, ayo tidur dulu.”
Lalu tubuhnya kuselimuti dan kudekap erat-erat kepalanya di dadaku. Seperti biasa jam 4 pagi terbangun dan barangku juga sudah bangun, tapi karena Win masih tidur terpaksa kubisiki kata rayuan mesra agar bangun. Memang hanya beberapa saat Win bangun dan kuajak main, karena punyaku sudah tegang sekali aku langsung naik ketubuhnya dan coba kumasukkan ke dalam vaginanya. Win berbisik,
“Jangan banyak ngelamun Win, ayo tidur dulu.”
Lalu tubuhnya kuselimuti dan kudekap erat-erat kepalanya di dadaku. Seperti biasa jam 4 pagi terbangun dan barangku juga sudah bangun, tapi karena Win masih tidur terpaksa kubisiki kata rayuan mesra agar bangun. Memang hanya beberapa saat Win bangun dan kuajak main, karena punyaku sudah tegang sekali aku langsung naik ketubuhnya dan coba kumasukkan ke dalam vaginanya. Win berbisik,
“Katanya Oom mau ngajari hisap?”
“Iya sayang, tapi karena punya Oom sudah tegang banget, Oom masukkan dulu sebab
Win kan harus mencapai klimaks juga. Nanti kalau Oom semprotkan dalam mulut
langsung, kan Win nggak bisa klimaks”, kataku.
Ia menurut dan mulai merintih karena penisku sudah masuk dan sudah bergerak memutar divaginanya sambil kubelai sayang tubuhnya.
Ia menurut dan mulai merintih karena penisku sudah masuk dan sudah bergerak memutar divaginanya sambil kubelai sayang tubuhnya.
Napasnya mulai memburu kuimbangi juga dengan nafasku supaya Win
benar-benar terangsang dan gerakannya kupercepat dan benar juga Win mulai
mengcengkeram punggungku lagi. “Acch… Win mencapai puncak Oom, nikmat dan
bahagia sekali Oom”, katanya lirih. Aku tekan terus penisku kevaginanya, begitu
Win mulai terasa fit lagi aku turun dari atas tubuhnya dan kuambil tissue untuk
membersihkan penisku. “Win, sekarang Oom ajari cara menghisap, tapi posisi di
bawah dulu ya!” kataku. Aku duduk di tepi ranjang dan Win kuminta jongkok di
hadapan penisku lalu kumulai kursus kilat ini.
“Win, peganglah penis Oom agak bagian bawahnya dan agak ditekan
ke bawah supaya kepalanya tampak besar habis itu jilatilah kepalanya memutar
terutama bagian tepi kepalanya.” Win mulai melakukannya, kira-kira sudah 5
menit kuganti instruksi lagi, “Win sekarang coba lubangnya dibuka-buka dengan
ujung lidah kalau bisa gerakan lidahnya yang cepat.” Win mempraktekkan juga,
tapi masih jauh dari nikmat mungkin benar-benar belum biasa. 5 menit kemudian
ganti petunjuk lagi, “Masukkan mulut kepalanya lalu lidahmu gesek-gesekkan dan
kemudian sambil dikenyut-kenyut supaya maninya cepat keluar.”

“Dan yang paling akhir bila penisnya Oom sudah tegang banget
seperti ini, majukan dalam-dalam ke mulutmu lalu kamu keluar masukkan punya Oom
ke mulut Win, seperti kalau masuk ke vagina dan sambil dibantu dengan kocok
pelan-pelan supaya cepat nyemprot.” Memang Win benar-benar belum biasa
menghisap, sebab saat menghisap air liur sering menetes keluar.
Karena aku hampir klimaks maka kubantu mengocok penisku dan aku
bisiki Win, “Win, Oom mau sampai puncak”, Dan creeettt… creettt…. creeeettt
maniku menyemprot ke dalam mulutnya, Win terdiam sejenak. Lalu kuminta agar
lubangku disedot. Ketika Win menyedot terasa seeeerrrr, sisa mani disaluran
penisku keluar ke mulutnya. “Win, maninya Oom banyak ya?” tanyaku. Win hanya
membuka mulutnya yang penuh dengan maniku yang kental dan putih.

Aku bisiki lagi, “Win, kalau nggak jijik ditelan semua maninya
Oom.” Win telan juga semua mani yang di mulutnya dan bilang, “Aku suka maninya
Oom dan tidak jijik, kalau lain orang No! Rasanya sih asem-asem dan asin Oom.”
Lalu segera kupeluk erat-erat dia dan kutatap matanya yang selalu memandang
wajahku,
“Win, Oom sangat sayang padamu.”
“Win juga benar merasakannya Oom”, sahutnya.
Karena sudah hampir pukul 5, aku cepat-cepat kembali ke kamarku dan tidur lagi.
“Win, Oom sangat sayang padamu.”
“Win juga benar merasakannya Oom”, sahutnya.
Karena sudah hampir pukul 5, aku cepat-cepat kembali ke kamarku dan tidur lagi.
Saat aku terbangun kulihat cuaca sudah terang dan samar-samar
dengar Win mandi, aku segera bangun dan bersiap-siap mandi. Begitu Win keluar
dari kamar mandi aku segera yang masuk. Ketika selesai mandi kulihat Win telah
selesai dandan, aku cepat ke kamar untuk ganti pakaian juga.
Belum selesai menyisir rambut kudengar Win sudah berjalan keluar
kamar, saat depan kamarku dia berhenti sebentar kupandangi dia dengan
terpesona. Memang betul-betul seksi dengan celana ketat hitam dan kaosnya
terbuka agak lebar dadanya. Apalagi perutnya yang ramping hingga payudaranya
kelihatan sangat menonjol sekali, tapi dia pakai rompi untuk sedikit mengurangi
penonjolan payudaranya.
Kemudian Win berkata,
“Win berangkat dulu yaa, nanti kira-kira 10-15 menit Oom nyusul ya?”
“Jangan-jangan nanti Win sudah kecantol cowok lain sebelum Oom datang”, gurauku.
Win dengan mimik gemes mencubit lenganku sambil ngomong,
“Oom kalau ngomong jangan yang aneh-aneh ya? Awas nanti di sana”, kemudian dia langsung turun tangga sambil membawa tas kecil dan dompet yang menggantung di pundaknya.
“Win berangkat dulu yaa, nanti kira-kira 10-15 menit Oom nyusul ya?”
“Jangan-jangan nanti Win sudah kecantol cowok lain sebelum Oom datang”, gurauku.
Win dengan mimik gemes mencubit lenganku sambil ngomong,
“Oom kalau ngomong jangan yang aneh-aneh ya? Awas nanti di sana”, kemudian dia langsung turun tangga sambil membawa tas kecil dan dompet yang menggantung di pundaknya.
Kira 10 menit kemudian aku turun dan naik becak ke restauran
terssbut, saat aku turun dari becak Win sudah tahu dan menghampiriku serta
menggandeng tanganku erat-erat jalan masuk ke RM. Win ternyata sudah pesan kopi
susu serta nasi plus telor mata sapi kesukaanku dan sandwich 1 potong. Aku
bilang,
“Waah kamu belum dicantol orang ya?”
“Oom jangan gitu, yang bisa nyantol Win ya cuma Oom sendiri”, sahutnya sambil mencubit lenganku lagi dengan gemas.
“Win, Oom jangan dicubiti toch, lihat nanti punggung dan dada Oom yang penuh cacat kena cengkraman tangan dan gigitanmu saat Win mau klimaks” kataku.
“Oya, tapi Win betul-betul tanpa sadar melakukannya. Pantas di punggung Oom ada goresan-goresan, Win kira kenapa apa”, sahutnya.
Sambil ngomong dan makan, Win bilang nanti ke toko dulu untuk beli celana renang buatku dulu. Aku setuju, malah aku bilang untuk ke supermarket dulu untuk beli makanan kecil serta rok dan parfum. Win menolak dengan bilang,
“Oom jangan beli rok dan parfum untuk Win, Win lebih suka parfum asli tubuh Win juga rok nanti kalau sudah tak mode juga kepakai, jadi sayang kenangan akan hilang. Oom kan suka parfum aslinya Win, kan?” tanyanya.
“Pasti sayang, kan tiap malam Oom sudah bercampur dengan parfumnya Win toch..”
“Kalau Oom berkenan supaya kenangan itu tetap abadi dan akan Win pakai terus lebih baik cincin saja.”
“Kalau Win maunya gitu, Oom ikut saja.”
“Nanti Win pilih 2 biji, yang satu seperti wedding ring yang satu pakai permata, tapi nggak usah yang mahal-mahal”, jelasnya.
“Waah kamu belum dicantol orang ya?”
“Oom jangan gitu, yang bisa nyantol Win ya cuma Oom sendiri”, sahutnya sambil mencubit lenganku lagi dengan gemas.
“Win, Oom jangan dicubiti toch, lihat nanti punggung dan dada Oom yang penuh cacat kena cengkraman tangan dan gigitanmu saat Win mau klimaks” kataku.
“Oya, tapi Win betul-betul tanpa sadar melakukannya. Pantas di punggung Oom ada goresan-goresan, Win kira kenapa apa”, sahutnya.
Sambil ngomong dan makan, Win bilang nanti ke toko dulu untuk beli celana renang buatku dulu. Aku setuju, malah aku bilang untuk ke supermarket dulu untuk beli makanan kecil serta rok dan parfum. Win menolak dengan bilang,
“Oom jangan beli rok dan parfum untuk Win, Win lebih suka parfum asli tubuh Win juga rok nanti kalau sudah tak mode juga kepakai, jadi sayang kenangan akan hilang. Oom kan suka parfum aslinya Win, kan?” tanyanya.
“Pasti sayang, kan tiap malam Oom sudah bercampur dengan parfumnya Win toch..”
“Kalau Oom berkenan supaya kenangan itu tetap abadi dan akan Win pakai terus lebih baik cincin saja.”
“Kalau Win maunya gitu, Oom ikut saja.”
“Nanti Win pilih 2 biji, yang satu seperti wedding ring yang satu pakai permata, tapi nggak usah yang mahal-mahal”, jelasnya.
“Terserah sama Win sudah”, kataku sambil kugenggam tangannya
erat-erat. Saat jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat, kita berangkat menuju
kompleks pertokoan di Jl. Kayutangan. Di sana Win membeli macam-macam makanan
kecil tapi anehnya tiap macam hanya 1 biji, lalu Win mengajak ke toko yang jual
swim suit. Lalu dia pilih celana renang dan pilih yang warna biru,
“Yang ini saja ya Oom?”
“Terserah Win.”
Selama berjalan Win selalu menggandeng tanganku lalu memepetkan payudaranya kelenganku dan kepalanya kadang disandarkan ke bahuku. Win jalan dengan manjanya dan sedikit genit, hingga orang yang melihat kelihatan kagum akan kemesraan kita.
“Yang ini saja ya Oom?”
“Terserah Win.”
Selama berjalan Win selalu menggandeng tanganku lalu memepetkan payudaranya kelenganku dan kepalanya kadang disandarkan ke bahuku. Win jalan dengan manjanya dan sedikit genit, hingga orang yang melihat kelihatan kagum akan kemesraan kita.
Win mengajak ke toko perhiasan di situ Win pilih-pilih cincin
setelah ada yang cocok ditunjukkan padaku dan aku sih oke saja hanya kuanjurkan
jangan yang telalu kecil beratnya, tapi Win bilang,
“Yang kecil saja cukup yang penting kesan dan kenangannya.”
Setelah tawar menawar, kubayar cincin itu lalu kita jalan terus dengan mesranya menyusuri sepanjang pertokoan.
“Gimana beli parfum dan rok ya?” tanyaku saja.
“Nggak Oom, Win cuma kenal bedak dan lipsticks saja, kan Oom lihat yang ada di meja rias Win.”
“Oke kalau gitu beli bedak dan lipstick serta BH dan CD ya?” tanyaku.
“Eeeeh.. kalau ngomong jangan macam-macam!” sahutnya sambil mencubit pahaku.
Akhirnya Win mau ke department store dan Win kuminta beli bedak dan lipstick kebiasaannya juga sekalian BH dan CD-nya, setelah itu kita jalan menuju tempat tunggu angkutan yang menuju Batu. Sampai di Batu kuminta turun depan Hotel Kartika Wijaya, kita langsung check-in sebab sudah jam 11.40. Kamarnya punya view kepegunungan dan di belakang hotel ada kolam renang. Win tampak ceria dan bahagia sekali ia selalu menempel terus ke tubuhku kemana saja aku pergi seperti ada magnetnya saja.
“Yang kecil saja cukup yang penting kesan dan kenangannya.”
Setelah tawar menawar, kubayar cincin itu lalu kita jalan terus dengan mesranya menyusuri sepanjang pertokoan.
“Gimana beli parfum dan rok ya?” tanyaku saja.
“Nggak Oom, Win cuma kenal bedak dan lipsticks saja, kan Oom lihat yang ada di meja rias Win.”
“Oke kalau gitu beli bedak dan lipstick serta BH dan CD ya?” tanyaku.
“Eeeeh.. kalau ngomong jangan macam-macam!” sahutnya sambil mencubit pahaku.
Akhirnya Win mau ke department store dan Win kuminta beli bedak dan lipstick kebiasaannya juga sekalian BH dan CD-nya, setelah itu kita jalan menuju tempat tunggu angkutan yang menuju Batu. Sampai di Batu kuminta turun depan Hotel Kartika Wijaya, kita langsung check-in sebab sudah jam 11.40. Kamarnya punya view kepegunungan dan di belakang hotel ada kolam renang. Win tampak ceria dan bahagia sekali ia selalu menempel terus ke tubuhku kemana saja aku pergi seperti ada magnetnya saja.
Siang itu kita makan di restoran hotel saja karena malas keluar
lagi, saat makan itu aku diminta untuk memasangkan 2 cincin di jari manis
tangan kiri serta kanannya. Habis kupasang, Win langsung merangkul leherku dan
menciumku, kubalas juga ciumannya, hingga sempat jadi tontonan sesaat buat tamu
restoran.
Siang itu kita istirahat sambil berpelukan, tidur tindih
menindih gantian sambil kuajari cara berciuman dengan mengeluarkan lidahnya
untuk bisa dikulum. Win merasa senang sekali dengan ajaran itu hingga sering
dipraktekan sekarang saat kucium.
Aku jadi terbangun saat merasa ada orang yang menciumku, saat
membuka mata ternyata Win yang mencium sambil duduk di sampingku sudah dalam
pakaian swim suit.
Waah indah sekali seksi tubuhnya dalam pakaian swim suit,
payudaranya menonjol dengan kelihatan bagian atasnya yang putih agak sedikit
mencuat. “Ayo Oom kita renang!” sambil membawa celana renangku. Aku bangun dan
pakai celana renang, lalu kita pergi ke kolam renang. Disana Wim langsung masuk
kolam, karena banyak tamu pria lain yang renang matanya memandang terus bagian
dadanya.
Aku ikut masuk tapi tak renang hanya menemani Win dalam kolam.
Win bilang, “Oom, Win kalau renang sendiri sulit sebab banyak cowok-cowok
terutama yang sebaya langsung datang mengajak ngobrol tapi matanya ya cuma
memandang payudaranya Win, jadi lama Win tak pernah renang.”
Setelah renang 1 1/2 jam, Win selesai renang dan sekaligus mandi
di pancuran bersamaku, dia menyabuni tubuhku dan aku menyabuni tubuh Win,
hingga banyak mata tamu yang melotot melihatnya. Selesai mandi kita langsung
balik kamar dan tiduran sebentar berdua sambil Win terus minta dipeluk.
Kira-kira pukul 6 sore, Win mengajak jalan-jalan keluar sekalian
makan malam. Dia mengenakan celana ketat hitamnya dengan kaos yang kuning ketat
dan retsluiting terbuka di dadanya. Betul-betul pemandangan yang menggiurkan
bagi laki-laki. Win tetap berjalan dengan menggandeng tanganku atau merangkul
pinggangku, hingga kita tampak mesra sekali. Karena penampilan Win dalam
pakaiannya itu kita di jalan menjadi perhatian banyak turis domestik yang
ketemu.
Jam 9 malam lebih kita kembali ke hotel dan aku duduk nonton TV
sedang Win langsung duduk di pangkuanku dengan tangannya merangkul leherku.
Kupeluk dia sambil berciuman mesra dan tanganku mulai nakal main dan menyusup
kebukaan retsluiting itu untuk meraih payudaranya yang sintal itu dan
meremas-remasnya dengan penuh kemesraan.

Win mulai mengaduh perlahan-lahan dan kancing serta retsluiting
celananya mulai kubuka tapi karena ketat Win harus berdiri dulu untuk
melepasnya sekaligus CD-nya dan kemudian kaos ketatnya pun kubantu membukanya
serta BH-nya. Win juga membantuku melepas pakaian, hingga sekejap kita sudah
bugil berdua.
Aku tidur di ranjang dan Win telungkup di atas hingga
payudaranya menempel ketat di dadaku. Win mulai mempraktekkan ciuman dan
menghisap penisku dengan teknik yang kuajari, selanjutnya aku yang
membimbingnya agar Win dapat mencapai klimaks bersamaku dan setelah itu Win
minta agar punyaku jangan dicabut keluar supaya tetap tinggal di dalam
vaginanya, katanya supaya badannya tetap hangat. Jadi malam itu kita tidur
dengan penisku di dalam vaginanya.

Paginya saat aku bangun jam 4 aku terasa penisku sudah tegang
lagi tetapi rasanya masih tetap dalam vaginanya. Karena penisku bergerak-gerak
membesar, Win jadi terbangun dan langsung kita bermain cinta lagi sampai Win
dan aku mencapai puncak bersama-sama.

Sejak itulah tiap malam aku selalu tidur bersama Win, sekarang
Win yang lebih sering ke kamarku dan tiap malam Win selalu mempraktekkan teknik
yang kuajarkan sekali atau dua kali, sampai hari kepulanganku. Memang Win
seorang yang pantas jadi istriku sebab kecocokan dalam kehidupan sehari-hari
denganku, apalagi Win bukan type pemeras dan mata duitan walaupun hidupnya
sederhana, sayang ketemunya terlambat.
Sampai hari ini Win kadang-kadang masih menginterlokal aku, dan
aku juga minimum 1 bulan sekali kontak dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar